BANDUNG, PelitaJabar – Wakil Walikota Bandung H. Yana Mulyana dengan tegas mengatakan Gang Apandi yang menjadi persoalan selama ini untuk sementara di “Status Quo”.
“Persoalan itu tidak akan muncul selama komunikasi dan silaturahmi terjalin, jadi mari kita cari solusi terbaik bersama-sama,” kata Yana saat menerima perwakilan warga RW 08 Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung di ruang rapat Wakil Walikota Pemerintah Kota Bandung akhir pekan lalu.
Dikatakan, dirinya baru mengetahui persoalan ini dan telah melakukan peninjauan lapangan ke Gang Apandi secara langsung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah mendengar penjelasan dari dinas terkait termasuk perwakilan warga dan pemilik lahan, untuk sementara saya nyatakan Gang Apandi dalam posisi Status Quo,” tambahnya.
Pada pertemuan itu dihadiri beberapa perwakilan masing-masing dari Dinas Tata Ruang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bersama Ahli Cagar Budaya, BPN Kota Bandung, Bagian hukum, Kesbang Linmas, Polrestabes Bandung dan Polsek Sumur Bandung serta perwakilan pemilik lahan diwakili pengacaranya.
Dia melanjutkan, Gang tersebut dimanfaatkan sebagaimana mestinya sebagai akses bagi warga.
“Saya berharap pemilik lahan pak Yosafat Winata bisa hadir langsung,” ujarnya.
Perwakilan warga diwakili Ketua RW 08 Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung H. Imam Sadikin meminta Pemkot Bandung tegas.
“Ada yang menguatkan kami, hampir semua perwakilan pemerintah yang memiliki regulasi, menyatakan Gang Apandi merupakan akses pasti yang tidak boleh ditutup. Apalagi Gang Apandi berada di kawasan Braga termasuk bangunan Heritage dan Cagar Budaya yang harus dilindungi pemerintah,” katanya.
Bahkan dirinya pernah mengirim surat ke Dinas Tata Ruang mempertanyakan terkait keberadaan Gang Apandi. Balasannya langsung di tandatangani Kepala Dinas Tata Ruang H. Iskandar Zulkarnain. Dalam surat balasan itu dikatakan Gang Apandi telah digariskan dalam peta garis rencana kota sebagai gang dengan lebar 3 meter yang merupakam akses penghubung pemukiman.
“Pernyataan ini sangat kuat dari Distarum selaku perpanjangan pemerintah,” ucap Imam.
Sebagai perwakilan dari 1000 jiwa dan hidup sejak tahun 1958 di kawasan pemukiman RW 08 Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung, dirinya rela mati sebagai tumbal untuk mempertahankan gang Apandi agar tidak ditutup.
“Semua saya lakukan untuk kepentingan masyarakat dan bukan pribadi,” pungkasnya. Joel