MAJALAYA, kota di kabupaten Bandung ini, dulu pernah menjadi kota Petro Dollar. Industri tekstilnya telah dikenal sebagai produsen pakaian-pakaian berkualitas dan di ekspor ke luar negeri.
Di Tahun 1950 an hinggan 1960 an industri tekstil lokal menguasai sebagian pasar domestik. Majalaya menyumbang 40 persen dari total produksi tekstil Indonesia. Pencapaian itu menyebabkan kota Majalaya disebut sebagai Kota Dollar. Dan tahun-tahun tersebut merupakan masa keemasannya.
Namun seiring dengan dikeluarkannya UU No.l tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN), sejak saat itu, modal luar negeri memasuki Majalaya secara masif.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha tekstil Cina, baik dalam manajemen, marketing, penguasaan pasar, maupun permodalan, banyak pabrik-pabrik lokal di Majalaya dijual kepada pemodal asing. Akhirnya hanya tersisa 11 % dari perusahaan tenun yang dimiliki dan dikontrol langsung oleh pebisnis lokal. (Rifai Shodiq Fathoni, 2019).
Kondisi ini semakin parah sejak Indonesia menjalin hubungan dagang dengan Cina melalui ACFTA pada tahun 2004. ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) digadang akan memberi peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN.
Namun setelah penandatangan ACFTA ini yang terjadi justru mengakibatkan banyak kelompok usaha kecil, menengah maupun besar gulung tikar karena membanjirnya produk Cina dengan harga murah. Pengusaha lokal tidak sanggup bersaing dengan produk Cina.
Serbuan produk tekstil Tiongkok juga menyebabkan Industri Kecil Menengah (IKM) Tekstil Majalaya mengalami kesulitan dalam memasarkan barang akibat kalah saing dengan produk tekstil Tiongkok itu yang jauh lebih murah.
Pandemi Covid 19 yang terjadi sejak awal 2020 juga memperparah kondisi tekstil Majalaya. Ketua Paguyuban IKM Tekstil Majalaya Aep Hendar mengatakan “Banyak IKM tekstil di Majalaya hampir gulung tikar karena tidak mampu bertahan” (AYOBANDUNG.COM)
Meninjau ulang Pasar bebas dan Investasi
Pasar bebas dan investasi adalah konsep yang lahir dari ekonomi kapitalis. Pasa bebas dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Namun dalam prakteknya pasar bebas tak lebih sebagai alat penjajahan ekonomi oleh negara-negara kuat. Pasar bebas mensyaratkan lepasnya campur tangan negara dalam perdagangan, menghilangkan hambatan pasar dan investasi.
Hal ini tentu menguntungkan negara –negara maju yang telah memiliki fondasi ekonomi kuat. Sementara negara-negara berkembang seperti Indonesia yang belum memiliki fondasi ekonomi kuat justru hanya menjadi pangsa pasar bagi negara maju.
Pasar bebas menyebabkan produk dalam negeri kalah saing dengan masuknya barang-barang luar negeri yang lebih murah dan berkualitas. Salah satu dampak pasar bebas ini adalah bangkrutnya banyak pabrik tekstil lokal di Majalaya karena tak mampu bersaing dengan produk-produk dari luar.
Demikian pula dengan investasi. Salah satu teori ekonomi pembangunan yang sampai sekarang masih digunakan adalah teori investasi Harrod-Domar. Harrod 1993 pada Economic-Journal dan Domar ti tahun 1947 dalam jurnal America Economic Review. Dalam teori ini dikatakan bahwa investasi berpengaruh baik terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menurut teori ini masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah penambahan investasi modal. Kehadiran investor asing sangat berarti bagi pembangunan suatu negeri. Karena dapat mendorong pula kegiatan ekonomi negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa.
Teori mengatakan demikian. Dalam prakteknya investasi ala kapitalis menjadi alat penjajahan gaya baru yang paling mematikan. Hal ini disebabkan konstelasi negara-negara super makmur di dunia mendominasi modal, pasar dan manfaat ekonomi. Adapun negara-negara berkembang semakin terjebak dalam permainan kapitalisme global. Kian terpuruk akibat eksploitasi negara makmur yang dikuasai pemilik modal.Globalisasi diciptakan untuk memperluas dominasi negara maju. Sebagai bukti, harta 2.153 orang terkaya di dunia setara dengan 4,6 milyar penduduk dunia.
Dari paparan diatas bisa disimpulkan bahwa pasar bebas dan ivestasi memiliki andil besar penyebab gulung tikarnya banyak pabrik tekstil Majalaya.
Mengembalikan Kejayaan Tekstil Majalaya
Kejayaan industri sebuah negara yang akan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bisa diwujudkan dengan sistem ekonomi yang tepat. Sistem ekonomi yang dapat membangun kemandirian negara sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam negeri dan sektor ekonomi lainnya.
