BANDUNG, PelitaJabar – Bel istirahat berdentang di SMA Negeri 11 Bandung. Suara riuh siswa memenuhi lorong-lorong sekolah. Dari kejauhan, aroma nasi hangat dan ayam goreng yang baru saja diangkat dari wajan menyeruak, bercampur dengan gurat tawa remaja menuju kantin.
Di depan meja saji panjang, antrean terbentuk. Petugas dengan senyum ramah menyambut satu per satu siswa, menyerahkan kotak berisi makanan bergizi.
“Ayo, jangan rebutan, semuanya kebagian,” ujar seorang petugas dan suasanapun mencair.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kotak demi kotak berpindah tangan. Seorang siswi di barisan depan membuka perlahan kotaknya, dan sorot matanya langsung berbinar. Di dalamnya tersusun nasi putih mengepul, sayur bening beraroma segar, ayam goreng renyah keemasan, buah potong berwarna cerah, dan segelas susu dingin yang berembun.
“Enak, menunya ganti-ganti. Jadi enggak bosan,” katanya terkekeh.
Tak butuh waktu lama, kantin sekolah dipenuhi suara riang. Siswa-siswa duduk bergerombol, sebagian sibuk menyuapkan sendok pertama, sebagian lagi bercanda tentang menu esok hari.
“Besok lauknya ikan lagi, kan? Aku suka banget!” disambut tawa teman-temannya.
Sejak program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir, suasana seperti ini menjadi pemandangan sehari-hari. Makan siang bukan lagi rutinitas biasa, melainkan momen kebersamaan. Ada energi baru yang lahir, bukan hanya dari makanan yang sehat, tapi juga dari rasa kebersamaan yang terbangun.
Yedi Supriyadi, wali murid SMA 11 Bandung, mengaku tenang melepas anaknya.
“Saya tidak khawatir anak saya makan MBG di sekolah. Selain menunya bervariasi dan disukai anak-anak, yang terpenting makanannya sehat dan tidak basi,” ucapnya seraya bersyukur.
Tak jarang, obrolan tentang makan siang ikut terbawa ke rumah.
“Sekarang kalau pulang sekolah, anak saya cerita soal menu apa yang dimakan. Katanya, kayak makan di rumah sendiri,” tambah Yedi.
Di tengah hiruk-pikuk pemberitaan soal kasus keracunan di daerah lain, SMA 11 Bandung menunjukkan wajah berbeda, semua ceria, aroma makanan bergizi memenuhi udara, dan tawa remaja di ruang kantin.
Pemandangan ini seolah menegaskan MBG bukan sekadar program formalitas, melainkan sebuah harapan nyata.
MBG telah menghadirkan warna baru di sekolah: mengisi perut, menguatkan tubuh, meringankan beban keluarga, sekaligus menumbuhkan rasa kebersamaan.
Dari meja kantin sederhana inilah, masa depan generasi muda Indonesia sedang ditempa—dengan gizi yang cukup, hati yang gembira, dan semangat belajar terus menyala. ***