AGUSTUS 76 tahun lalu, negeri ini memproklamirkan kemerdekaannya. Guna mewujudkan cita-cita kemerdekaan, Kementerian Republik Indonesia pun menetapkan beberapa upaya yang dilakukan oleh negara.
Pertama, memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi.
Kedua, menyediakan fasilitas umum yang memadai yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Ketiga menyediakan sarana pendidikan yang memadai dan merata.
Keempat, memberikan biaya pendidikan gratis di seluruh jenjang pendidikan bagi semua warga negara.
Kelima, menyediakan infrastruktur dan transpostasi yang memadai dan menunjang tingkat perekonomian rakyat.
Keenam, menyediakan lapangan kerja.
Ketujuh, berpartisipasi aktif untuk menjaga dan memelihara perdamaian dunia.
Meski sudah 76 tahun merdeka, tapi cita-cita kemerdekaan itu masih sulit dihadirkan. Kepastian hukum tanpa diskriminasi misalnya, masih menjadi ilusi. Hukum masih tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Sebagai contoh, vonis yang dijatuhkan hakim banding di pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas vonis Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Padahal, dalam perkaranya, Pinangki jelas terbukti melakukan tiga perbuatan pidana sekaligus, penyuapan, pencucian uang dan pemufakatan jahat dengan terdakwa dan beberapa pihak lainnya.
Bandingkan dengan vonis hakim 1 bulan penjara yang dijatuhkan pada nenek Minah karena didakwa mencuri tiga buah kakao seharga Rp 2000 untuk dijadikan benih.
Di bidang pendidikan, jangankan memberikan pendidikan gratis, biaya pendidikan justru semakin mahal dan tidak terjangkau. Terutama pendidikan di tingkat menengah dan perguruan tinggi.
Disamping itu, diskriminasi kualitas sekolah berdasar kekuatan modal, sehingga sekolah yang kualitasnya bagus hanya dimiliki oleh sekolah-sekolah bermodal kuat. Biaya pendidikanpun menjadi selangit. Masalah lain, angka putus sekolah juga masih tinggi.
Di bidang infrastruktur, pembangunan infrastruktur memang gencar dilakukan, seperti pembangunan jalan tol, kereta cepat, pelabuhan, bandara. Tapi yang menikmati pembangunan tersebut justru para pembisnis besar untuk kepentingan bisnis mereka, bukan untuk rakyat kecil. Rakyat justru kebagian dampak buruk dari pembangunan infrastruktur itu, misal banjir, penggusuran dll.
Di bidang ekonomi jauh dari kata sejahtera. Kesenjangan masyarakat antara yang kaya dan yang miskin semakin tinggi. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terpuruk dalam kemiskinannya. Data menunjukkan bahwa total kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia sebesar Rp 1.696 triliun.
Fakta-fakta diatas hanyalah sedikit contoh masalah dari sekian banyak masalah yang menggelayuti negeri ini. Upaya perubahan juga sudah dilakukan. Mulai dari Orde Lama ke Orde Baru, dari Orde Baru ke Orde Reformasi, namun terbukti tidak menghasilkan perubahan sebagaimana yang diharapkan.
Pasca Orde Reformasi bukannya kebaikan dan kesejahteraan, sebaliknya politik kita semakin oportunis, ekonomi semakin liberal, tatanan sosial semakin permisif, kehidupan masyarakat semakin individualistis dan hedonis, kesenjangan makin tinggi dan ketidakadilan tetap terjadi.
Pelajarannya, agar perubahan itu betul-betul mewujudkan perubahan hakiki, tidak cukup hanya bermodalkan semangat atau kesadaran akan adanya fakta kedzakiman atau kerusakan semata. Tapi juga diperlukan kesadaran mengenai ke mana perubahan itu harus diarahkan.
Inilah yang disebut sebagai kesadaran ideologis. Rakyat tidak hanya menyadari pentingnya mengganti orang dan sistem yang rusak, tetapi juga memahami bahwa sistem pengganti yang lebih baik dan seharusnya diperjuangkan itu hanyalah sistem yang diturunkan oleh Allah Dzat yang Maha Baik. Itulah sistem Islam.
Rasulullah telah mencontohkan kepada kita bagaimana bagaimana melakukan proses perubahan hakiki. Sejak diutus menjadi Rasul, aktivitas utama beliau adalah dakwah. Mengajak masyarakat agar mau menerapkan aturan Allah SWT dan siap untuk memperjuangkannya.
Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah tidak semata berorientasi pada perubahan individu, tetapi berorientasi pada perubahan sistem. Mengubah sistem politik, sistem hukum, sistem ekonomi dan sistem sosial budaya yang jahiliyyah menuju sistem Islam yang sempurna.
Perubahan tersebut adalah perubahan mendasar, bukan parsial. Hal itu karena kerusakan yang terjadi di Makkah, dimana saat itu realitasnya adalah kerusakan sistemik.
Peristiwa hijrahnya Rasulullah sungguh menggambarkan hakikat perubahan mendasar dan holistik. Rasulullah merubah tatanan masyarakat jahiliyyah menjadi tatanan masyarakat Islam. Islam datang untuk membebaskan manusia dari kesempitan dunia akibat penerapan aturan buatan manusia menuju kelapangan dunia (rahmatan lil ‘alamin) dengan menerapkan aturan Allah.
Karena itu cita-cita kemerdekaan yaitu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran akan terwujud saat syariat Islam diterapkan. Syariat mewajibkan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok individual seluruh warga negara berupa kebutuhan sandang, pangan dan perumahan per individu rakyat. Syariat juga mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan kolektif strategis rakyat yaitu kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis.
Jaminan tersebut pernah dilaksanakan secara nyata oleh para Khalifah pengganti Rasulullah saw. Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak ada seorangpun yang dipandang berhak menerima zakat. Negara membangun perumahan rakyat dan bangunan-bangunan besar yang dilengkapi dengan suplay air, dengan menyediakan 50.000 ekor unta untuk mendistribusikan air ke perumahan-perumahan rakyat.
Di bidang pendidikan, pendidikan diberikan secara gratis. Sarana dan prasarana pendidikan disediakan oleh negara. Standar gaji guru yang mengajar anak-anak pada masa Pemerintahan Umar bin Khattab sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram).
Demikian pun dibidang sains dan teknologi, jaminan keadilan hukum, perlindungan terhadap warga non Muslim, keamanan, persatuan semua terealisasikan dengan gemilang.
Kesuksesan Islam membangun peradaban diakui oleh Carleton : “Peradaban Islam merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adidaya dunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga iklim tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan suku” (Catleton : Technoology, Business, and Our Way of Life : What Next).
Karena itu jika saat ini kita menginginkan perubahan yang membawa kebaikan, tidak ada cara lain selain melakukan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Yaitu melakukan dakwah untuk berpindah dari sistem kapitalis yang rusak menuju sistem Islam. Inilah hijrah menuju perubahan hakiki.
Allah SWT menegaskan dalam firmanNya “Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS al-A’raf ayat 96).
Wallahu a’lam bi showab
foto mediaumat.news