JAKARTA, PelitaJabar – Pimpinan KPK tidak bertanggung jawab terhadap polemik penetapan status tersangka terhadap Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto, dalam kasus dugaan suap.

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, menyentil keberadaan Ketua KPK, Firli Bahuri, yang menurutnya sengaja menghindar.
Padahal setiap penanganan kasus oleh KPK selalu melalui proses pembahasan bersama dengan pimpinan KPK dan pejabat struktural.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menyalahkan penyelidik atau penyidik sebagai ‘kambing hitam’ dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Basarnas adalah tindakan keliru.
Selain mencermati ketidakhadiran Firli Bahuri, Novel juga mengkritik keputusan Firli yang memilih untuk bermain badminton di Manado ketika polemik OTT di Basarnas sedang berkembang.
“Apakah tindakan tersebut sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Ketua KPK,” sentil Novel melalui cuitan di akun Twitternya Jumat (28/7/2023).
M Praswad Nugraha, mantan penyidik KPK sekaligus Ketua IM57+Institute, juga mengeluarkan kritik serupa.
Praswad menegaskan, seluruh alat bukti harus dilaporkan kepada pimpinan KPK dalam mekanisme pengungkapan perkara.
“Penetapan tersangka sepenuhnya menjadi kewenangan pimpinan KPK, bukan kewenangan penyelidik atau penyidik KPK,” ucapnya.
Menurutnya, kekhilafan atau ketidakcermatan dari pimpinan KPK dalam proses penanganan perkara bisa dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang dan termasuk dalam perbuatan pidana.
Sebagaimana dilaporkan, KPK mengakui adanya kekeliruan dalam proses hukum dugaan korupsi di Basarnas dan menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan tersebut.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan, tim penyelidik menemukan adanya anggota TNI dalam operasi tangkap tangan tersebut, sehingga hal tersebut harus diserahkan kepada TNI sesuai dengan mekanisme peradilan yang berlaku. ***