BANDUNG, PelitaJabar – Masuknya islam ke Indonesia, pada tahun 780 Masehi, komunikasi melalui surat menyurat dari kerajaan Sriwijaya kepada Umar bin Abdullah Aziz. Pada awal abad islam, ternyata komunikasi hubungan antara Indonesia dengan Timur Tengah dengan Indonesia sudah kuat.
Abad ke 16 sudah ada kerajaan islam di Ternate, Tidore sudah ada Kesultanan, Ambon dan Kalimatan Barat, bahkan di ujung sungai Kapuas sudah ada Kesultanan.
‘Apalagi Aceh, Lampung Banten, jumlah kesultanan di Indonesia tidak kurang dari 120, ini luar biasa. Namun setelah RI merdeka, diganti dengan kerajaan. Asalnya dulu namanya kerajaan islam Mataram, kerajaan islam Demak, Kerajaan Islam sultan Bone, lalu diganti, kata islamnya dihilangkan,’ beber Prof. Dr. KH. Sanusi Uwes saat memberikan materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Hotel Agusta Bandung Sabtu 28 Mei 2023.
Lalu, setelah tahun 1978 pada masa Soeharto, dirubah tidak pakai islam, menjadi kerajaan Mataram, kerajaan Demak, Kerajaan Kudus dan kerajaan lainnya.
‘Artinya apa, ada orang yang berusaha supaya kesan Indonesia itu dimana islam sudah berjasa sejak lama, sehingga tidak terbaca oleh anak-anak sekarang. Inilah salah satu cara sejarah itu harus betul-betul dirawat dan dipelihara. Kalau sejarah tidak dirawat, ummat islam yang sudah berjuang begitu hebat, akan terlupakan,’ papar Bacaleg DPR-RI Partai PKS Dapil Cimahi-Kota Bandung ini lagi.
Karena itu, empat pilar ini merupakan jimat bangsa Indonesia yang bagus dan harus dirawat dan disosialisasikan.
Dia menceritakan, pangeran Diponegoro yang berperang pada 1825-1830. Lambangnya, jelas simbol keislaman bukan simbol kerajaan, tapi kan diakuinya saat ini bukan sebagai pahlawan islam, namun pahlawan nasional.
‘Bagus juga sih pahlawan Indonesia, tapi islamnya jadi hilang, seoalah-olah islam kurang berjasa di republik ini. Dan penghapusan islam itu kurang berperan, sampai sekarang terjadi terus menerus. Jadi kalau ada istilah-istilah islam, sengaja dikaburkan, ditiadakan. Malah yang unik, istilah-istilah dalam alquran jangan dipakai, seperti istilah kafir, jihad, khalifah itu semua istilah quran, jadi memang ada orang yang tidak suka dengan istilah tersebut,’ tambahnya.
Seluruh pejuang-pejuang islam di Indonesia, menurutnya sangat nasionalis. Mengapa, mereka melawan para penjajah. Gambaran ini merupakan semangat nasionalisme yang sangat tinggi.
‘Karena itu aneh, kalau sekarang ada yang mengatakan orang islam anti nasional, anti Pancasila, sangat aneh, padahal yang menyusun Pancasila tanggal 22 Juni termasuk bung Karno anggota sembilan, 4 orang tokoh islam, namun bukan berarti 4 lainnya islamnya jore-jore, namun tidak dikategorikan tokoh islam, tapi tokoh nasionalis,’ tegasnya.
Karena itu dia meminta untuk tidak lagi mempertentangkan seolah-olah pejuang islam tidak nasionalis. Semua pejuang islam Indonesia sangat nasionalis. Bahwa ada pejuang-pejuang kristen nasionalis, hindu nasiolis, itu bisa saja.
‘Sebaliknya kalau PKI, tahun 1948 itu mendirikan Moscow Indonesia Komunis, orientasinya ke negeri Rusia, itu gambaran tahun 48. Indonesia dalam rangka menegaskan sangat Pancasilais, pilar utamanya adalah orang-orang muslim,’ ujarnya.
Dikatakan, kondisi Indonesia saat ini, diperlukan usaha keras, bagaimana mengembalikan masyarakat ini kesejahteraan yang lebih tinggi, dimana negara yang kaya, sangat subur dan makmur, namun rakyatnya melarat, itu sangat ironis.
Untuk itu, pihaknya merencanakan orientasi peningkatan ekonomi fakir miskin dan yatim piatu, agar sejahtera dalam arti fisik material, bagaimana mereka mendapatkan pendidikan yang baik dan bermutu.
‘Bulan lalu saya berkunjung ke suatu daerah, bayangkan ada anak SMA belum bisa membaca, ngeri kan, saya dapat informasi dari Universitas Muhammadyah Jayapura, sebab ada gambaran begini, jika musim naik kelas, bukan ujian yang menentukan, mereka (siswa–red) sebaliknya mereka bawa parang ke kepala sekolah, itulah yang terjadi. Karena itu, kita harus dorong mutu pendidikan agar lebih baik,’ pungkas KH. Sanusi Uwes. Mal