KEMISKINAN masih menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Himpitan ekonomi yang semakin sulit, menjadikan persoalan ini kian tak mudah dientaskan. Bagai fenomena gunung es, yang terdata seringkali tak sesuai fakta di lapangan.
Sebagaimana yang diungkapkan PJ Bupati Sumedang, Yudia Ramli, dalam Rapat Koordinasi dan Evaluasi Kinerja Pemkab Sumedang pada Senin 16 Desember 2024, beliau sangat optimis menjadikan daerah pimpinannya nol persen kemiskinan di akhir tahun 2024 ini.
Optimistis tersebut lahir lantaran Pemkab Sumedang telah berhasil mengatasi kasus kemiskinan ekstrem dari angka tiga ribu lebih Kepala Keluarga (KK), menjadi tinggal 2 KK saja. (Radar Sumedang, 18/12/24)
Namun benarkah itu sesuai kenyataan? Faktanya, sejauh mata memandang, masih banyak rakyat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, tidakkah ini disebut sebagai kategori miskin?Terlebih dengan wacana kenaikan PPN 12% di tahun baru mendatang, tentunya kembali mengubah data sehingga angka kemiskinan menjadi kembali meningkat?
Upaya Mengentaskan Kemiskinan, Sudahkah Menyentuh Akar Permasalahan?
Tekad pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan tentu bukan sekadar omong kosong belaka. Berbagai program dicanangkan, dengan tujuan mampu menekan angka kemiskinan. Salah satu programnya tiada lain adalah pembangunan ekonomi.
Di Sumedang sendiri, langkah yang diambil untuk pembangunan ekonomi adalah dengan peningkatan investasi.
Untuk mendorong peningkatan investasi , Pemkab Sumedang siap percepat pelayanan perizinan bagi para investor yang ingin berinvestasi di Sumedang.
Dengan berbagai kemudahan layanan perizinan ini, diharapkan dapat meningkatkan investasi di wilayah Kabupaten Sumedang, sehingga harapannya pertumbuhan ekonomi masyarakat di Sumedang juga akan ikut meningkat. (Kabar Sumedang, 17/12/24)
Pemberdayaan perempuan juga dianggap sebagai salah satu penyokong keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang akan mampu mengentaskan kemiskinan.
Sesuai tema besar perayaan Hari Ibu 22 Desember lalu, peran kaum perempuan dalam pembangunan kembali menjadi sorotan. PJ Bupati Sumedang berharap peran perempuan dalam pembangunan dapat terus dijaga dan ditingkatkan. (Kabar Sumedang, 23/12/24)
Tentu kita berharap dari sekian upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan akan mampu mencapai tujuan yang dimaksudkan. Namun, sudahkan berbagai upaya tersebut menyentuh akar permasalahan dari kemiskinan itu sendiri, sehingga benar-benar mampu menjadi solusi?
Jauh Panggang dari Api
Menyoal perkara investasi, apakah benar merupakan faktor utama penyokong pertumbuhan ekonomi? Atau justru sejatinya adalah eksploitasi berkedok investasi.
Indonesia, termasuk Sumedang, adalah negeri dengan sumber daya alam yang melimpah. Tidakkah menjadi pertanyaan, negeri yang kaya sumber daya alam tapi perkara kemiskinan menjadi persoalan yang tak kunjung terselesaikan? Negeri kaya raya, namun rakyatnya miskin? Lantas kemana perginya hasil dari kekayaan alam negeri ini?
Pintu investasi inilah yang menjadi jalan para investor untuk mengeksploitasi sumber daya alam milik negeri. Dengan dalih investasi, mereka menanamkan sahamnya di negeri ini, tentu dengan tujuan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Sumber daya alam yang sejatinya Allah sediakan untuk kemakmuran negeri, sehingga dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat setempat, atas nama investasi justru malah menjadi sumber kesejahteraan para investor. Tak lebih hanya 20-30 % saja yang dapat dinikmati masyarakat setempat, itupun tentu dengan tetap harus memeras keringat.
Adapun pemberdayaan perempuan dalam pembangunan negeri tak terkecuali di bidang ekonomi, tentu perlu didetili lagi. Faktanya, dengan dalih pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, kaum perempuan dituntut untuk mandiri finansial dan mampu menghasilkan materi.
Tuntutan ini tak jarang meminimalisasi bahkan mengabaikan peran utama mereka sebagai ummu warabatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga). Alhasil, terciptalah permasalahan baru. Alih-alih memberdayakan perempuan untuk perbaikan ekonomi, peran utama perempuan di rumah sebagai ummu warabatul bait justru terancam. Padahal, jika kaum perempuan dibuat concern pada peran utamanya ini, akan mampu melahirkan generasi cemerlang yang akan membawa berbagai kemajuan di masa yang akan datang.
Akar Masalah Kemiskinan
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan rasanya tak pernah berhasil mencapai angka nol persen. Kalaupun angkanya berhasil menurun, tiada jaminan angka tersebut tidak akan kembali melambung tinggi.Hal ini membuktikan bahwa upaya yang telah dilakukan belum menyentuh akar permasalahan, sehingga tak kunjung menyelesaikan persoalan.
Kemiskinan adalah permasalahan sistemis. Bukan semata soal nasib, yang solusinya cukup dengan terus bekerja keras secara individual. Melainkan sistem kehidupan yang diberlakukan, membuat kemiskinan menjadi sebuah keniscayaan.
Sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini menjadikan kehidupan serba sulit. Himpitan hidup terasa semakin menghebat, karena pemeran utama penggerak roda perekonomian dalam sistem kapitalisme ini adalah para kapital, yakni para pemilik modal.
