GARUT, PelitaJabar – Sebanyak 90 warga Desa Cihuni dan Cimaragas Kecamatan Pangatikan Kabupaten Garut, menjadi korban penipuan kredit fiktif topengan yang dilakukan oleh oknum pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Modus penipuan oleh pegawai BRI cabang Garut ini berupa pengajuan kredit “topengan” dan “tempelan” dengan menggunakan data warga tanpa sepengetahuan mereka.
Kepala desa Cinaragas dan Cihuni mengungkapkan, banyak warga desa yang menjadi korban penipuan meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Sebagian dari mereka hanya meminjamkan KTP dan menerima sejumlah uang yang bervariasi, namun kini menghadapi tagihan kredit.
“Dari hasil kesepakatan alhamdulillah sudah ada iktikad baik dari BRI yakni penangguhan penagihan untuk sementara sampai ada penyelidikan lebih lanjut di lapangan,” ungkap Kepala Desa yang enggan mai disebut namanya kepada PJ Kamis 21 November 2024.
Pihak desa meminta tagihan warga disesuaikan dengan uang yang mereka terima. Selain itu, warga yang tidak benar-benar meminjam, tetapi hanya meminjamkan KTP, harus dibebaskan dari tagihan.
Bank BRI diminta untuk mengembalikan jaminan milik warga yang meminjam jika program kredit tersebut seharusnya tidak menggunakan jaminan.
Senada, Asek Nurjaman Ketua Forum Pemuda Peduli Garut (FPPG) meminta polisi mengusut penyelidikan tuntas kasus tersebut.
Dari hasil audensi dengan Komisi lll DPRD Garut Senin,18 Nopember 2024 lalu, Asep mendesak DPRD dan instansi terkait mengambil langkah nyata agar tidak ada lagi warga yang menjadi korban praktik curang.
Asep menyayangkan sikap Kepala Cabang Pusat BRI, yang dinilai mengabaikan persoalan itu, bahkan, tidak hadir bersama Komisi III DPRD Garut.
“Kepala cabang pusat Garut, sebagai pimpinan tertinggi bertanggung jawab atas operasional dan manajemen BRI, Seolah tidak serius dalam menangani kasus besar seperti ini. Bagaimana bisa seorang pucuk pimpinan menghindar dari tanggung jawab?” tegas Asep saat dihubungi melalui telepon seluler, Kamis 21 Nopember 2024.
Dia menyesalkan kepala cabang BRI lemah dalam komitmen BRI menjaga tata kelola perusahaan yang baik. Ia mempertanyakan integritas kepala cabang dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
“Kalau tata kelola perusahaan dilakukan dengan baik, kasus seperti ini tidak akan terjadi. Ini jelas kegagalan pimpinan. Perekrutan SDM tidak terawasi, pembinaan berkelanjutan abai, dan pengawasan internal minim. Kasus seperti ini bukan yang pertama, sebelumnya sudah ada kasus serupa di BRI,” tegasnya.
Kekecewaan lainnya, imbuh dia, dari pihak perwakilan BRI saat audensi dengan komisi lll DPRD Garut justru memilih bungkam atas apa terjadi dialami warga desa korban penipuan.
Demikian juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cabang Tasikmalaya diam terkait dugaan penipuan Kredit fiktif terhadap warga. OJK Tasikmalaya justru berdalih, dugaan kasus ini bukan merupakan bagian dari kewenangan mereka.
“Kasus dugaan kredit “topengan” dan “tempelan” oleh oknum pegawai BRI ini telah menarik perhatian publik, mengingat dampaknya signifikan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Korban, sebagian besar adalah warga desa kurang mampu, berharap kasus ini dapat segera diselesaikan dengan keadilan,” pungkasnya. Jang