BERADA ditengah anggota kesatuan, tentu saja membuat hati menjadi tenang dan bahagia. Apalagi saat tugas operasi, suka dan duka dirasakan bersama-sama.
Hal inilah yang dialami Brigjen TNI. Dr. Rachmat Setiawibawa S. Ip. M.M,M. Tr (Han), Kepala Dinas Sejarah (Kadisjarah) Angkatan Darat.
Pria kelahiran Bandung 29 Januari 1968 ini mengisahkan, suka duka menjadi seorang prajurit. Terlebih ketika menjadi Komandan Peleton (Danton) Yon Zipur 1/DD Kodam 1/BB Medan Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kesannya waktu itu, sebagai anak muda yang penuh gairah, kreatif, memimpin anggota yang pada umumnya lebih tua dari kita. Dengan berbagai karakter , Kita dituntut untuk menjadi seorang Pemimpin yang tepat, penuh kedewasaan dan pengertian,” kata suami Ir. Ivi Mirriam mengawali pembicaraan dengan Pelita Jabar saat ditemui dikantornya Jalan Belitung Bandung Jumat (05/02/2021).
Jenderal bintang satu ini melanjutkan, pada saat itu sekitar tahun 1991, sebagai Pemimpin di tingkat Peleton memberikan kesan tersendiri. Dari berbagai pengalaman yang ada, saya melihat bahwa kunci keberhasilan dalam memimpin, selain kemampuan dan kompetensi, kita harus bisa memberikan contoh yang baik bagi anggota, apa yang diucapkan kepada anggota, itu yang kita lakukan.
“Sayangi mereka apapun itu pangkatnya, karena tanpa dukungan anggota, kami tidak ada apa apanya dan bukan siapa siapa. Pangkat dan Jabatan tidak akan selamanya kita miliki,” papar bapak tiga putri ini.
Alumni Akmil 1990 ini menceritakan, semua tugas yang dipikulnya, dijalani dengan baik. Termasuk saat tugas Operasi di Nanggroe Aceh Darussalam.
“Saat tugas operasi di Aceh Utara tahun 1992 sd 1993 dan 1997 sd 2000 serta tahun 2001 sd 2003, suka dan duka kami lalui bersama, disitulah saya merasakan hidup dan kebersamaan dengan anggota,” tambah Kadisjarah.
Disinggung awal mula tertarik dengan militer, mantan Dandenpamins Group B Paspampres ini mengisahkan, ketika itu sang Ayah mengajaknya melihat anak temannya (rekan kerja di Perkebunan) dilantik di Kawah Candradimuka Magelang menjadi Prajurit Taruna yang saat ini beliau menyandang Pangkat Pati Bintang 3 di Sesko TNI.
“Waktu itu keluarga saya hidup di Perkebunan PTP XIII. Dari mulai Perkebunan Karet di Bagjanegara Tasik Malaya, Perkebunan Karet dan Coklat di Batulawang Ciamis dan Perkebunan Teh di Papandayan yang jauh dari perkotaan. Saya tidak paham apa itu Kodim, Koramil apalagi Batayon. Ketika itulah, saya baru tahu taruna, adalah sosok pemuda-pemuda yang gagah berani dan berdisiplin,” tambah pria yang hobby olahraga Tennis Lapangan, Renang dan Gym ini.
Usai lulus SMA tahun 1986, pria yang asik diajak ngobrol ini masuk tentara, mengikuti tes di Ajendam Bandung. Ceritanya ketika mendaftar berempat bersama teman SMA, termasuk sepupunya, dari empat orang itu, satu masuk Akmil, satu AAL, dan satu AAU.
“Hanya saya satu satunya yang gagal. Begitulah garis tangan kalau sudah Allah menghendaki, tidak ada yang bisa ditolak. Namun Alhamdulilah, Allah memberikan jalan lain sehingga saya diberi kesempatan pada tahun yang sama untuk Kuliah di Unpad Bandung mengambil Fakultas Pertanian. Setahun berjalan, tahun 1987 mencoba kembali daftar masuk Taruna dan diterima menjadi Prajurit Taruna di Kecabangan Zeni. Alhamdulilah saat ini, seluruh Pendidikan Militer dari Seskoad sampai dengan Lemhannas sudah dilalui dan begitu pula seluruh pendidikan Umum mulai dari S-1 sampai S-3 sudah pula diraih dengan hasil yang cukup menggembirakan,” terang anak dari H. Cecep Suparman dan Hj. Ioh Sudioh ini lagi.
Walau demikian, dirinya memandang Pangkat dan Jabatan itu semua hanyalah amanah dari Allah Swt yang harus dipertanggung jawabkan nantinya.
Saat ini, pria yang pernah bertugas VVIP di Paspampres sejak tahun 2005 hingga 2009 dengan berbagai kesempatan Penugasan Pengamanan VVIP di Malaysia, Jepang, Tiongkok dan Saudi Arabia, memiliki cita-cita mulia yang tentunya patut didukung, yakni mengembangkan Pendidikan di Kampungnya Cianjur pembangunan sekolah dan pesantren.
Berbekal sebidang lahan dan niat yang tulus, sejak beberapa tahun lalu, bapak dari Annisa Ira Setiaputri, Maharani Dewanti Setiaputri dan Aisyah Alfia Anjeli Setiaputri ini, membangun sekolah berupa Pesantren Tahfiz Quran dan sekolah Alam mulai dari tingkat TK, SD dan PKBM dengan harapan bisa berkontribusi bagi Pemerintah dan membantu anak-anak Yatim Piatu.
“Idenya spontan. Kebetulan saya punya anak tiga perempuan dan disisi lain basic agama saya masih terbatas, sehingga timbul keinginan yang kuat dari keluarga kami membekali pendidikan agama mereka secara baik. Maka seluruhnya saya sekolahkan ke pesantren. Awalnya memang cukup berat harus berpisah sama mereka yang baru lulus SD, namun saya menguatkan diri saya walau hati kecil kadang menangis berpisah dengan mereka, apalagi ibunya, tapi saya paksa, dan alhamdulillah berhasil melalui masa -masa sulit mulai anak pertama sampai ke tiga,” katanya.
Lulus dari Pesantren Darunnajah, keluarga bersepakat mengarahkan anak-anaknya untuk menghapal Alquran.
“Alhamdulillah mereka mau menuruti keinginan orangtuanya, dari situlah muncul Inspirasi untuk mendirikan Pondok Tahfidz Quran,” kenang Rahmat.
Satu lagi yang dicita-citakan dan dirintis oleh Pamen Denma Mabesad (Abit Lemhanas 2018) ini, yaitu mendirikan Sekolah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang bertujuan membantu mencerdaskan Masyarakat disekitarnya. Lembaga pendidikan tersebut berada dalam naungan Yayasan Pendidikan Junudurrahman yang didirikan pada tahun 2018. Junudurrahman adalah sebuah nama yang sangat bermakna yaitu “Tentara yang Pengasih”.
“Saya ingin jika suatu saat saya telah meninggalkan dunia ini, Yayasan ini akan selalu memberikan manfaat bagi Umat dan Masyarakat. Tidak banyak yang saya harapkan, hanya doa. Memang tidak semudah yang dibayangkan meraih harapan ini, namun setidaknya sudah kami mulai. Insha Allah sedikit demi sedikit apa yang saya cita-citakan tercapai,” pungkasnya. Miftahul Akmal