JAKARTA, PelitaJabar –Putri Presiden Soeharto Siti Hardiyanti Rukmana yang lebih dikenal dengan Mbak Tutut, mengajak keluarga besar transmigran untuk mengembangkan peran dan potensi masing-masing guna memajukan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
“Transmigrasi itu meningkatkan harapan, karena membuat para transmigran memiliki tanah yang cukup untuk diolah guna menghidupi keluarga dan mencapai kesejahteraan,” jelas Tutut saat membuka Musyawarah Nasional IV Persatuan Anak Transmigran RI (PATRI) di Hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, 12-14 Maret 2019.
Menurutnya, program transmigrasi tak hanya memperluas kemajuan, melainkan juga merekat persatuan dan kesatuan bangsa. Program transmigrasi yang digagas Presiden Soeharto tidak hanya meningkatkan taraf hidup, tapi juga menggencarkan pembangunan luar Pulau Jawa, menyeimbangkan sebaran penduduk, pemerataan pembangunan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dan memperkuat ketahanan nasional terutama transmigran perbatasan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ada banyak tantangan bangsa, yakni kesenjangan kaya-miskin, kesenjangan antar-wilayah, masalah kedaulatan pangan, masalah pemenuhan energi ramah lingkungan dan masalah air layak konsumsi, yang para transmigran bisa bersama-sama berperan menghadapinya,” kata Mbak Tutut.
Salah satu yang paling memungkinkan adalah dengan bersama-sama membangun desa mandiri pangan dan energi, setidaknya di wilayah-wilayah transmigran. Desa mandiri pangan dan energy akan mengurangi ketergantungan energi fosil secara nasional, memacu perkembangan daerah transmigran dan mengurangi kesenjangan Jawa dan luar Jawa.
“Jika ini terwujud, kemakmuran akan hadir di tanah-tanah transmigran, dan saya akan mendampingi para transmigran memajukan bangsa ini.” pungkas Mbak Tutut optimis.
Sementara Ketua Umum PATRI Sugiarto Sumas menyebutkan, Presiden Soeharto senantiasa memberikan perhatian serius terhadap kehidupan transmigran dengan membangun sarana pendidikan di desa-desa transmigran, dan akses bagi anak-anak transmigran untuk menempuh pendidikan tinggi.
Pada 2004 anak-anak transmigran membentuk PATRI sebagai wadah pemikiran, pandangan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya manusia, mitra pemerintah dalam pembangunan bidang ketransmigrasian.
“Kami anak anak transmigran benar-benar merasakan manfaat transmigrasi, meski pada awalnya tentu harus melalui proses berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian,” kata Sugiarto.
Menurutnya, kini rata-rata keuarga anak-anak transmigran hidup berkecukupan. Ada yang berkarier di militer dan mencapai bintang dua, ada yang jadi guru besar dan bekerja di banyak sektor.
“Meneruskan kerja besar sang ayah, Mbak Tutut terus membina PATRI dan memberikan pemikiran tentang apa yang harus dilakukan desa-desa transmigran menghadapi persoalan saat ini,” pungkasnya.
Menurut Voice of America, program transmigrasi yang terjadi selama era Presiden Soeharto telah mengubah wajah Indonesia. Sampai 1984, sekitar 2,5 juta penduduk menjadi transmigran dan terus bertambah sampai tahun terakhir Orde Baru.
Data sensus 2010 menunjukan terdapat 15,5 juta transmigran di Sumatera. Sebanyak 4,5 juta lainnya tersebar di Kalimantan dan Papua. Dampak lanjutannya, transmigran berhasil mengembangkan 3,500 desa dengan berbagai infrastruktur, dan 30 desa itu mengalami perkembangan pesat menjadi kabupaten/kota. Mal