BANDUNG, PelitaJabar – Dana zakat sebesar Rp 9,8 miliar yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) BAZNAS Provinsi Jawa-Barat, diduga diselewengkan. Selain dianggap tidak tepat sasaran, dana hak fisabilillah – amil juga bertambah.
Menurut sumber PJ yang layak dipercaya, diketahui selama 3 tahun berturut-turut mulai 2021, 2022 dan 2023, disebutkan bahwa Baznas melakukan penyelewengan dengan cara mengalihkan alokasi dana hak fisabilillah untuk masyarakat, menjadi hak fisabilillah untuk amil internal Baznas.
Sumber memaparkan, rincian dana zakat yang dialihkan yakni :
Tahun 2021 : Rp. 2.939.261.343, Tahun 2022 : Rp. 3.898.435.141 dan Tahun 2023 : RP. 3.030.907.621 Sehingga total dana dialihkan selama tiga tahun sejumlah Rp. 9.868.604.105.
Tak hanya itu, Baznas diduga juga melakukan penambahan hak fisabilillah.
Berdasarkan peraturan, penggunaan hak amil dari dana zakat tidak melebihi 1/8 atau 12,5 %. Sementara BAZNAS Provinsi Jawa Barat, hak amil tersebut telah dialokasikan sepanjang tiga tahun terakhir sejumlah Rp.15.229.189.710, sehingga dengan adanya penambahan hak fisabilillah-amil sebesar Rp. 9.868.604.105 menjadikan hak amil secara total berjumlah Rp. 25.097.793.815.
Hal ini menjadikan prosentase total hak amil menjadi 20,54% sepanjang tiga tahun terakhir (2021, 2022 dan 2023) dari penghimpunan dana zakat Rp. 122.197.442.872.
Pengaturan hak amil tercantum pada Keputusan Menteri Agama No 606 Tahun 2020 Bab 3, point 2K, : “Penggunaan hak amil dari dana zakat tidak melebihi 1/8 atau 12,5 % dari total penghimpunan dalam setahun dan tidak terjadi pengambilan hak amil ganda dalam konteks penyaluran;”
Kebijakan mengalihkan dana zakat dari fisabilillah-masyarakat menjadi fisabilillah-amil internal diduga melanggar dan bertentangan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 25 menyebutkan : “Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam”
Pasal 37 : “Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya”
Perbuatan Pimpinan BAZNAS Provinsi Jawa Barat diduga memenuhi unsur UU No 23 Tahun 2011 Pasal 39 menyebutkan : “Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”
Pasal 40 : ”Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Sumber melanjutkan, Pimpinan BAZNAS Provinsi Jawa Barat juga diduga menikmati atas pengalihan dana fisabilillah–masyarakat menjadi fisabilillah–amil dalam bentuk tunjangan kesehatan, perjalanan dinas, asuransi, bonus, beban sewa, perlengkapan SDM dan lainnya.
Kebijakan mengalihkan dana zakat hak fisabilillah-masyarakat menjadi hak fisabilillah-amil internal, selain melanggar peraturan juga melewati batas kelayakan. Selain gaji amil dibayar sesuai UMK untuk amil jabatan terendah, sementara jabatan lebih tinggi di gaji lebih dari UMK bahkan berkali lipat UMK.
Pimpinan BAZNAS Provinsi Jawa Barat pada tahun 2023 diperkirakan mendapatkan gaji/honorarium 30 juta/orang/bulan dari alokasi anggaran Rp.1,8 Miliar setahun dari APBD untuk 5 pimpinan.
Beberapa amil pada posisi tertentu mendapatkan fasilitas mobil dinas yang menjadi beban sewa, selama tiga tahun beban kelengkapan SDM 1,3 Miliar, bonus/THR 1,2 Miliar, beban sewa 900 juta, tunjangan kesehatan 800 juta dan sebagainya.
Tak hanya itu, sumber juga menyebutkan penyelewengan dana covid-19, dimana BAZNAS Jabar diduga melakukan korupsi sebesar Rp 11,7 Miliar.
