BANDUNG, PelitaJabar — Pemerintah dalam hal ini Menteri Sosial segera mencabut Peraturan Menteri Sosial No. 7 Tahun 2017 tentang standar pelayanan disabilitas dan Peraturan Menteri Sosial No. 18 Tahun 2018 tentang organisasi tata kerja UPT Disabilitas.
“Saya mendesak Menteri Sosial segera menarik ulang kebijakan ini. Gak usah ragu-ragu atau malu -malu. Karena kalau dibiarkan semakin membuat benturan yang kuat secara dramatis,” jelas pakar hukum tunanetra DR. Saharudin Daming, SH, MH. usai menjadi pembicara yang dihelat Forum Tunanetra Menggugat (FTM) di Balai Besar Pendidikan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Jalan Panorama No. 1 Lembang Kabupaten Bandung Barat, Sabtu kemarin (9/2).
Saharudin menyebutkan, jika peraturan yang dikeluarkan Kementrian Sosial terkesan tergesa-gesa tanpa melibatkan stake-holder yang lain.
“Peraturan ini gak bisa dipaksakan yang justru nanti berefek dalam pencitraan pelayanan yang semakin tidak sehat,” ucap Saharudin.
Senada, Ketua panitia pelaksana yang juga ketua Forum Tunanetra Menggugat (FTM) Yayat Rukhiyat, SPd didampingi Sekretaris FTM, Suhendar, SH, menyebutkan, kegiatan ini merupakan implementasi sikap keluarga besar kaum disabilitas khususnya tunanetra terhadap peraturan menteri sosial yang terkesan meresahkan dan merugikan kaum tunanetra.
“Kegiatan ini kami laksanakan Jumat dan Sabtu dengan menghadirkan pakar hukum dan dari kementerian sosial. Kita bekerjasama dengan LSM Ummi Maktum Voice (UMV) serta mengundang sekitar 60 peserta yang berasal dari organisasi sosial dan organisaai masyarakat serta juga lembaga-lembaga pendidikan,” jelas Yayat.
Tema yang diangkat “Apakah peraturan Menteri Sosial RI. No. 7 Tahun 2017 tentang standar pelayanan disabilitas dan Peraturan Menteri Sosial RI No. 18 Tahun 2018 tentang organisasi Tata Kerja UPT Disabilitas, sejalan dengan Undang Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas..??
“Intinya kami kaum tunanetra tidak sedikit pun setuju peraturan kementerian sosial tersebut. Ini jelas-jelas merugikan dunia pendidikan khususnya tunanetra. Kami juga ga mengerti bagaimana nomenklatur Panti berubah menjadi balai dengan batas keterikatan pendidikan lebih pendek yaitu 6 bulan, “jelasnya.
Sementara Ketua LSM Ummi Maktum Voice, Entang Kurniawan menegaskan mendukung terselenggaranya dialog tersebut.
“Apa pun bentuk kegiatannya, sepanjang untuk memperjuangkan hak terutama di dunia pendidikan teman-teman tunanetra, kami support,” pungkas Entang. Joel