GARUT, PelitaJabar – Kejadian tragis menimpa lebih dari 600 siswa di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, memunculkan tanda tanya besar mengenai keamanan pangan dari Menu Makanan Bergizi (MBG). Program yang seharusnya mendukung pemenuhan gizi siswa, justru menjadi sumber bencana.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, 657 siswa dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Al-Bayyinah 2 di Desa Karangmulya, Kecamatan Kadungora, dilaporkan keracunan usai menyantap MBG. Dari jumlah tersebut, 19 siswa harus menjalani perawatan intensif di Puskesmas terdekat akibat keracunan.
Kejadian ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, khususnya orang tua yang khawatir dengan keamanan MBG.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi peristiwa tersebut, anggota DPRD Kabupaten Garut, Yudha Puja Turnawan, menyampaikan keprihatinannya dalam Podcast PelitaJabar.
“Kami berupaya menemui pihak pengelola SPPG Yayasan Al-Bayyinah 2, namun terhambat oleh prosedur yang tidak transparan,” beber Yudha, Selasa 23 September 2025.
Meski lebih dua jam menunggu, Yudha dan Ketua Komisi IV DPRD Garut, Asep Rahmat, gagal menemui pemilik SPPG.
“Kami berkomunikasi dengan beberapa pihak terkait, termasuk Kepala Puskesmas Rancasalak Kadungora, dr. Hani, Kepala Dinas Kesehatan Garut, serta beberapa pejabat lainnya termasuk Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Garut, dr. Tri, dan Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P), Asep Surahman,” ucapnya.
Mereka juga berkoordinasi dengan Asisten Daerah (Asda) I Kabupaten Garut, Bangbang Hafid, yang turut terlibat dalam Satgas MBG Kabupaten Garut.
Dalam pertemuan tersebut, Yudha mengungkapkan temuan yang cukup mencengangkan.
“Hampir seluruh SPPG di Kabupaten Garut belum memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), yang menjadi syarat wajib untuk menjalankan operasional di bidang pangan,” terangnya.
Menurutnya, tanpa sertifikasi, SPPG tidak layak beroperasi karena bisa membahayakan kesehatan anak-anak.
Di Kabupaten Garut, tercatat terdapat 58 SPPG beroperasi tanpa memiliki sertifikat ini. Bahkan, di salah satu desa, Banjarsari, ditemukan kasus kontaminasi E.
Pemkab Garut harus bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dan mengambil langkah tegas dalam mengawasi dan memberikan sanksi bagi SPPG yang tidak memenuhi standar keamanan pangan.
“Tidak hanya itu, pengawasan yang ketat terhadap fasilitas dan bahan makanan yang digunakan juga harus menjadi prioritas,” tegas Yudha.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan penegakan aturan dalam pelaksanaan program MBG yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan malah menimbulkan ancaman kesehatan.
Ke depan, diharapkan ada evaluasi menyeluruh terkait kelayakan operasional SPPG dan kinerja pengelolaannya.
“Pemerintah daerah juga diharapkan untuk lebih serius memperhatikan aspek gizi dan sanitasi, serta melibatkan pihak-pihak terkait guna menciptakan sistem yang lebih aman bagi anak-anak,” pungkasnya. Jang