GARUT, PelitaJabar – Fakta baru terkuak di sidang kasus korupsi Bank Intan Jabar (BiJ) Kabupaten Garut di Pengadilan Tipikor. Dimana dugaan korupsi aliran dana bagi bagi upeti “Imreng” kepada sejumlah pejabat Pemkab Garut atas kesaksian salah satu pegawai BIJ berinisial At dihadapan Majelis Hakim.
Pengakuan saksi menyatakan aliran dana dibagikan kepada sejumlah pejabat termasuk pimpinan dan anggota DPRD Garut bervariatif untuk memuluskan anggaran penyertaan modal yang diberikan kepada pihak BIJ.
Atas perintah atasannya berinisial D, mantan direktur utama, saksi memberikan uang tersebut berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 50 juta kepada pejabat di Pemkab.
Bahkan lebih dari Rp. 100 juta kepada oknum pimpinan dan anggota DPRD Garut.
PJ melakukan penelusuran mengungkap fakta terhadap aliran dana korupsi Imreng di ditubuh BIJ.
Dari keterangan yang berhasil dihimpun, mantan ajudan Bupati Garut berinisial An mengaku tidak tahu menahu soal aliran bagi bagi uang Imreng seperti yang dituduhkan sebesar Rp. 50 juta.
Namun An mengaku jika dia pernah menerima uang dari petinggi BIJ hanya sebatas uang rokok atau bensin.
“Saya ga tau itu uang imreng terlebih menerima Rp 50 juta dari salah satu pegawai BIJ, tapi untuk uang rokok atau lainnya sih pernah menerima. Saya kan tidak memiliki kebijakan menerima uang sampai Rp. 50 juta, mas tau sendiri saya pegawai biasa,” kilahnya.
An juga bersikukuh, dirinya tidak pernah bertemu dengan inisial At selaku pegawai BIJ.
Saat ditanya kedekatan dengan pejabat mantan direktur BIJ berinisial D yang sering ke pendopo menemui Bupati Garut saat itu, ia pun beralasan hal itu mungkin karena urusan dinas saja.
Lain lagi pengakuan Kabid Aset, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Garut, Asep Herdiana. Phaknya mengakui menerima aliran dana sebesar Rp 10 juta dari Direksi BIJ berinisial D.
“Saya sebelumnya sempat menanyakan kepada D, uang ini untuk apa.? Secara pribadi atau dari BIJ.
Lalu D menjawab bahwa itu uang pribadi sebagai tanda terimakasih telah menyelesaikan segala berkas dalam penyertaan modal yang diberikan kepada pihak BIJ.
Lalu, sebelum menerima uang itu dirinya sempat konfirmasi langsung ke petinggi BIJ menanyakan ihwal jika itu secara pribadi bukan atas nama kabid Aset.
“Uang ini hanya sebagai uang lelah saja secara pribadi, makanya saya terima dari pak Dani langsung,” tandasnya.
Penelusuran lain informasi yang diterima, aliran dana bancakan uang “Imreng,” justru keterlibatan pejabat setingkat Asisten daerah (Asda), Bagian Hukum, Bagian Ekonomi dilingkungan Setda, hingga menggurita dikalangan oknum pimpinan dan anggota dewan.
Beberapa nama anggota dewan yang diduga mendapatkan aliran dana Imreng memilih diam bahkan selalu menghindar awak media.
Menanggapi kasus tersebut, Asep Nurjama selaku Ketua Forum Pemuda Peduli Garut (FPPG) mendesak Aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat untuk melakukan pemanggilan para pejabat yang diduga menerima aliran dana tersebut.
Pihaknya terus mengawal dugaan korupsi menggurita dengan kerugian hampir Rp. 125 milyar ini, tdak hanya menetapkan lima tersangka yang kini tengah disidangkan.
“Kejati harus bisa menyeret aktor intelektualnya baik di jajaran Direksi maupun Dewan Komisaris . Tidak menutup kemungkinan juga mantan Bupati Garut untuk dimintai keterangan di hadapan majelis Hakin Pengadilan Tipikor,” tegas Asep, melalui sambungan telp selulernya, Sabtu 22 September 2024.
Ditegaskan, jajaran Direksi sebagai penanggung jawab manajemen atau operasional perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi di Bank BIJ Garut.
“Idealnya para direksi ini diperiksa atau dipanggil ke persidangan agar kasus ini segera terungkap siapa sebenarnya aktor intelektualnya,” pungkasnya. Jang