BANDUNG, PelitaJabar – Fasilitas publik yang terbengkalai di Kota Bandung terus menuai kritikan.
Pengamat Kebijakan Publik Kota Bandung Drs. Tatang Sudrajat, menyayangkan halte bus Trans Metro Bandung (TMB).
Menurut Sekjen Forum Komunikasi Dekan FISIP PTS se Indonesia (FK-DKISIP) ini, Kota berjuluk Paris Van Java, kini disuguhi halte-halte bus dengan ragam desain dan bentuknya yang terbengkalai dan rusak.
‘Sangat disayangkan dan memprihatinkan. Ini kan kepentingan publik, khususnya sebagai pengguna bis kota waktu itu. Menurut saya, yang salah itu saat perumusan program atau pembuatan shelter, bukan berdasarkan analisis dan kepentingan publik sesungguhnya. Atau bisa jadi desain perencanaannya tidak berdasarkan analisis yang komprehensif,’ kata Tatang, Senin 14 November 2022.
Dikatakan, membangun itu sangat gampang, namun memelihara apa yang telah dibangun, itu yang sulit.
‘Kita bisa lihat juga seperti toilet di terminal, banyak vandalisme, coretan. Saya melihat lebih pada kita punya komitemen bersama, untuk merawat sesuatu yang dibangun dengan susah payah, dimana penyediaan anggaran sebagai salah satu faktor implementasi untuk kepentingan publik ini cukup besar. Dimana sebagian orang melihat ini hanya kesia-siaan, padahal tidak sia-sia, tentu ada satu hal bagian penting untuk kepentingan publik,’ tegas Mantan Ketua Dekan Fisip USB YPKP.
Disinggung siapa yang salah, menurutnya kembali berpulang pada desain kontrak pekerjaan tersebut.
‘Jika membahas banyaknya kerusakan atau terbengkalai fasilitas publik, tentu saja dinas atau instansi secara prosedural terkait dengan pekerjaan tersebut. Disini saya melihat, monitoring, evaluasi apa yang telah dilakukan berupa fasilitas yang telah terbangun, tidak konsisten, abai dan kurang perhatian dari dinas atau instansi terkait,’ ucapnya lagi.
Untuk itu, agar kejadian serupa tidak terulang, dirinya melihat dari public policy. Artinya, sebuah kebijakan pemerintah, harus benar-benar secara komprehensif integral, itu diformulasikan dengan baik, akurat dan tepat.
Lalu spa sebenarnya esensi dari kebijakan publik berupa shelter itu, pada titik mana yang harus dibangun, ini yang harus disiapkan secara matang.
‘Solusinya, pemerintah yang punya otoritas, harus segera membenahi atau meninjau ulang keberlanjutan dari hal ini. Sedangkan masyarakat sebagai pengguna, harus juga ikut bertanggung jawab. Jadi public accountability, bukan hanya ditujukan kepada pemerintah, masyarakat harus ikut menjaga, tidak merusak fasilitas umum, sehingga bersama-sama ikut merawatnya,’ pungkas Tatang. ***