GARUT, PelitaJabar – Desas desus kucuran kredit line melalui buy asset sebesar Rp. 500 milyar oleh Bank Jabar Banten alias bank bjb Cabang Garut untuk mengefektifkan kembali PT Bank Intan Jabar (BIJ) yang hampir bangkrut (kolaps), mendapat sorotan sejumlah kalangan.
Pasalnya, kucuran kredit line itu dnilai kental politis dan hanya untuk menutupi kebobrokan management BIJ yang kini tengah dalam poses hukum persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Banyak pihak menuding bjb Garut seakan menutupi soal kucuran kredit line buy asset yang telah disetujui Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) yang mencapai Rp. 500 milyar tersebut, tidak transparan.
“Kucuran kredit line melalui buy asset Rp. 500 milyar awal tahun 2024 lebih kental politis, hanya untuk menutupi kebobrokan management BIJ yang telah dilakukan oleh mantan Direksi terdahulu. Sehingga, pihak BJB mentake over management BIJ atas kebijakan pemegang saham agar tidak mengalami kebangkrutan pada pertengahan tahun 2023 yang lalu,” ungkap mantan dewan pengawas salah satu bank swasta nasional yang enggan disebut namanya, Selasa 8 Oktober 2024.
Namun disayangkan, kata sumber, sebelum dikucurkannya seharusnya pihak BJB mempertimbangkan terlebih dahulu beban yang harus dihitung, baik itu soal hutang kredit macet, uang para kreditur atau nasabah BIJ. Kedepan, management BIJ menjalankan usahanya benar benar pulih dan sehat kembali.
“Kerugian yang dialami BIJ itu kan cukup besar mencapai Rp. 175 milyar bahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis pada 31 Desember 2023 lalu, kerugian yang dialami BIJ sendiri mencapai lebih dari Rp. 213 milyar,” katanya.
Oleh karena itu, bagaimana bjb menciptakan kerugian sehingga pemindahbukuan melalui kucuran kredit line itu dijalankan.
“Secara tidak langsung bank harus menciptakan kerugian sehingga pinjaman itu dibayar oleh biaya yang dipindahkan kedalam neraca dalam hapus buku. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah pemindah bukuan dengan kucuran kredit line buy asset untuk jangka panjang sesuai tidak dengan ketentuan peraturan perbankan,” tanyanya.
Ia menyakini, proses kucuran kredit line buy asset yang dilakukan bjb Garut lebih kental politis dari kebijakan pemegang saham dan hanya untuk menutupi kerugian yang telah dialami oleh PT BIJ.
“Misalnya, dari Rp. 500 milyar disalurkan untuk menutupi kerugian dari BIJ sendiri apakah itu akibat kredit topengan, kredit fiktif atau lainnya sebesar Rp. 213 milyar. Dan sisanya untuk penyertaan modal selanjut BIJ yang di take over oleh bjb. Lantas, penyertaan modal itu seperti apa mekanisme yang dilakukan oleh bjb Garut, berapa aset produktif ketika dijalankan kembali termasuk hasil deviden yang dilaporkan selama semester pertama pada bulan Januari hingga saat ini kan tidak transparan dalam pelaporan neraca oleh bjb kepada publik,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada klarifikasi dari bjb cabang Garut.
Bahkan, tersiar kabar di internal bjb terjadi saling lempar tanggungjawab terkait kucuran kredit yang mencapai Rp. 500 milyar tersebut.
Seperti diketahui, setelah dilakukan pengefektifan kembali management BIJ yang ditake over bjb, setoran modal lanjutan menjadi Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki 57,37% saham, Pemerintah Kabupaten Garut memiliki 29,17% saham, dan Bank bjb 13,46% saham. Jang