GARUT, PelitaJabar – Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Sesmendukbangga) Budi Setyono mendorong Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana (Diklat KKB) harus mampu beradaptasi dengan perubahan dari lembaga pemerintah nonkementerian menjadi kementerian.
“Kita harus berubah, menyadari akan adanya perubahan lembaga kita dari badan menjadi kementerian. Berubahnya dalam konteks yang mana? Kita sudah melihat kejadian-kejadian terakhir dari sudut pandang kependudukan,” kata Budi kepada pengelola Balai Diklat KKB se-Indonesia di Balai Diklat KKB Garut, Jalan Rumah Sakit, Garut, Jumat 16 Mei 2025.
Dia mencintihkan daerah yang tidak pernah mengalami banjir, kini tiba-tiba banjir.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Soal sampah di kota-kota besar, waktu tempuh perjalanan yang dulu relatif singkat kini disergap kemacetan.
“Mungkin 10 tahun yang lalu itu Garut masih dingin. Sekarang cukup panas. Atau, sampah Kota Bandung dulu masih terkendali. Sekarang menjadi masalah utama. Kalau dahulu kita itu bisa bepergian dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu 30 menit, sekarang mungkin butuh tiga jam karena macet di mana-mana,” beber Budi.
Dari kaca mata kependudukan, itu sebenarnya berkaitan dengan over population.
“Over population itu bukan hanya berkaitan dengan jumlahnya populasi kita, melainkan berkaitan dengan ketidakmampuan kita mengantisipasi jumlah penduduk yang lahir beyond the capacity of the government atau juga natural resources. Kita lihat misalnya sawah-sawah jadi hilang, jadi menggangu ketahanan pangan, dan seterusnya,” sambung Budi.
Sejumlah masalah tersebut muncul karena pemerintah tidak pernah menghitung secara kalkulatif.
“Wajar jika kemudian banyak kejadian yang muncuk tanpa terprediksi sebelumnya atau situasi yang tiba-tiba muncul di luar dugaan seperti banjir bandang,” imbuhnya.
Guru besar bidang ilmu pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip) ini melanjutkan, masalah itu bermuara pada kependudukan.
“Nah, kalau satu daerah itu muncul tambahan penduduk katakanlah 20 ribu, berarti daerah itu harus bisa menyiapkan dua puskesmas,” ujarnya.
Konsekuensi bagi Balai Diklat adalah harus mampu meningkatkan skill.
“Balai Diklat harus memiliki kapasitas menjadikan tenaga lini lapangan, mulai di training tentang pendidikan dan perencanaan pembangunan berbasis perpendudukkan. Kita harus mampu melatih kepala desa, mahasiswa, dosen, termasuk wartawan,” pungkasnya. ***