BANDUNG, PelitaJabar – Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Mijaya mengungkapkan, sumbangan dari orangtua siswa kepada sekolah, sebenarnya tidak diperbolehkan. Namun dia akan mengajukan ke Gubernur sehingga ada ketetapan.
‘Akan rumuskan, matangkan dan ajukan ke gubernur sehingga baku,’ ucap Gus Ahad, panggilan akrabnya di acara Focus Grup Discussion (FGD), mengenai boleh tidaknya memungut sumbangan dari orangtua siswa yang diusung oleh Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan (LBP2) Jawa Barat (Jabar), di Ballroom Hotel Preanger, Kota Bandung, Selasa 12 Juli 2022.
Menurutnya, harusnya Pemprov menjadi leading sektor ini sehingga bisa menyelasaikan masalah. Dirinya juga menduga kalau seperti ini akan berkepanjangan, karena adanya ketidakselarasan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
‘Bahkan dari penegak hukum yakni Saber Pungli pun berbeda pandangan dengan guru, kepala sekolah dan lainnya,’ tambah politisi PKS ini lagi.
Karena itu, pihaknya akan membuat forum kecil yang paham untuk merumuskannya.
‘Saya akan melaporkan ke komisi untuk memfasilitasi ini, agar ujung-ujungnya ada sebuah kesimpulan yang pertengahan, lurus dan bisa disepakati dan akan dibakukan lewat Pergub atau Perda akan dibuat disepakati sama-sama,’ tambahnya.
Saat ditanya mengenai bantuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum mencukupi untuk pembiayaan investasi di satuan pendidikan, dia secepatnya mengkomunikasikan hal ini (sumbangan orangtua siswa).
Kadisdik Jabar Dedi Supandi mengatakan, hal tersebut merupakan bagian dari uji publik mengenai sumbangan orangtua siswa.
‘Beberapa hal yang sudah kita bahas menjadi bahan masukan, Pergubnya (peraturan gubernur) masih dalam bentuk draf,’ kata Dedi.
Nanti rancangannya digabungkan, terpisah atau apa nanti menjadi bagian yang akan kita sampaikan hasil dari uji publik hari ini,” imbuhnya.
Saat ditanya apakah nantinya sekolah melalui komite sekolah boleh menerima sumbangan orangtua siswa terlebih tahun ajaran baru 2022/2023 sudah di depan mata, menurutnya setelah Pergubnya ada, boleh melakukan itu.
‘Kita berharap seperti itu,’ kata Dedi.
Sementara Asep Tapip Ketua Umum AKSI, yang juga Kepala SMKN 13 Kota Bandung, memaparkan mengenai pembiayaan pendidikan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat dan Biaya Opersional Pendidikan Daerah (BOPD) dari Pemprov Jabar, selama ini belum mencukupi standar pendidikan minimal.
Diketahui untuk BOS, per-siswa per-tahun sekitar Rp 1,6 juta, BOPD (sudah berjalan dua tahun) sekitar Rp 160 ribu per-siswa per-bulan.
‘Kalau angka itu tidak bisa memenuhi semua kebutuhan sekolah. Termasuk mengejar standar yang ada karena sarana prasarana tidak terpenuhi. Contohnya standar WC perempuan 1 WC untuk 40 orang begitu juga untuk WC pria, kalau siswanya dikali seribu perlu WC berapa?’ kata Asep.
Lanjutnya dana bantuan dari pemerintah, selama ini dikelola dan disiasati agar bisa mencukupi biaya operasional dan kegiatan sekolah.
‘Contohnya Kalau ada kegiatan lomba-lomba kita pilih yang peluangnya bisa menjadi juara. Kalau dulu saat ada iuran orangtua siswa ada lomba apapun diikuti. Tapi untuk pembelian alat bahan praktek, bisa tercukupi dari dana yang ada,’ tuturnya.
Sedangkan Prof Cecep Darmawan, Guru Besar UPI mengatakan, biaya pendidikan dalam undang-undang tidak melarang pungutan, termasuk di sekolah.
‘Yang dilarang itu pungutan liar. Di perguruan tinggi juga ada pungutan, itu tidak dilarang, PP 48 tahun 2008, berujung soal pungutuan sesuai perundang-undangan,’ pungkasnya.
di FGD, hadir Tjetje Hidayat Padmadinata (sesepuh dan tokoh Jabar), Prof Cecep Darmawan, Dede Amar (Ketua PGRI Jabar), Dan Satriana (Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jabar), Iwan Hermawan (Ketua Umum FAGI), Riyono ( Asisten Pidana Khusus Aspidsus Kejaksaan Tinggi Jabar), AKP Supriatna (Polda Jabar). ***