BANDUNG, PelitaJabar – Industry 5.0 yang diprediksi sekitar 20 tahun dari Industry 4.0, ternyata berlangsung singkat, sekitar 10 tahun.
Kehadiran teknologi telekomunikasi 5G dan masifnya platform digital Over The Top, menjadi pemacu dan pemicu kehadiran Industry 5.0 lebih cepat. Dampaknya, profesi hukum seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, terancam, jika kalah bersaing di dunia digital.
‘Termasuk hakim dan Arbiter akan mengalami persoalan jika tidak mampu menyesuaikan diri, paling tidak melek teknologi digital,” jelas pakar Transformasi Digital Prof. Dr. Ahmad M Ramli, SH, MH, FCBArb di Studium Generale dan Webinar Cerdas bertelekomunikasi di UNPAD Bandung Senin (30/08/2021).
Studium Generale ini merupakan orasi ilmiah dalam rangka menyambut Kembali Prof. Dr. Ahmad M Ramli sebagai Guru Besar Universitas Padjadjaran setelah 17 tahun berkiprah sebagai Eselon I di berbagai Kementerian.
Menurut mantan Dirjen Penyelenggaran Pos dan Informatika Kemenkominfo RI, saat ini masa transisi meninggalkan Revolusi Industri ke 4. Secara riil, Revolusi Industri ke 5 atau Industry 5.0 sudah kita masuki.
Menurutnya, Industry 5.0 lebih menekankan tidak hanya relasi machine to machine dan efektivitas robotic, tetapi juga human to machine dan sebaliknya.
Contoh, di Jepang, penduduknya akan didominasi usia lanjut, mazhab Society 5.0 ini menjadi sangat penting, karena teknologi digital untuk layanan Kesehatan para usia lanjut, juga peran machine dalam menggerakan infrastruktur public, monitoring fasilitas kanal jalan raya dan kereta api, terowongan bawah laut, akan sangat menghemat biaya.
‘Indonesia tidak memiliki pilihan lain kecuali terus melanjutkan pembangunan infrastruktur digital, mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi, berkolaborasi saling menguntungkan dengan berbagai platform digital. Di samping itu Pemerintah juga perlu melanjutkan secara sistemik untuk melahirkan SDM digital, menciptakan ekosistem digital,’ paparnya.
Dari sisi praktek hukum, saat ini juga tampak berubah, di mana E-court, E Arbitration dan online Dispute settlement telah mulai marak digunakan. Firma hukum yang ingin meraih sukses maka harus bertransformasi.
Kajian Mc Kinsey menunjukan, organisasi berbasis data 23 kali lebih mungkin mendapat pelanggan, 6 kali lebih mungkin mempertahankan pelanggan, 19 kali lebih mungkin mendapat keuntungan. Sedangkan menurut Gartner, lebih dari 50% departemen hukum telah mengadopsi new legal technology.
‘Saya menganjurkan, bukan sekadar new technology, tapi harus new disruptive technology disertai SDM digital yang memadai. Firma hukum harus menggunakan teknologi digital untuk tata Kelola hubungan dengan klien, virtual legal asiistant, E hearing, remote working, legal case management system, document automation, e filling, E court, E- Arbitration. Notaris pun juga perlu bertransformasi, regulasi yang menghambat perlu segera direvisi,” pungkasnya.
Acara tersebut bekerjasama Kementerian Kominfo RI dengan Pusat Studi Cyber Law dan Transformasi Digital Universitas Padjadjaran.
Hadir Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti, Dirjen SDPPI Kominfo Ismail, Dekan Fakultas Hukum Unpad Dr. Idris dan pembicara lainnya. ***