PERADABAN Kapitalis sekuler yang materialistik telah melahirkan berbagai masalah kehidupan. Prinsip sekulerisme dan liberalisme yang menjadi asasnya justru telah memunculkan kesengsaraan manusia tak terkecuali perempuan.
Kebebasan kepemilikan yang termanifestasi dalam penerapan sistem ekonomi kapitalis telah menyebabkan hegemoni tanpa batas dari para pemilik modal yang berkolaborasi dengan kekuasaan politik atas aset-aset milik umum serta mendorong eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam.
Akibatnya distribusi kekayaan begitu timpang, gap sosial begitu lebar menganga. Kemiskinan terjadi di mana mana. Kemiskinan berimplikasi pada persoalan lain, perceraian, pernikahan dini, perdagangan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain.
Dalam kapitalisme perempuan dimiskinkan. Kemudian diberi ruang sebagai mesin pemutar proses produksi, sekaligus pangsa pasar bagi produk-produk kapitalis. Bahkan demi target ekonomi, para pengemban kapitalisme telah melemahkan posisi strategis perempuan sebagai pendidik generasi.
Para pengemban kapitalisme telah memprovokasi kaum perempuan untuk keluar dari rumah-rumah mereka, memprovokasi perempuan untuk menanggalkan kemuliaan dan kehormatan mereka, memprovokasi untuk menanggalkan kebanggaan menjadi Ibu dan pengatur rumah tangga.
Mereka gencar memperkenalkan patron baru tentang wanita modern dan konsep kesejajaran tanpa batas dengan kaum laki-laki, hingga tak sedikit kaum perempuan termakan propaganda mereka.
Pemberdayaan politik perempuan, pemberdayaan ekonomi perempuan, kesetaraan gender, menggaung ke seantero dunia, mengguncang struktur keluarga dan masyarakat hingga kasus perceraian merajalela, dan muncul generasi berkepribadian lemah akibat tidak terdidik oleh para ibu dan keluarga mereka.
Kondisi inilah yang dirasakan oleh Ketua Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kabupaten Bandung, Yanti Lidianti.
Pasca dilantik sebagai pengurus PUSPA Kabupaten Bandung masa bakti 2021-2025, 14 Juni lalu Yanti mengatakan, tak mudah menekan perceraian dan pernikahan di bawah umur 20 tahun. Tapi, bukan hal yang sulit jika mau berkolaborasi dan bersinergi.
Menurutnya, PUSPA akan memberikan edukasi perubahan pola pikir.
“Karena, kembali lagi, perempuan adalah guru bagi keluarga, perempuan adalah seorang ibu, tokoh yang harus kita jadikan panutan. Dari perempuan akan lahir generasi penerus. Perempuan maju bukan untuk menyaingi suami, tetapi perempuan maju untuk mengubah generasi,” ucapnya.
“Perempuan tidak harus bekerja di luar rumah, di rumah juga bisa produktif menjadi contoh bagi putra putrinya. Jangan berharap sukses kalau belum menyukseskan putra-putrinya,” tuturnya. (https://jabar.tribunnews.com).
Keinginan Yanti untuk memberikan edukasi pola pikir tentu layak diapresiasi. Dengan edukasi pola pikir, perempuan akan menyadari posisi strategisnya. Tak ada yang lebih baik dari edukasi pola pikir ini kecuali mengacu pada pola pikir yang telah digariskan oleh Dzat Yang Maha Baik, Dzat yang paling tahu apa yang terbaik bagi perempuan. Yaitu pola pikir Islam.
Allah SWT telah menetapkan bahwa peran utama kaum perempuan adalah penjaga generasi, yaitu sebagai ibu dan manajer rumahtangga. Sebuah peran yang sangat strategis dan politis bagi sebuah bangsa dan umat. Untuk itu, Allah SWT. menetapkan berbagai aturan yang menjaga kaum perempuan dan menjaga kehormatan mereka sehingga peran strategis itu berjalan sebagaimana seharusnya.
