Baru-baru ini menjadi berita viral, oknum anak-anak pejabat yang melakukan flexing, memamerkan kekayaan yang dimilikinya melalui media sosial.
Harta dan jabatan orang tua, seolah menjadi aji mumpung, bukan dijadikan sarana menuju kebaikan, malah mengantarkan kehidupan glamour, dan dipamerkan tanpa rasa simpati.
Kehidupan kapitalistik saat ini, jika tidak pandai membawa diri, dapat menggilas siapa saja, ke arah hedon tanpa batas.
Pribadi Sayyidah Fathimah Azzahra, seharusnya dijadikan teladan, agar bisa selamat menjalani kehidupan penuh fitnah saat ini.
Beliau lahir pada saat orang-orang Quraisy merehab bangunan Ka’bah, yaitu 5 tahun sebelum kenabian.
Dalam tubuh beliau, mengalir darah manusia termulia, Alhabib Muhammad SAW. Lahir melalui rahim wanita mulia, Khadijah bintu Khuwailid RA, yang membenarkan kenabian sejak wahyu pertama kalinya turun.
Beliau sudah mendapat beban berat sejak saat lahir, karena ayahnya terpilih membawa risalah kebenaran, dinul Islam.
Perundungan dan kezaliman menimpa ayahnya, menempa beliau untuk menjadi pembela terpercaya bagi ayahandanya.
Beban berat bertambah, manakala ibunda dipanggil pada saat beliau masih kanak-kanak, menuntut beliau untuk menjadi pelindung setia di sisi ayahnya.
Keteladanan bukan semata karena beliau RA terlahir dari dua manusia mulia, namun karena hasil tempaan pendidikan mulia dari dua guru kehidupan mulia.
Banyak contoh, anak dari orang tua mulia namun menjadi ujian bahkan fitnah bagi kedua orangtuanya.
Namun sayyidah Fathimah layak menjadi kebanggaan kedua orang tuanya, bahkan menjadi salah satu dari empat wanita ahli surga yang dituturkan oleh lisan Nabi SAW:
“Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah.” (HR Muslim).
Keberadaan Fathimah sebagai putri dari sosok termulia ummat ini, tidak menjadikan beliau menjadi manja. Namun, semangat perjuangan membara, senantiasa menguatkan perjuangan ayahandanya dalam mengemban risalah Islam.
Di awal kenabian saat Rasulullah menunaikan ibadah di depan Ka’bah, ia diganggu oleh sekumpulan orang Quraisy.
Ketika Nabi Muhammad bersujud, orang-orang itu menumpahkan kotoran unta di punggungnya. Fathimah yang saat itu masih kecil segera berlari menuju ayahnya. Tanpa rasa takut, ia menghardik orang Quraisy yang mengganggu ayahnya.
Dalam buku Revisi Politik Perempuan disebutkan, Azzahra memiliki sepak terjang yang harum di medan jihad.
Di antaranya, dalam Perang Uhud. Nabi mendapatkan luka di badan dan wajah beliau hingga darah mengalir deras. Saat itu, Fathimah langsung memeluknya.
Kemudian ia mengusap darah Rasulullah dan mengalirkan air di atasnya. Ketika mendapati darah tersebut tidak berhenti mengalir, maka Fathimah membakar potongan tikar, kemudian abunya ditempelkan ke luka tersebut hingga akhirnya darah tersebut berhenti mengalir.
Ia juga pernah keluar bersama 14 perempuan lainnya, dalam perang Khandaq dan Khaibar, untuk membawa air dalam qirbah dan membawa perbekalan di punggungnya untuk memberi makan dan minum orang-orang Mukmin yang sedang berperang.
Itulah Fathimah Azzahra, perempuan yang cantik dan elok rupa dan perilakunya. Pada saat yang bersamaan, ia adalah anak yang berbakti kepada ayah dan ibunya, sehingga menjadi kebanggaan keduanya sehingga digelari Ummu Abaha (Ibu dari Ayahnya).
Selayaknya perempuan-perempuan masa kini, mengokohkan diri dengan keimanan, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta terdepan dalam membela dinul Islam, sebagaimana teladan Fathimah Azzahra.