BANDUNG, PelitaJabar – Program Studi S1 Digital Public Relations Telkom University menggelar PR Practitioners’ Talk, membahas ‘FOMO vs JOMO dalam Brand Story Telling di Media Sosial’.
Vanjou Hannes selaku Public Relations Yayasan Taruna Bakti mengungkapkan, FOMO atau Fear of Missing Out merupakan istilah pertama kali dikemukakan oleh Dr. Andrew K. Przybylski pada 2013. Namun istilah FOMO mulai dikenal luas pada 2021.
“FOMO adalah suatu perasaan khawatir bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman berharga, dan dirinya tidak hadir pada situasi tersebut,” kata Vanjou, Selasa 31 Mei 2022.
Menurutnya, JOMO atau Joy of Missing Out adalah perasaan cukup atas apa yang kita miliki dan hidup dengan maksimal di hari ini.
“JOMO ini erat kaitannya dengan berhenti membandingkan diri dengan orang lain dan berkata ‘tidak’ untuk hal-hal yang tidak ingin dilakukan.” tambahnya.
FOMO dan JOMO, banyak digunakan pada brand story telling terutama di media sosial. Penggunaannya untuk menceritakan brand dengan sederhana, menciptakan hubungan baik dengan konsumen, dengan narasi yang unik atau memorable.
‘Posisi FOMO atau JOMO pada brand story telling ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menjadikan hal itu agar tetap viral, menuju viral atau mengembalikan kita menjadi viral,’ pungkasnya. ***