BANDUNG, PelitaJabar – Kontraksi ekonomi Jawa Barat (Jabar) mencapai minus 5,90 persen. Angka tersebut berada di atas kontraksi ekonomi nasional, yakni 5,38 persen. Situasi itu menjadi tantangan yang harus segera dijawab oleh semua pemangku kepentingan di Jabar. Sebab, dampaknya dirasakan semua elemen masyarakat.
“Kita sekarang punya Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Jabar yang anggotanya terdiri dari komponen masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan birokrat,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar sekaligus Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Jabar, Setiawan Wangsaatmaja, dalam Dialog Ekonomi bertajuk ‘Peluang dan Tantangan Pemulihan Ekonomi Jabar Akibat Dampak COVID-19 dalam Perspektif Industri Perbankan’.
Satgas Pemulihan Ekonomi Jabar, kata Setiawan, sudah memetakan semua permasalahan ekonomi dan sedang menyusun matriks prioritas.
“Nilai yang kita kembangkan dalam menyusun prioritas ini adalah proaktif, transparan, ilmiah, inovatif, dan kolaboratif. Semoga ini bisa segera kita jalankan,” ucapnya.
Dalam dialog ekonomi tersebut, turut hadir sebagai pengantar Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Jabar Triana Gunawan, dan Chief Economist Bank Indonesia Pribadi Santoso.
Adapun sebagai pembicara dialog ekonomi adalah Pimpinan Wilayah Bank Mandiri Jabar Sulaeman, Pimpinan Wilayah Bank BRI Jabar Agus Suprihanto, Pimpinan Wilayah Bank BNI Jabar Dodi Widjajanto, dan Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan, mengatakan, pemerintah menyadari bakal adanya kontraksi ekonomi, sehingga biaya penanganan COVID-19 diperbesar. Hanya saja, kata ia, ada kelambanan serapan dalam pelaksanaannya. Saat ini, serapan baru 29,82 persen atau setara Rp366,83 triliun.
“Supaya triwulan ketiga kita bisa pulih, banyak program yang segera direalisasikan, salah satunya hibah bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Ini akan kita berikan asalkan by name by address-nya lengkap,” kata Rully.
Kepala OJK Jabar Triana Gunawan menyatakan, kontraksi ekonomi berpengaruh pada sektor perbankan. Pembiayaan perbankan melandai karena pandemi COVID-19. Maka itu, OJK memberikan keleluasaan jasa keuangan untuk merelaksasi atau restrukturisasi kredit. Tujuannya memperkuat dunia usaha dan menyehatkan bank. Jika relaksasi tidak dilakukan, Non Performing Loan (NPL) bank dikhawatirkan akan tinggi, sehingga bank tidak sehat.
“Menurut catatan OJK, sudah 2,26 juta debitur yang direstrukturisasi oleh perbankan di Jabar. Nilai sekitar Rp131 triliun. Subsidi bunga yang memang agak seret karena secara teknis agak ribet, walaupun tetap diusahakan. Di Jabar, ada pengajuan sebanyak 102 ribuan rekening untuk subsidi bunga,” ucap Triana.
Chief Economist Bank Indonesia Pribadi Santoso melaporkan, terdapat sejumlah sektor ekonomi Jabar yang mengalami pertumbuhan di tengah pandemi COVID-19, seperti telekomunikasi dan pertanian. Namun, telekomunikasi dan pertanian bukan sektor yang menjadi trigger pertumbuhan. Rls