BANDUNG, PelitaJabar – Pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran Bandung, Irvan Afriandi mengungkapkan, ada tiga kategori status terkait Covid-19 yang apabila meninggal dunia harus dilakukan pemulasaraan jenazah sesuai pedoman Kementerian Kesehatan.
“Sesuai pedoman dari Kemkes, terdapat 3 kategori kasus yang diterapkan prosedur pemulasaraan Covid-19. Pertama, orang yang meninggal terkonfirmasi di rumah sakit. Kedua, orang yang meninggal dengan kategori probable di rumah sakit, dan ketiga kontak erat ketika datang ke IGD, ternyata sudah meninggal,” kata Irvan, pekan lalu.
Terkait kasus konfirmasi sudah sangat jelas, ketika meninggal dunia maka pemulasaraan jenazahnya wajib dengan tatalaksana prosedur penanganan Covid-19. Baik itu terkonfirmasi tanpa gejala, dan terlebih ketika sebelum meninggal terdeteksi memiliki gejala.
Untuk kategori probable, Irvan menjelaskan, kasus ini terjadi kepada pasien yang secara klinis menunjukan gejala sehingga diduga terpapar Covid-19. Hanya saja, kondisinya tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel dalam waktu cepat mengingat kondisi gejalanya yang sangat berat.
“Tapi dari tanda klinis kuat diduga mengarah covid, tapi tidak sempat atau tidak bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Gambaran klinisnya sangat mirip dengan Covid-19. Kemudian setelah dirontgen sangat mirip,” jelas Lektor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Unpad ini.
Kondisi kasus probable inilah yang dinilai Irvan menjadi celah terjadinya kesalahpahaman mengenai penanganan pasien yang meninggal sebelum keluar hasil pemeriksaan PCR di laboratorium. Sebab, pasien sudah lebih dulu menunjukan gejala klinis cukup berat yang mengarah pada dugaan terpapar Covid-19.
Irvan melanjutkan, untuk kategori kontak erat yakni terjadi pada orang yang berinteraksi bersama orang yang terkonfirmasi dengan jarak sangat dekat dan sekurang-kurangnya terjadi dalam kurun waktu 15 menit. Kemudian, alat perlindungan diri seperti masker tidak digunakan secara benar atau dari bahan yang kurang mumpuni maka memiliki risiko terpapar.
“Ada orang yang dibawa ke rumah sakit saat datang ke IGD ternyata sudah dalam kondisi ‘death on arrival’ atau meninggal saat dirujuk atau evakuasi ke RS, bisa jadi di jalan atau di rumah,” katanya.
Untuk itu, Irvan mengimbau, apabila terjadi keragu-raguan maka sebaiknya masyarakat memercayakan kepada ahlinya, yakni tenaga kesehatan yang bekerja di bawah sumpah dan dituntut melakukan pekerjaannya sesuai dengan prosedur. ***