GARUT, PelitaJabar – Ribuan petani di beberapa wilayah di Kabupaten Garut, mengeluhkan pasokan pupuk subsidi diduga adanya permainan dari para pengusaha distributor pupuk. Bahkan di beberapa wilayah, terjadi kelangkaan pupuk subsidi dari pemerintah pusat.
Berbagai kalangan menilai, kelangkaan serta terbatasnya pupuk subsidi yang terjadi di kabupaten Garut akibat lemahnya pengawasan dari Tim Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dibentuk oleh Bupati.
Lantas apa sebenarnya yang terjadi di balik kelangkaan pupuk bersubsidi ini? Termasuk harga pupuknya melebihi HET yang telah ditetapkan…?
Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi beberapa hari lalu di tengah kunjungan kerjanya di Kabupaten Bandung mengungkapkan, krisis pangan diakibatkan stok pupuk yang terbatas.
Menyikapi hal itu, Yogi Iskandar, Ketua DPD Pemuda Nasionalis Kab. Garut terus menyoroti kelangkaan pupuk subsidi di Kabupaten Garut. Menurutnya, berdasar pada fakta di lapangan, tidak hanya terjadi di Kabupaten Garut saja akan tetapi di Kabupaten Bandung dan Kabupaten lain di Jawa Barat.
‘Bahwa apa yang terjadi hari ini di Kab. Garut terkait kelangkaan pupuk bersubsidi ini harus dilihat dari berbagai sisi. Selain adanya dugaan permainan dari para pengusaha distributor pupuk. Ada sisi lain yang melibatkan unsur tertentu yang seharusnya menjadi perhatian publik yang selama ini luput, bahkan sama sekali tidak tersentuh pengawasan,’ paparnya saat ditemui di kediamannya, Jumat 17 Maret 2023.
Yogi menuding lemahnya sisi pengawasan dari distribusi pupuk bersubsidi selama ini kewenangannya ada di KP3 atau Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida.
Salah satu contoh di Garut. Kegaduhan terkait isu pupuk bersubsidi ini sudah terjadi dari tahun ke tahun. Namun faktanya tidak dapat terselesaikan.
‘Karena ya memang peran dan fungsi KP3 ini sangat lemah dalam pengawasan, saya pikir tidak berjalan sama sekali alias mandul,’ ucapnya.
Lebih jauh, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pendistribusian pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Bupati. Dimana tugas utamanya adalah melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pupuk dan pestisida yang meliputi pengadaan, peredaran, penggunaan, mutu, harga, jumlah, penyimpanan, penyaluran.
Namun kenyataannya, justru kinerja lembaga ini masih lemah pengawasannya karena masih terjadi permasalahan dilapangan yang berdampak langsung terhadap petani. Seperti penerima pupuk tidak tepat sasaran, harga yang diterima petani diatas ketentuan harga eceran tertinggi (HET).
‘Saya mendesak pihak APH untuk secepatnya memanggil para SKPD yang terlibat yang tergabung dalam KP3 karena bila pengawasan dijalan kan dengan baik kelangkaan pupuk tidak mungkin terjadi,’ pungkas Yogi. Jang