‘Saya berharap langkah kita ini tidak berhenti sebatas deklarasi, perlu program nyata untuk menduniakan angklung,’ papar Yana disela kegiatan di Balai Kota Bandung.
Dia melanjutkan, usai deklarasi ini, pemerintah beserta sejumlah elemen masyarakat perlu menyusun langkah strategis atau roadmap pengembangan angklung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
‘Dengan demikian, semua pemangku kepentingan memiliki kewajiban untuk menduniakan angklung,’ ucapnya.
Deklarasi sendiri dibacakan Taufik Hidayat Udjo, salah satu tokoh angklung di Kota Bandung.
‘Kami, mewalkili masyarakat Kota Bandung, yang mencintai seni dan budaya angkung meliputi para pengajar, pelajar, pengrajin, pemain, akademisi, pemerhati,dengan tokoh masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung, pada hari ini menyatakan bahwa Angklung menjadi identitas baru Kota Bandung dengan sebutan “Bandung Kota Angklung”.
Kota Bandung bertekad untuk terus melakukan perlindungan, pelestarian, pengembangan, dan peregenerasian terhadap seni budaya angklung yang sudah menjadi milik dunia ini.
Digelar secara hybrid, acara ini menampilkan sekitar 300 seniman, pegiat angklung, beserta komunitas seni angklung di Kota Bandung.
Duta Besar RI untuk UNESCO, Is Munandar mengapresiasi kegiatan tersebut. Angklung memiliki filosofi luar biasa, antara lain kolaborasi dan harmonisasi.
‘Saat dunia membutuhkan hubungan yang baik dengan alam, angklung mengajarkan hal tersebut,’ kata Is melalui siaran virtual.
Seperti diketahui, perjalanan eksistensi angklung di Kota Bandung dijabarkan dalam 3 periode: periode pertama dekade ‘30 hingga ‘70-an, yakni periode angklung yang dipopulerkan Daeng Soetigna.
Periode kedua yakni dekade 70 hingga 90-an, yang merupakan era angklung yang dipopulerkan Saung Angklung Udjo.
Periode ketiga adalah dekade 90-an hingga saat ini; yang merupakan periode angklung kreasi. ***