Bedanya Guru Dulu Dan Sekarang

- Penulis

Sabtu, 2 Mei 2020 - 15:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei baru saja berlalu. Namun, auranya akan selalu ada, tak mengenal waktu. Sosok Bapak  Pendidikan Nasional, Soewardi Suryaningrat alias Ki Hadjar Dewantoro telah melekat dalam dunia pendidikan Indonesia, tak akan dilupakan.

Filosofi pendidikan yang dilontarkannya telah menjadi dasar karakter dalam acuan pembelajaran di negeri ini. “Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” adalah tiga tuntunan dalam pendidikan karakter. Bahkan, tut wuri handayani atau mendorong dari belakang telah menjadi semboyan pendidikan Indonesia.

Seiring waktu berlalu, kenangan abadi akan sosoknya telah banyak menginspirasi insan pelaku pendidikan. Bahkan di saat ini, ketika semua kegiatan pembelajaran difokuskan di rumah akibat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena wabah Covid-19, mengingatkan kembali peran orang tua untuk menerapkan konsep falsafah pendidikan Ki Hadjar Dewantoro.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bahwa, orang tua harus menjadi pemimpin, pembimbing, dan penyemangat putra/putrinya dalam belajar, menjadi model yang dapat dicontoh, teman dan sahabat dalam pembelajaran, menjadi penguat dalam tekad yang memberi energi untuk tidak berhenti belajar.

Kita sedikit berinstrospeksi, mumpung keadaan mendukung work from home (bekerja dari rumah). Tentu bukan hanya guru yang melaksanakan WFH, semua pekerja juga banyak yang melakukan ini. Bekerja dari rumah saat pandemi corona bukan hanya Indonesia, tapi juga di negara lain.

Kalau sudah begini keadaannya, bagaimana upaya agar target sasaran mutu yang hendak dicapai bisa digapai? Mutu seperti apa yang diharapkan? Ada sebuah ilustrasi kisah sekitar dunia pendidikan yang menjadi bagian dari sasaran mutu. Dan ini merupakan kegiatan keseharian yang bisa dijumpai di manapun.

Seperti itulah corona, kutu hitam yang sedang mencari perhatian. Jangan diabaikan, tapi harus disingkirkan, diantarkan kembali menuju tempat pulangnya dengan senyuman. Jangan dimusuhi ataupun dibenci. Pasti ada misi yang akan menjadikan dunia pendidikan mengubah strategi menuju kebermutuan yang lebih mantap. Anggap saja corona sedang berjalan di atas karpet merah menuju altar pendidikan yang hebat.

Begitupun guru, bukan hanya mengajar, tapi juga belajar untuk terus mengembangkan potensi putra/putri bangsa. Guru digugu dan ditiru, itu kata orang tua dulu. Artinya, guru harus menjadi uswatun hasanah atau contoh yang baik.

Peran orang tua pun di masa corona ini, harus menjadi guru yang amanah bagi putra/putrinya sendiri. Ada peribahasa yang mengatakan, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Apa yang disampaikan oleh guru, baik itu ucapan, sikap atau perilaku akan sangat berpengaruh terhadap perilaku, cara pandang, dan wawasan anak.

Minimal akan sama, bahkan beberapa pemikirannya bisa melebihi guru dan terkadang di luar prediksi. Ini menunjukkan, jika yang disampaikan guru hanya sampai level 6, peserta didik akan mengimplementasikannya beragam. Ada yang mungkin sama di level 6 atau bahkan bisa mencapai level 8 atau lebih tinggi lagi melebihi KKM yang ditentukan.

Ini menegaskan bahwa peranan guru dalam membentuk wawasan dan karakter anak didik sangatlah besar. Separuh waktu harian anak aktif berada di sekolah dan ketika akses belajar di rumah dibuka maka orang tua pun dapat mengambil peran yang sama. Jika ada kekurangan dalam kinerjanya, jangan pula guru dihinakan hingga mengurangi kekharismatikannya.

Kita akui, kharismatik (wibawa) guru dulu dengan sekarang mungkin agak berbeda. Dulu, guru adalah rekanan yang baik dengan orang tua. Karena, profesi guru masih langka dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan pun masih terkendala. Akses untuk belajar hanya dari guru. Bacaan atau buku penunjang pembelajaran pun masih dianggap mahal. Sehingga, wajar jika guru yang dianggap serbatahu.

Sosok guru dulu sangat dihargai dan dihormati. Guru sepertinya memiliki kharisma tersendiri. Dulu, guru dituntut segala bisa. Dalam acara-acara di masyarakat, kalau ada kegiatan hal-hal seperti pidato, memimpin doa, dsb., suka diserahkan kepada Bapak atau Ibu Guru, diberi kesempatan ke depan untuk memimpin. Padahal, mungkin itu bukan profesinya sehingga guru dulu selalu siaga menjaga kepercayaan masyarakat. Harus masagi, serba sagala bisa. Artinya, dalam peran serta di masyarakat, secara kompetensi, kepribadian dan sosialnya dituntut tinggi.

Padahal, gaji guru dulu tidak seperti sekarang. Dulu itu, ketika bertemu dengan Bapak/Ibu Guru, kita sangat segan dan hormat, baik saat bertemu di jalan apalagi di sekolah. Sangat terlihat, level guru dan siswa didik posisinya berbeda. Secara etika, ini bagus sebagai budaya sopan santun dan harus dipertahankan sampai kapan pun. Budaya menghormati orang yang berilmu.

