ADA satu hal penting bagi Timnas Amin 01. Jangan terjebak menerima “quick count” (hitungan cepat) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei. Berpeganglah pada “real count” (hitungan nyata) oleh KPU untuk pilpres 2024.
Ambil sikap untuk hanya menggunakan hitungan nyata oleh KPU berdasarkan semua lembar C-Hasil (yang dulu disebut C1). Metode hitungan cepat sifatnya prediktif atau perkiraan. Ini biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga survei seperti LSI Denny JA, IndoBaromete, Charta Politika, SMRC, Poltracking, Voxpol, dan sebagainya yang mungkin disiarkan oleh banyak sitasiun televisi.
Sekali lagi, Timnas Amin 01 jangan sampai tergiring untuk mengakui hitungan cepat. Kalau gara-gara real count itu pengumuman pemenangan agak lama, tidak masalah. Yang penting prinsip jujur dan adil tertegakkan.
Mengapa kita harus berpegang pada real count? Sederhana saja. Karena hitungan cepat itu dilakukan dengan menggunakan sampel. Penggunaan sampel sangat terbuka untuk dimanipulasi oleh stasiun-stasiun televisi tertentu yang mungkin sudah membuat kesepakatan transaksional dengan paslon tertentu yang bukan 01.
Untuk pilpres 2024 ini, Timnas Amin 01 seharusnya bisa menegaskan kepada KPU dan Bawaslu tentang penolakan terhadap quick count. Sebab, besar sekali peluang untuk menyelewengkan angka-angka prediksi.
Dengan real count pun kita harus waspada. Karena KPU dengan kinerja yang ada saat ini sulit dipercaya. Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, sudah menerima tiga surat peringatan keras terakhir karena melakukan pelanggaran berat etika. Namun, dia tetap duduk di kursi ketua. Ini mengindikasikan bahwa Hasyim dilindungin oleh Presiden Jokowi.
Semua orang memang “wajib” meyakini bahwa Jokowi akan melakukan apa saja untuk memastikan agar anaknya, Gibran Rakabuming, menjadi wakil presiden. Para penguasa yang dikooptasi dan berada di bawah kendali Jokowi dipastikan akan membantu Gibran. Semua tindakan akan mereka lakukan. Termasuk pencurangan hasil pilpres.
Gejala pencurangan sangat nyata. Mulai dari dua tahun yang lalu hingga saat ini para penguasa sudah melakukan langkah-langkah curang. Semua langkah pencurangan dalam proses pilpres patut diduga melibatkan Presiden Jokowi. Ini sangat masuk akal.
Jokowi takut kehilangan kekuasaan. Dia tunjukkan dengan berbagai upaya untuk terus berkuasa. Jokowi mencoba upaya tiga periode, gagal. Penambahan 2-3 tahun, juga gagal. Terakhir, upaya Jokowi untuk menjegal Anies ikut pilpres pun gagal.
Setelah semua upaya gagal, satu-satunya yang tersisa adalah mencurangi hasil pilpres. Termasuklah survei atau jajak pendapat yang dipesan untuk mengunggulkan Prabowo-Gibran.
Mayoritas lembaga survei pun menyetel hasil sesuai pesanan. Paslon 02 selalu tinggi. Tujuannya adalah “brain washing” (cuci otak) terhadap publik. Supaya mereka tergiring untuk percaya Gibran menang. Padahal, ada lembaga survei independen yang menempatkan paslon Amin 01 di angka 32.41% dan Pra-Gib 02 32.02% –Amin unggul tipis.
Pihak Timnas Amin 01 seharusnya berpegang pada angka survei independen ini. Sebab, hasil survei ini lebih logis menunjukkan situasi di lapangan yang didominasi oleh interaksi Anies dengan masyarakat secara langsung di banyak tempat.
Para pendukung Amin 01 bisa melakukan quick count sendiri. Yaitu dengan pemantauan di semua TPS.
Mereka bisa mengambil foto C-Hasil dan mengirimkan angka-angka yang tertera di C-Hasil itu ke aplikasi quick count sendiri yang aplikasinya disediakan oleh Timnas yaitu “da4i.net”. Ada pula aplikasi “Warga Jaga Suara” yang dibuat oleh Eep Saefullah Fatah, mantan pendukung kuat Jokowi.
Kalau Amin 01 punya saksi luar di semua TPS di Indonesia, maka mereka bisa melaporkan angka-angka hasil pilpres lewat aplikasi-aplikasi tersebut. Hasilnya bisa langsung diketahui sekitar pukul 17.00 pada hari pencoblosan. Kecepatannya sama dengan quick count.
foto : suara.com
14 Februari 2024