Sistem tersebut tidak lain adalah sistem ekonomi Islam. Dalam memperkuat industri tekstil dalam negeri misalnya, negara akan meningkatkan produksi bahan bahan yang diperlukan untuk membuat pakaian seperti kapas, wool, pohon rami, sutra dan lain-lain.
Negara akan menyediakan modal dan pinjaman tanpa bunga bagi yang tidak mampu untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan industri demi meningkatkan perekonomian dalam negeri. Negara berusaha keras untuk tidak melakukan hutang dan penarikan investasi luar negeri.
Penyadiaan modal tersebut sangat dimungkinkan karena sistem ekonomi islam mengatur soal kepemilikan secara rinci baik kepemilikan individu, kepemilikan negara maupun kepemilikan umum. Dengan pengaturan kepemilikan ini negara memiliki sumber pendanaan yang cukup besar untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya tanpa harus berhutang atau menarik investasi dari luar.
Industri tekstil akan tumbuh dengan baik, jika sarana dan prasarana yang mendukung tumbuhnya industri tersedia secara memadai. Sarana dan prasarana meliputi tersedianya bahan baku, jaminan harga yang wajar dan menguntungkan, berjalannya mekanisme pasar secara transparan dan tidak ada distorsi yang disebabkan kebijakan yang memihak. Penyediaan sarana prasarana itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara.
Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang sehingga betul-betul bisa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Ekspor bahan mentah dibatasi. Sebaliknya ekspor barang-barang hasil pengolahan yang lebih memiliki nilai tambah harus terus ditingkatkan selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sebaliknya impor barang-barang yang bisa mengancam industri dalam negeri harus dibatasi. Impor seharusnya hanya terbatas pada barang-barang yang bisa memperkuat industri dalam negeri. Semua itu dilakukan antara lain dalam rangka melindungi berbagai kepentingan masyarakat. Sebab kewajiban negaralah untuk menjadi pelindung bagi rakyatnya.
Sistem ekonomi Islam pernah diterapkan oleh negara dan berhasil mengembangkan industri yang maju dan berjaya. Dalam lintasan sejarah, industri tekstil termasuk industri pelopor pada masa Islam. Ini wajar karena menutup aurat adalah kewajiban sekaligus kebutuhan dasar masyarakat.
Kapas dikenal di India dan Mesir kuno, tetapi baru setelah kedatangan Islam kapas menjadi bahan baku tekstil yang penting. Salah satu hasil revolusi pertanian Muslim adalah penyebaran tanaman kapas ke seluruh wilayah Islam, ke Timur maupun Barat.
Umat Islam jugalah yang memperkenalkan industri tekstil kapas ke Spanyol di abad-2 M (abad-8 H). Di sini tanaman kapas tumbuh subur sebelum menyebar ke Prancis abad-12 M, ke Belgia abad-13 M, ke Jerman abad-14 M dan ke Inggris seabad kemudian. Dia juga menjadi faktor utama revolusi industri tiga abad belakangan.
Industri sutera dibawa dari Cina sebelum zaman Islam. Namun di masa Islamlah pabrikasi sutera menjadi hal penting sehingga akhirnya “sutera Islam” menggantikan sutera Byzantium di pasaran Eropa dan mendominasi hingga abad-13 M.
Sutera tetap menjadi komoditas ekspor terpenting masyarakat Islam ke Barat hingga abad-19 M. Sutera-sutera ini bertuliskan Arab setidaknya untuk menunjukkan tempat dan tahun pembuatan. Tak heran, hingga kini masih ada kain penutup dari sutera di berbagai gereja di Barat yang bertemakan penggalan kalimat syahadat Islam.
Banyak profesi terkait dengan industri tekstil. Mulai dari saudagar penjual pakaian baru, pedagang pakaian bekas dan kain lap, pedagang sutera dan benang, pengelantang, pengempa, pencelup, pemintal dan berbagai pengrajin lain. Seorang muhtasib bertugas mengawasi mutu dan pelaksanaan peraturan-peraturan pemerintah, sehingga seluruh profesi ini berhasil menyediakan tekstil yang bermutu tinggi dan sesuai selera konsumen. (Fahmi Amhar, 2013)
Hanya dengan mengambil sistem ekonomi Islam, bangkrutnya ribuan industri bisa dihindari. Industri akan berkembang serta menghasilkan produk berkualitas yang memiliki daya saing di pasaran internasional. Rakyat sejahtera, martabat dan kewibawaan negara terjaga. Hanya saja penerapan sistem ekonomi islam tidak bisa dipisahkan dengan penerapan sistem politik Islam yang menyatu dalam Dulah Islam.