Islam menetapkan aturan bahwa ada dua kehidupan bagi manusia. Kehidupan umum di luar rumah dan kehidupan khusus di dalam rumah. Di dalam rumah, kaum perempuan hidup sehari-hari bersama mahrom dan kaum mereka. Siapapun yang hendak memasuki kehidupan khusus orang lain, wajib meminta izin kepada pemilik rumah demi menjaga aurat dan kehormatan mereka.
Islam juga membuka ruang bagi kaum perempuan untuk masuk dalam kehidupan publik, berkiprah dalam aktivitas-aktivitas yang dibolehkan semisal berbisnis atau melaksanakan aktivitas yang diwajibkan seperti menuntut ilmu dan berdakwah.
Namun dalam kehidupan publik, Islam mewajibkan perempuan menutup semua aurat mereka, melarang bertabaruj, memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan mereka. Islam juga melarang mereka berkhalwat, serta memerintahkan kepada kaum perempuan yang hendak bepergian jauh untuk disertai mahramnya.
Dengan aturan ini, kehormatan keduanya akan selalu terjaga dan terhindar dari kerusakan moral seperti pergaulan bebas, tindak kejahatan seksual sebagaimana kerap terjadi dalam masyarakat kapitalistik sekarang ini berikut dampaknya yang rusak dan merusak.
Agar tugas utamanya sebagai pencetak generasi yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga berjalan dengan baik dan sempurna, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dengan menetapkan bahwa beban nafkah dan peran sebagai kepala keluarga ada pada pundak laki-laki.
Dengan aturan normatif itu, perempuan bisa focus mengoptimalkan peran strategis mereka sebagai ibu yang akan mencetak generasi pemimpin yang mengeluarkan negeri ini bahkan dunia dari kegelapan kapitalisme menuju cahaya terang benderang dengan Islam.
Sejarah gemilang Islam telah mencatat peran tersebut dengan baik. Banyak sekali contoh para ibu yang berhasil mengarahkan dan mendidik anaknya sukses menjadi penerang dunia. Ibunda Imam Bukhari, Ibunda Imam Syafi’i, Ibunda Muhammad al Fatih, Ibunda Shalahuddin al Ayyubi. Hal ini karena spirit para ibu teladan ini adalah firman Allah SWT :
رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqon[25]:74).
Sebagai contoh mari kita simak kisah Ibunda Muhammad al Fatih. Semenjak Muhammad al Fatih lahir, ibunya sering membawa al Fatih keluar istana dan berdiri di sebuah tebing menghadap ke arah Konstantinopel.
Ibunya berkata “Wahai anakku, di sana terdapat kota Konstantinopel. Dan Rasulullah saw bersabda : ‘Konstantinopel itu akan ditawan oleh tentara Islam. Penakluknya adalah sebaik-baik raja, dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.’ Ketahuilah anakku, engkaulah orangnya.Setiap hari tanpa bosan, ibunya melakukan itu. Dari gendongan sampai al Fatih bisa berjalan.
Setelah shalat subuh, Ibu al Fatih mengajarinya tentang geografi, garis batas wilayah Konstantinopel. Ia berkata, “Engkau wahai anakku akan membebaskan wilayah ini. Al Fatih kecil pun bertanya, “Bagaimana aku bisa membebaskan wilayah sebesar itu wahai ibu?” “Dengan al Quran, kekuatan, persenjataan, dan mencintai manusia,”.
Akhirnya kita dapat menyaksikan, dari tangan ibu yang bercita-cita besar, yang sabar dan tabah mendidik anak untuk menjadi seorang yang hebat, lahirlah seorang Sultan, yang pada umurnya yang sangat muda, yakni 23 tahun, berhasil menaklukkan Konstantinopel dalam waktu sebulan lebih, sedangkan kaum muslimin sebelumnya telah berusaha selama 800 tahun dan tidak berhasil.
Itulah peran strategis perempuan, mampu menghantarkan putranya menjadi orang hebat karena kematangan pemikiran dan visi politiknya.
Wallahualam
foto ilustrasi : net