JAKARTA, PelitaJabar – Ditengah persaingan yang makin ketat, PT XL Axiata Tbk (XL Axiata atau perseroan) berhasil mempertahankan kinerja yang positif.
Pada kuartal pertama 2021, XL Axiata berhasil meraih laba sebesar Rp 321 miliar. Selain itu, perseroan juga berhasil mempertahankan tingkat profitabilitas dengan membukukan marjin EBITDA sebesar 50%.
Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarni mengatakan, kami tetap mampu menjaga profitabilitas perusahaan dengan terus fokus mengimplementasikan Operational Excellence dan digitalisasi di berbagai lini.
“Selain itu, upaya peningkatkan efisiensi bisnis terus kami upayakan, dan di sisi lain juga meluncurkan produk-produk yang tepat sesuai kebutuhan pelanggan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data analytics sehingga upaya upselling melalui saluran penjualan omni channel bisa dilakukan dengan tepat.” ucapnya melalui siaran pers yang diterima PJ Selasa (27/04/2021).
Dikatakan, beban operasional XL Axiata di kuartal pertama 2021 menurun sebesar 6% YoY. Hal itu didorong oleh berkurangnya Interkoneksi dan beban langsung lainnya -28% YoY, terutama karena interkoneksi yang lebih rendah sebagai akibat dari penurunan lalu lintas layanan legacy (SMS dan voice).
Biaya tenaga kerja menurun -23% YoY karena revisi provisi remunerasi dan biaya infrastruktur juga turun sebesar 11% YoY karena sewa menara yang lebih rendah. Sementara itu, beban biaya pemasaran meningkat 16% YoY karena adanya peningkatan biaya komisi.
Pada kuartal pertama 2021, XL Axiata juga mencatat peningkatan kontribusi pendapatan data terhadap pendapatan layanan (service revenue) meningkat menjadi 94%, dengan penetrasi smartphone menjadi 90%, yang merupakan tertinggi di industri.
Sementara, pembangunan jaringan data 4G terus berlangsung, dan hingga akhir kuartal pertama 2021 telah mencapai 458 kota/kabupaten di berbagai wilayah di Indonesia dengan 57 ribu Base Transceiver Station (BTS) 4G. Total jumlah BTS saat ini mencapai sebanyak lebih dari 147 ribu, dengan porsi terbanyak BTS 4G.
Guna menyiapkan jaringan menuju 5G, XL Axiata juga terus melanjutkan proses fiberisasi jaringan guna meningkatkan kapasitas jaringan transport. Fiberisasi terbukti mampu meningkatkan kualitas jaringan untuk menopang sejumlah layanan data dengan kapasitas besar, seperti antara lain live video streaming.
Perseroan juga memperluas jaringan data terutama di luar Jawa, dan pemanfaatan teknologi Open RAN agar pembangunan jaringan bisa lebih efisien dari sisi biaya. Uji coba Open RAN telah dimulai Februari 2021 lalu di Ambon, Maluku.
Sementara itu, trafik data sepanjang kuartal 1 2021 meningkat 40% YoY dari 997 Petabyte menjadi 1.391 Petabyte. Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, trafik data meningkat 1%. Trafik data ini tetap meningkat meskipun total jumlah pelanggan meningkat tipis dari 55,49 juta di periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 56,02 juta di periode saat ini.
Dari sisi kondisi finansial, neraca perusahaan tetap sehat dengan saldo kas yang relatif tinggi. Free Cash Flow (FCF) juga ada pada tingkat yang sehat, yaitu sebesar Rp 1,40 triliun. Utang bersih berkurang hingga 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Demikian juga rasio utang bersih terhadap EBITDA juga yang terus membaik hingga mencapai 0,6x. XL Axiata saat ini juga tidak memiliki pinjaman dalam denominasi US Dollar. Sebesar 66% dari pinjaman di antaranya berbunga floating dan pembayarannya terkelola hingga dua tahun ke depan.
Peluang bisnis
XL Axiata melihat sejumlah peluang positif di dalam Industri Telekomunikasi Indonesia. Salah satunya adalah terkait kemungkinan terjadinya konsolidasi operator, di mana hal tersebut akan membawa dampak yang menyehatkan Industri Telekomunikasi secara umum.
Selanjutnya, cara kerja digital, sekolah, dan kehidupan sehari-hari akan menciptakan permintaan data dalam jangka panjang.
Peluang lainnya berupa peningkatan permintaan layanan fixed broadband (FTTH), di mana XL Axiata telah memiliki layanan XL Home dengan area layanan yang terus meningkat, serta sambungan yang terus bertambah.
Keberadaan UU Ciptakerja menghadirkan manfaat positif jangka panjang, termasuk efisiensi capex dan opex guna menyediakan layanan 5G.***