GARUT, PelitaJabar – Jelang berakhirnya masa jabatan Bupatj Garut, Rudy Gunawana dan Wakilnya Helmy Budiman, menyisakan masalah besar yang mendapat sorotan tajam dari masyarakat.
Diduga, sewa menyewa rumah pribadi milik Wakil Bupati Helmy Budiman dijadikan sebagai rumah dinas (rumdin) oleh Pemkab Garut.
Betapa tidak, selama tujuh tahun rumah dinas yang selama ini ditempati sebagai rumah jabatan Wabup Garut, merupakan kediaman pribadi Helmi Budiman.
“Ya sangat di sayangkan dan prihatin ya melihat wabup Helmi Budiman di akhir masa jabatannya masih tinggal di kediamannya sendiri oleh pemkab Garut sewa sebagai rumdin jabatan Wakil Bupati,” kata Ahmad Ridwan, koordinator Forum Anti Korupsi dan Pemerhati Tata Kelola Anggaran (Fakta Petaka), Minggu 3 Desember 2023.
Ridwan mengungkapkan sebenarnya Pemkab Garut sudah menyediakan rjnah dinas untuk jabatan Wakil Bupati yakni di Jalan Patriot. Namun entah kenapa, tiba- tiba Wabup Helmy Budiman hanya menempati selama dua tahun pada periode pertama menjabat sejak 2014- 2016.
Helmy Budiman pindah menempati rumah di perumahan elit Villa Intan di Tarogong Kidul sejak tahun 2017 hingga saat ini sebagai rumah pribadi dijadikan rumah dinasnya.
Dirinya merasa heran, sebenarnya Pemkab Garut sudah menyediakan fasilitas rumah jabatan untuk Wakil Bupati beberapa periode sebelumnya. Akan tetapi, pada periode Wabup Helmy Budiman rumah dinas tersebut malah di fungsikan sebagai rumdin Sekda.
“Nah, kita juga heran dengan Wabup Garut masih tinggal di rumdin sewaan yang notabene kediaman milik pribadi Helmy Budiman di komplek Vila Intan Regency. Tentunya, ini menjadi menimbulkan pertanyaan yang menjadi liar tatkala Pemkab Garut, khusunya Sekda selaku pejabat penatausahaan aset daerah,” katanya.
Ia juga menambahkan, bila dilihat dari sudut pandang politik kebijakan, tentu Wabup Garut bisa di pandang lemah dibanding Sekda.
“Kondisi ini jelas memprihatinkan dan menjadi tanda tanya besar,” imbuhnya.
Sedangkan terkait tata kelola kebijakan dan anggaran, pihaknya tengah melakukan penelaahan.
“Kita pelajari bagaimana kontrak sewa, nilai, dan skema anggarannya,” ungkapnya.
Sementara, terkait dugaan sewa menyewa rumah pribadi dijadikan sebagai rumah dinas jabatan Wabup, Ridwan menegaskan adanya unsur pembiaran atau kesengajaan dari Pemkab Garut selama ini. Terlebih selama tujuh tahun hingga berakhir masa jabatan Wabup segala fasilitas dan penunjang serta biaya operasional dibebankan kepada belanja daerah melalui APBD.
“Jelas, ini ada unsur kesengajaan atau pembiaran dari Pemerintah daerah, bagaimana terhadap pencatatan asetnya apakah sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku. Berapa besaran anggaran dari sewa penyewa termasuk anggaran untuk fasilitas penunjang lainnya dalam setiap tahun dikeluarkan oleh pemerintah daerah, hal ini jelas perlu diselidiki lebih lanjut,” ujarnya.
Sebab, kata dia, hak keuangan secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut Pasal 6 ayat (1) PP 109/2000, kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan.
“Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada pemerintah daerah tanpa suatu kewajiban dari pemerintah daerah,” tuturnya.
Dengan demikian, pemanfaatan rumah pribadi menjadi rumah jabatan dengan alasan tidak diadakannya anggaran untuk itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD.
“Jika rumah pribadi digunakan dan dimanfaatkan sebagai rumah dinas jabatan terbukti tidak sesuai ketentuan perundangan undangan yang berlaku dan memberikan suatu keuntungan pribadi, maka bisa saja melanggar larangan serta terjadi dugaan tindak pidana korupsi dalam hal penyimpangan penghunian rumah jabatan Wabup yang merugikan keuangan daerah,” pungkas Ridwan. Jang
Asal ga ada dana kluar dr APBD unt sewa rumah tsb,ga jd mslah.