GARUT, PelitaJabar – Ketiadaan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (BK-DPRD) Kabupaten Garut menjadi sorotan tajam.
“Ketiadaan Kode Etik dan Tata Beracara BK di DPRD Garut merupakan permasalahan serius yang mengancam integritas dan akuntabilitas lembaga legislatif tersebut. Hal ini bukan hanya sekadar persoalan administratif, tetapi juga menyangkut kewajiban konstitusional dan implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” papar Advokat dan pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, S.H Sabtu 8 Maret 2025.
Menurutnya, ketiadaan peraturan tersebut bertentangan dengan beberapa landasan hukum, yakni UUD 1945 Pasal 22D mengatur tentang hak dan kewajiban DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Prinsip negara hukum yang diamanatkan dalam UUD 1945 menuntut adanya kepastian hukum dan penegakan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan,” tandasnya.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 154 mengatur tentang kewajiban DPRD untuk membentuk BK dan menetapkan Kode Etik.
“Peraturan ini juga memberikan kewenangan kepada DPRD untuk membuat peraturan tata tertib DPRD. Yang mana didalam peraturan tata tertib tersebut, harus memuat tentang kode etik dan tata beracara dari badan kehormatan,” tuturnya.
Lebih jauh, setiap DPRD wajib memiliki Peraturan Tata Tertib yang mengatur mekanisme kerja BK, termasuk Kode Etik dan Tata Beracara.
“Tanpa Kode Etik dan Tata Beracara yang jelas, anggota DPRD berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang tanpa adanya mekanisme pengawasan dan penindakan yang efektif. Termasuk hilangnya kepercayaan publik dan merusak citra lembaga DPRD,” ucapnya.
Karena itu, aktifis GMNI ini mendesak DPRD Garut segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas dan menetapkan Kode Etik dan Tata Beracara BK. Jang