ANAK merupakan anugerah terindah dari sang Maha Pencipta untuk kedua orangtuanya. Dimata Ayah dan Ibu, kehadiran anak-anak senantiasa menjadi penyejuk mata dan obat mujarab dikala rasa lelah melanda.
Namun sayangnya, fakta saat ini menunjukan anak-anak terancam dengan aksi kriminalitas, baik itu perdagangan anak hingga kejahatan seksual. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi para orangtua.
Di Jawa Barat sendiri, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) mencatat hal serupa. Sungguh miris, kasus kekerasan kepada anak khususnya yang menyangkut kejahatan seksual naik signifikan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Manajer Program LPA Jabar Dianawati menuturkan, selama 2021 angka kasus kekerasan pada anak meningkat. Pada Minggu ketiga Oktober 2021, jumlah pelaporan anak yang mendapat pelecehan seksual mencapai 14 orang.
Kemudian ada 2 kasus penelantaran, 1 kasus sodomi, 2 kekerasan fisik, dan 2 kekerasan psikis.(IDN Times, 29/10/21)
Menurutnya, latar belakang kasus kekerasan diantaranya pola asuh orang tua dan kondisi ekonomi.
Selain itu, persoalan lamanya korban melapor kejadian, hingga penanganan di kepolisian yang sekarang terlalu panjang.
Dari latar belakang tersebut, memicu intensitas kekerasan pada anak.
Seperti kita ketahui, anak-anak sangat rentan mengalami tindak kejahatan. Upaya yang dilakukan para pemangku kebijakan pun tampaknya hingga kini belum membuahkan hasil memuaskan.
Lalu, Bagaimana solusi mendasar dan integral dari sistem Islam?
Pertama, Akidah
Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mendorong setiap individu warga negara untuk taat terhadap aturan Allah SWT. Negara juga mengharuskan penanaman akidah Islam pada diri setiap individu melalui pendidikan formal maupun nonformal melalui beragam sarana dan institusi yang dimiliki negara.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
‘Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya,’ (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, Ekonomi
Sistem ekonomi Islam mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai dan layak, serta mendorong para kepala keluarga (ayah) untuk dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya.
Imam Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan, di Kota Madinah ada tiga guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khaththab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas).
Dari riwayat tersebut, dapat diketahui bahwa pemimpin negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, Dengan demikian, tidak akan ada anak yang telantar ataupun orang tua yang stres karena tuntutan ekonomi yang sering memicu munculnya kekerasan anak oleh orang tua.
Efek lain dari pengaturan sistem ekonomi ini akan mampu mengembalikan fungsi perempuan dan ibu sebagai ummu warabatul bait dan madrasatul ula bagi generasi. Yaitu mengurus rumah tangga, juga mengasuh, menjaga, dan mendidik anak-anaknya.
Ketiga, Sosial
Dalam sistem sosial Islam, negara wajib menerapkan sistem sosial yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai ketentuan syariat.
Laki-laki maupun perempuan wajib menjaga/ menutup auratnya, tidak boleh berdua-duaan dengan nonmahram (khalwat) ataupun campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan syar’i (ikhtilat), serta menjaga pandangannya (gadhul bashar).
Sebagaimana firman Allah SWT:
‘Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) tampak pada diri mereka’ (QS an-Nur [24]: 31).
Setiap individu juga dilarang melakukan pornoaksi atau pornografi sehingga terhindar dari naluri seksual yang tak terkendali, yang mengancam anak dari pencabulan, kekerasan, atau kejahatan seksual.
Selain itu, negara juga akan menutup semua mata rantai penyebaran situs-situs porno di berbagai media yang akan mampu menimbulkan syahwat yang liar.
Keempat,Hukum
Negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak, baik fisik maupun seksual. Di mana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku.
Rasulullah saw. bersabda :
‘Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin), maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam.’ (HR Muslim)
Secara komprehensif, sistem Islam akan menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan terhadap anak dari berbagai faktor pemicu kekerasan terhadap anak, mengunci pintu munculnya kekerasan anak, memberikan hak anak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasi.
Semua itu pun terlaksana dalam suasana keimanan dan ketakwaan Allah SWT.
Wallahualam