Salah satunya dugaan tidak tersalurkan dana hibah sebesar Rp 1.010.000.000 (satu miliar sepuluh juta rupiah) dalam bentuk paket kesehatan karena tidak ditemukan proposal dan tidak adanya laporan pertanggungjawaban berdasarkan pemeriksaan audit eksternal.
Ada juga dana hibah tidak tepat sasaran sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta) dan tidak sampai ke penerima manfaat Rp 200.000.000 (dua ratus juta) dengan total Rp 700.000.000 (tujuh ratus juta) melalui lembaga Jabar Quick Response (JQR) berdasarkan hasil pemeriksaan audit eksternal.
Selain itu, dugaan penyuapan dalam bentuk bagi hasil bank/extra giro atas penempatan dana hibah di bank sebesar 11.799.500.000.
Salah satu Inpektorat Jenderal di Kemenag RI yang tidak mau disebutkan namanya, membenarkan bahwa kasus dana hibah covid 2020-2021 bermasalah.
“Memang benar bermasalah, namun setelah ada pergantian pimpinan, masalah ini seakan tenggelam dan hingga saat ini belum tuntas,” sebut sumber saat dihubungi melalui telpon selular,” katanya singkat Kamis (18/07/2024).
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua IV H. Achmad Faisal menilai, semua data tersebut tidak tepat.
Menurutnya, untuk dana fisabilillah, pihaknya menggunakan sesuai ketentuan dan ada fatwa MUI.
“Untuk angkanya saya kurang ingat, bahwa pengolaan dana fisabilillah bisa dilakukan untuk kegiatan operasional ketika dana amil tidak mencukupi, ada dana operasional dan batas kewajaran. Kita gunakan untuk operasional, seperti sosialisasi dan ada prosedurnya juga, tidak serta merta kami gunakan begitu saja. Dan semuanya dalam konteks kewajaran,” beber Achmad saat dikonfirmasi di kantornya Jalan Soekarno Hatta Bandung, Senin (15/07/2024).
Dia melanjutkan, jika terdapat perbedaan tentang keterkaitan syariah, Baznas Jabar berkonsultasi dan meminta fatwa ke MUI Jabar sebagai dewan penasehat. Selain itu, juga bersurat ke BAZNAS RI, karena di ketentuannya harus ada persetujuan BAZNAS RI.
“Jadi dana fisabilillah itu ada yang untuk kegiatan masyarakat, juga ada untuk operasional. Kami tempuh proses itu, setelah itu kami diaudit oleh akuntan publik. Jadi dalam proses KAP atau Kantor Akuntan Publik, pasti ada koreksi-koreksi, artinya laporan keuangan pun akan berubah. Sebelum dan setelah diaudit, berbeda posisi, disitulah proses yang kami lakukan, melalui prosedur yang kami lakukan, dan dari hasil KAP tidak ada persoalan disitu. Satu lagi, fisabilillah yang ditetapkan oleh lembaga, kalau dana amil maksimal 12,5 persen dari zakat. Kalau dari infaq itu maksimal 20 persen. Maka penggunaan dana operasional, boleh digunakan dari dana zakat atau selain zakat seperti infak,” paparnya.
Sedangkan penyimpangan dana hibah Covid-19, dia menyebutkan telah memberhentikan salah satu karyawan BAZNAS pada awal 2023. Dimasa awal memimpin pada 2020, pihaknya melakukan proses perubahan manajemen, diantaranya pengurangan karyawan.
Disebutkan, dari 52 orang karyawan, pihaknya melakukan pengurangan menjadi 42, dimana phk dilakukan melalui seleksi.
“Karena kinerjanya jelek, orang ini kami berhentikan, dan dia tidak terima di phk, maka dia war wer wor kemana mana, sampai kita masuk ke disnaker, hingga sidang PHI pengadilan industrial, sekarang lagi kasasi di MA. Dia menuduh kami, tapi kan tuduhan tersebut harus dibuktikan, hingga kami diaudit, baik dari BAZNAS Pusat dan Inspektorat Daerah, namun tidak terbukti. Keluar suratnya dari irda, bahwa semua tuduhan tersebut terkait dana covid tidak terbukti,” pungkasnya. ***