LAHAN KRITIS adalah lahan yang sudah tidak berfungsi dengan baik akibat kerusakan yang disebabkan ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab walaupun ada faktor lain, misalkan kekeringan akibat kemarau panjang yang berdampak longsor, banjir dan lainnya.
Di Indonesia, lahan kritis ini terjadi dibeberapa daerah. Fakta yang ada di provinsi Jawa Barat, lahan kritis tembus 700 ribu hektar. Hal itu tentu menjadi ancaman terjadinya bencana seperti longsor dan lainnya.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah pusat maupun daerah, seperti penghijauan dan penanaman.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Gubernur Jabar membenarkan, lahan kritis terjadi karena alih fungsi lahan menjadi kawasan ekonomi.
Hal itu disampaikan saat Pencanangan Tanam dan Pelihara Pohon di Pondok Pesantren (Ponpes) Baitul Hidayah, Desa Mandala Mekar, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Senin (sindonews.com 25/7/2022)
Musibah akibat lahan kritis yaitu berubahnya fungsi lahan yang seharusnya sebagai resapan air, berubah menjadi pusat ekonomi.
Banyak berdiri bangunan-bangunan permanen, persawahan berubah menjadi perumahan, daerah perbukitan banyak dibangun pusat-pusat bisnis seperti tempat wisata, cafe, vila, hotel dan lainnya.
Ketika bencana itu terjadi, tentu kita sebagai seorang muslim menyakini itu semua sudah kehendakNya. Tapi, manusia yang Allah beri kelebihan akal untuk berfikir, tentu bisa menilai musibah terjadi karena faktor ulah manusia juga.
Hal ini pun diingatakan oleh Allah dalam Alquran yang artinya:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. (TQS. Ar-rum: 41)
Dalam sistem saat ini yaitu kapitalisme kepemilihan lahan bebas dimiliki siapapun, siapa yang punya uang atau modal bisa menguasai lahan dimanapun tak peduli lahan resapan untuk dijadikan kawasan ekonomi.
Untuk mengembalikan lahan kritis, berarti berbicara prihal tata kelola lingkungan.
Dalam sistem Islam, hal ini dicontohkan oleh seorang pemimpin yang semuanya menjalankan sesuai hadis yang disampaikan Rasulullah yang artinya:
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dalam Islam, ada tiga status kepemilikan lahan berdasarkan syariat, kepemilikan pribadi, umum dan negara. Kepemilikan pribadi adalah lahan yang boleh dimiliki oleh setiap individu seperti perkebunan, pertanian, ladang dan lainnya.
Sedangkan lahan umum merupakan lahan yang kepemilikannya boleh dinikmati banyak orang, seperti hutan, tambang dan lainnya. Kepengurusannya tidak boleh diberikan kepada pihak swasta tapi harus oleh negara.
Sedangkan lahan milik negara adalah lahan yang dimiliki oleh negara, dikelola negara dan tidak boleh dimiliki oleh perorangan dan swasta.
Dengan adanya pengaturan sesuai syariat Islam, akan mengurangi bahkan menghilangkan penyalahgunaan lahan seperti yang terjadi saat ini. Sehingga masyarakat akan tahu lahan mana saja yang boleh dimiliki, baik secara individu atau swasta.
Yang terpenting tidak akan ada lahan kritis karena kerusakan oleh manusia yang tidak bertanggunjawab. Wallahua’lam
Penulis berdomisili di Karawang
Aktivitas seorang guru, IRT dan penulis Buletin sekolah