KEKERASAN dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat seperti jamur di musim penghujan, subur mewarnai keluarga.
Bukan kali ini saja KDRT yang menelan korban. Seorang perempuan bernama Sarah, meninggal di Cianjur Jawa Barat kembali mencuat.
Dari kasus tersebut, muncul berbagai reaksi dari masyarakat terutama Atalia Ridwan Kamil.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia merespon dengan pembentukan satgas KDRT. Tujuan agar kasus Sarah tidak terulang lagi dan melindungi perempuan dari kekerasan. (Detik.com 25/11/21)
Kasus KDRT pada tahun 2020 saja mencapai angka yang Fantastis yaitu 300 kasus. Itu yang terlapor, kemungkinan masih banyak di luaran sana yang tidak melaporkannya dan tidak terekpos media.
Bila kita melihat fakta, kasus KDRT dilatar belakangi oleh ekonomi. Masalah ekonomi menjadi hal krusial dalam sebuah keluarga. Jika semua kebutuhan tercukupi, sandang, papan dan pangan, tentunya kehidupan keluarga akan berjalan harmonis.
Namun ketika kebutuhan tidak tercukupi, memicu stres dalam keluarga, bahkan sang istri pun akan pusing karena memikirkan kebutuhan hidup yang serba mahal.
Belum lagi kebutuhan anak-anak dan lainnya. Sementara suami sebagai kepala keluarga tidak bisa memberikan penghasilan, karena sulitnya mencari pekerjaan.
Terjadinya kekerasan terhadap perempuan disebabkan oleh sistem kehidupan yang keliru.
Lihat saja sistem ekonomi saat ini yang gagal membuat para laki-laki mendapatkan pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga menjadi wajar memaksa perempuan untuk turut bekerja membantu suami. Malah disuatu daerah tertentu, banyak perempuan yang tidak memiliki skill bekerja menjadi TKW diluar negeri.
Selain itu sistem pendidikannya berorientasi pada pasar yang lebih memilih pekerja perempuan dari pada pekerja laki-laki. Belum lagi pemahaman agama yang sangat kurang terutama Islam. Karena dalam agama Islam mengatur peran masing-masing dalam keluarga seperti peran suami yang diwajibkan mencari nafkah.
Maka menjadi suatu hal yang wajar dalam sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan (sekuler) peran agama dijauhkan bahkan dihilangkan dari masyarakat.
Ini membuktikan sistem kapitalisme telah gagal menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan, membuka lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan pendidikan yang berorintasi membentuk kepribadian yang tidak sesuai syariat.
Juga sistem hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan Sunnah tetapi bersumber pada akal manusia yang terbatas. Maka solusi dari kekerasan terhadap perempuan tak cukup hanya dengan pembentukan satgas KDRT jika masalah pemicunya yaitu ekonomi tidak dituntaskan terlebih dahulu.
Lain sistem lain juga aturan yang ditawarkan begitu juga dengan aturan yang ditawarkan oleh syariat Islam.
Islam adalah agama yang tak hanya mengatur perkara ibadah saja, namun menjalani kehidupan pun diatur oleh Nya, termasuk menjaga perempuan dari kasus KDRT.
Semua yang berurusan dengan rakyat tak bisa lepas dari peran negara. Karena negara yang bertanggungjawab atas keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan rakyatnya.
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Maka solusi yang ditawarkan oleh Islam, pertama menuntaskan dulu pemicu kekerasan tersebut, salah satunya ekonomi.
Negara akan menyiapkan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi para laki-laki (suami) dan mengkondisikan para laki-laki bisa menjalankan kewajibannya sebagai tulang punggung keluarga.
Sehingga para perempuan (istri) tidak stres memikirkan kebutuhan hidup begitu pun para laki-laki tidak mendapatkan tekanan karena istri menuntut pemenuhan kebutuhan yang tak kunjung dipenuhi.
Ketika semua kebutuhan pokok terpenuhi pemicu terjadinya kekerasan pun bisa dihindari.
Tidak akan ada yang namanya KDRT berlatar ekonomi. Negara dalam sistem Islam telah mengkondisikan semuanya mulai dari ekonomi, keselamatan perempuan dan kesejahteraannya.
Karena negara punya tanggungjawab untuk mengurusi semua kebutuhan rakyatnya termasuk menjaga perempuan dari segala bentuk kekerasan.***
Wallahualam