Awas, Makanan Ultra Proses Tingkatkan Obesitas

- Penulis

Selasa, 30 Maret 2021 - 11:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BANDUNG, PelitaJabar – Makanan ultra proses, selain murah dan tahan lama, juga diminati karena harganya yang murah. Namun di sisi lain, dapat meningkatkan risiko obesitas dan sepertiga penduduk Indonesia sudah mengalaminya.

“Upaya bersama dapat dilakukan dengan memperbaiki formulasi makanan ultra proses, memberikan label yang sesuai, hingga regulasi marketing produk kemasan pada anak-anak,” kata Gwyneth Cotes, Country Director Helen Keller International di acara Webinar Forum Bandung Sehat (FBS) bersama Helen Keller International, TP-PKK Kota Bandung, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Jawa Barat dan Meds-On dengan tema  “Cermat Pangan Olahan Balita” Selasa, (30/03/2021).

Sementara Ketua umum AIMI Indonesia Nia Umar menjelaskan, makanan ultra-proses merupakan makanan yang diolah dengan berbagai cara seperti pemadatan, karbonasi, pengocokan, penambahan massa, pemipihan, dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Ciri lainnya makanan tersebut mengandung zat yang tidak dijumpai pada bumbu dapur seperti penstabil, pengawet, laktosa, dan lain-lain. Risiko dari tingginya konsumsi makanan ultra proses ternyata dapat meningkatkan obesitas, penyakit jantung, diabetes, kanker, dan depresi,” ucapnya.

Bahaya ini, tidak hanya mengintai orang dewasa, balita pun terpapar oleh berbagai jenis makanan tersebut, termasuk dari produk susu pertumbuhan.

dr.Dian dari Helen Keller International mengatakan, hampir 80% susu pertumbuhan mengandung tambahan gula (sukrosa dan/atau fruktosa) yang tidak sesuai rekomendasi yaitu kurang dari 2,5 gram/100 kkal.

Bila dikelompokkan, sebanyak 3/4 produk yang memberikan informasi kandungan gula diklasifikasikan memiliki kandungan gula yang masuk kategori MERAH (FSA UK) yaitu mengandung gula tinggi (>11g/100 ml).

Ternyata, hanya 3% bayi yang memulai MPASI sesuai rekomendasi keragaman makanan yaitu setidaknya 4 jenis dalam sehari. Hal ini diikuti dengan kurangnya asupan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh bayi. Konsekuensinya, anemia pada bayi mencapai 40%.

“Pemberian MPASI fortifikasi juga berisiko menurunkan keragaman makan bayi, ditambah dengan penyajian yang tidak sesuai takaran saji,” pungkas dr. Sofa dari Forum Bandung Sehat dan Nutrition Working Group. Rls

Komentari

Berita Terkait

Lahirkan Atlet Hebat Farhan Dukung Uji Kompetensi Pelatih Cabor
Ribuan Pegawai BKKBN di Gembleng Kopassus
Rusak Parah, Warga Cibuyut Desa Lewo Garut Perbaiki Jalan
Senyuman Santri Yatim Saat Menerima Bantuan Baznas
BLIST Dinilai Mampu Entaskan Kemiskinan, Pengamat Perlu Dikaji
Timnas Atur Strategi di ASEAN U-23 Championship Mandiri Cup 2025
Penyalahgunaan Narkoba Mengkhawatirkan Ratusan ASN Bapenda Ikuti Deteksi Dini
Tercatat 171 Ribu Lebih Pelanggan KA Selama Libur Sekolah

Berita Terkait

Sabtu, 12 Juli 2025 - 19:24 WIB

Lahirkan Atlet Hebat Farhan Dukung Uji Kompetensi Pelatih Cabor

Sabtu, 12 Juli 2025 - 18:32 WIB

Ribuan Pegawai BKKBN di Gembleng Kopassus

Sabtu, 12 Juli 2025 - 17:54 WIB

Rusak Parah, Warga Cibuyut Desa Lewo Garut Perbaiki Jalan

Jumat, 11 Juli 2025 - 16:25 WIB

Senyuman Santri Yatim Saat Menerima Bantuan Baznas

Kamis, 10 Juli 2025 - 20:08 WIB

BLIST Dinilai Mampu Entaskan Kemiskinan, Pengamat Perlu Dikaji

Berita Terbaru

FEATURED

Ribuan Pegawai BKKBN di Gembleng Kopassus

Sabtu, 12 Jul 2025 - 18:32 WIB

DAERAH

Rusak Parah, Warga Cibuyut Desa Lewo Garut Perbaiki Jalan

Sabtu, 12 Jul 2025 - 17:54 WIB

DAERAH

Senyuman Santri Yatim Saat Menerima Bantuan Baznas

Jumat, 11 Jul 2025 - 16:25 WIB