Dengan materi yang mereka punya, mereka bisa memiliki apapun, termasuk mengeksploitasi hak milik rakyat atas nama investasi yang justru dilindungi Undang-Undang. Pemerintah atau penguasa dalam sistem ini tidak berperan sebagai pelindung dan penjamin urusan rakyat, melainkan justru menjadi regulator kepentingan para pemilik modal yang menyatakan diri sebagai investor. Alhasil, si kaya semakin kaya dan si miskin pun tak kunjung terselamatkan dari jerat kemiskinan.
Himpitan ekonomi pun menyulitkan para kepala keluarga dalam pemenuhan nafkah. Pungutan pajak yang semakin menjadi, harga kebutuhan-kebutuhan pokok yang terus meninggi, menjadikan pengeluaran semakin tak terkendali, sementara penghasilan tak kunjung mencukupi. Lapangan kerja yang tidak memadai, menambah sulit upaya mencari rejeki. Tak sedikit pertengkaran rumah tangga yang berujung KDRT bahkan perceraian, ditenggarai oleh permasalahan ekonomi.
Kondisi ini tak jarang mengantarkan perempuan pada dilema dua pilihan. Bertahan dalam peran di rumah namun terancam kemiskinan berujung perceraian atau memilih dobel peran dengan berdaya secara materi yang tentu akan sangat menguras energi dan pikiran, sehingga tak jarang peran utama di rumah yang justru dikorbankan, menjadi sumber permasalahan lain di kemudian hari.
Ditambah lagi, sistem kapitalisme ini mendukung perempuan untuk berdaya secara materi demi perbaikan ekonomi. Dengan dalih kesetaraan gender, perempuan dituntut untuk mandiri secara finansial, agar tak sepenuhnya tergantung pada nafkah yang diberikan suami. Lebih terbuka luasnya lapangan kerja bagi perempuan dibanding bagi laki-laki, adalah bukti nyata dukungan kapitalisme untuk perempuan berdaya secara materi.
Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan
Islam tak hanya sebatas agama spiritual belaka. Islam adalah sistem kehidupan paripurna yang berasal dari Allah, Dzat yang Maha Sempurna.
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, rumput dan api, dan harganya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam Islam, kekayaan alam atau sumber daya alam adalah termasuk kepemilikan umum yang di mana harga atasnya adalah haram. Dengan demikian, Islam melarang adanya transaksi atau pengalihan kepemilikan umum kepada individu atau swasta/perusahaan, meski atas nama investasi seperti yang terjadi pada sistem saat ini. Kepemilikan umum ini harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Demikianlah Islam sebagai sebuah sistem kehidupan menjaga seluruh negeri dari jerat kemiskinan. Dengan memaksimalkan para pemimpin negeri untuk mengelola kekayaan alam atau sumber daya alam yang ada di negerinya, sehingga hasil dari pengelolaannya bisa bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat. Sumber daya alam Indonesia yang sedemikian melimpah, seandainya dikelola sesuai prinsip-prinsip syari’at, tentu takkan menjadikan negeri ini terbelit kemiskinan.
Adapun Islam tidak melarang pemberdayaan perempuan di ranah publik. Islam pun tidak mengharamkan perempuan untuk bekerja dan memiliki penghasilan, selama pekerjaannya tersebut tidak membuatnya abai dengan peran utamanya dan tidak mengeksploitasi sisi kewanitaannya.
Pemberdayaan perempuan dalam Islam bukan untuk mendongkrak perekonomian, melainkan sebagai bentuk pemanfaatan potnesi/skill yang mereka miliki untuk kebermanfaatan bagi umat, bukan suatu tuntutan atau dipaksa keadaan.
Dalam Islam, perempuan tidak dibebani kewajiban mencari nafkah. Karena itulah, Islam akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai bagi kaum laki-laki, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Dengan demikian, kaum perempuan bisa fokus dengan peran utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Perhatiannya akan fokus pada bagaimana mendidik generasi yang terlahir dari rahimnya menjadi insan-insan cemerlang di masa yang akan datang.
Islam dengan sistem ekonomi islamnya akan menjaga stabilitas harga kebutuhan-kebutuhan pokok. Tiada pajak yang memalak rakyat di negara bersistemkan Islam. Pajak hanya akan dipungut hanya atas mereka yang mampu dan di saat-saat tertentu, saat kondisi kas negara (baitul mal) tak muncukupi untuk mengcover kebutuhan rakyat. Bukan sebagai sumber utama pemasukan negara sebagaimana pajak dalam sistem kapitalisme saat ini.
Dalam Islam, pemimpin negeri adalah pelindung (junnah) dan pengurus (ra’in) atas urusan rakyatnya. Dia bertanggungjawab untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat, baik ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lain sebagainya.
Tentu ini bukan sekadar teori belaka. Sejarah telah membuktikan. Sebuah peradaban Islam yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar konstitusi, telah berhasil menjamin kesejahteraan rakyatnya selama lebih dari 12 abad. Sebut saja di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tak ditemukan satu orang miskin pun yang layak menjadi mustahiq zakat.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 96)
Bukti iman dan takwa penduduk negeri adalah dengan menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai aturan tertinggi. Termasuk kemiskinan, berbagai permasalahan akan temui solusi hakiki jika Islam yang dijadikan sistem kehidupan. Masihkah kita meragukan janji-Nya, dengan mengambil solusi lain selain Islam?
Wallahu a’lam bisa jawab