Bagaimana guru sekarang? Entah karena degradasi moral atau apapun itu, peran guru seakan mengalami pergeseran. Di masyarakat pun tidak lagi disebut Ibu Guru atau Bapak Guru. Guru sebagai jabatan profesi tidak dibawa ke luar lingkungan kerja.

Kharismatik guru seperti dulu agak langka. Mungkin ada, tetapi tidak sebanyak dulu. Sehingga, muncul kasus anak didik menghardik gurunya, orang tua melaporkan guru, dsb.

Seperti yang kita dengar dan saksikan di media sosial, oang tua memandang tugas guru hanya mentransfer ilmu, tidak membentuk karakter. Sejatinya, pembentukan karakter yang diberikan guru juga sangat berpengaruh pada karakter siswa didik di masa mendatang.

Guru juga manusia, tidak lepas dari segala kelebihan dan kekurangan. Tetapi sebagai pemegang profesi keguruan, memang guru akan menjadi sorotan, terlebih jika kekurangannya yang menonjol.

Sebetulnya itu hanya kasuistik, tetapi berdasarkan hal itu, perlu kiranya saat ini dibangun kembali opini yang akan meningkatkan kharismatik profesi guru. Komunikasi efektif antara guru dan orang tua harus terus dibangun. Perlu ada edukasi terhadap orang tua tentang peranan atau hak dan kewajiban antara keduanya. Di antaranya, melalui kegiatan-kegiatan parenting school.

Guru yang dulu bukan lagi guru yang sekarang. Banyak sekali pilihan profesi di masyarakat yang bisa berkembang dan mengangkat kepribadian seseorang. Apakah sebagai insan pendidikan, para guru akan mempertahankan citranya seperti konsep penilaian masyarakat dulu?

Hadirnya guru-guru muda akan menjadi warna dalam dunia pendidikan. Guru milenial mengajar siswa milenial di era milenial, sebagai garis lurus yang mempengaruhi dalam cara pandang peserta didik sekarang. Mengubah pandangan. Inilah zamannya. Kita sama-sama saling belajar. Bagaimana menjaga kondisi agar kharisma seorang guru menjadi kompetensi tambahan yang harus diperhitungkan.

“Jasmerah”, sebuah semboyan terkenal yang pernah disampaikan oleh Sang Proklamator Indonesia, Bung Karno yang disampaikan pada pidato terakhirnya di peringatan hari ulang tahun Indonesia, 17 Agustus 1966.

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Itulah akronim yang begitu akrab dan mendalam sebagai sebuah pesan untuk para pemuda pejuang, generasi penerus bangsa.

Kharisma seperti apa yang akan tetap abadi dalam jiwa pendidik? Bagaimana menjaga kharisma yang sudah dimiliki? Apakah pendidikan akan sampai ke puncak kesuksesan dengan kharisma yang kita wariskan pada anak bangsa?

Kharisma pendidikan ada di para guru sebagai garda terdepan pewujud mutu keberhasilan. Semangat Ki Hadjar, tetapkan di hati menjadi visi dan misi sejati.***

Komentari

Berita Terkait

DPRD Medan Belajar Regulasi Tata Ruang dari Bandung
Farhan : Waisak Pengingat Nilai-nilai Universal
Produk Radiofarmaka FloDeg Sabet NIE dari BPOM
Ratusan Atlet NPCI Ikuti Selekcab Pembentukan Tim Bayangan
Sesmendukbangga Janji Ajak IPKB Ikut Diklat Kependudukan
Pesen Hewan Qurban Sehat Melalui e-Selamat
OVO Nabung by Superbank, Inovasi Rek-Wallet Terintegrasi
Melalui Public Speaking, Bio Farma Dorong UMKM Naik Kelas

Berita Terkait

Rabu, 21 Mei 2025 - 18:41 WIB

DPRD Medan Belajar Regulasi Tata Ruang dari Bandung

Rabu, 21 Mei 2025 - 18:32 WIB

Farhan : Waisak Pengingat Nilai-nilai Universal

Rabu, 21 Mei 2025 - 11:45 WIB

Produk Radiofarmaka FloDeg Sabet NIE dari BPOM

Rabu, 21 Mei 2025 - 11:22 WIB

Ratusan Atlet NPCI Ikuti Selekcab Pembentukan Tim Bayangan

Selasa, 20 Mei 2025 - 21:40 WIB

Sesmendukbangga Janji Ajak IPKB Ikut Diklat Kependudukan

Berita Terbaru

FEATURED

DPRD Medan Belajar Regulasi Tata Ruang dari Bandung

Rabu, 21 Mei 2025 - 18:41 WIB

FEATURED

Farhan : Waisak Pengingat Nilai-nilai Universal

Rabu, 21 Mei 2025 - 18:32 WIB

FEATURED

Produk Radiofarmaka FloDeg Sabet NIE dari BPOM

Rabu, 21 Mei 2025 - 11:45 WIB

FEATURED

Ratusan Atlet NPCI Ikuti Selekcab Pembentukan Tim Bayangan

Rabu, 21 Mei 2025 - 11:22 WIB

FEATURED

Sesmendukbangga Janji Ajak IPKB Ikut Diklat Kependudukan

Selasa, 20 Mei 2025 - 21:40 WIB