PENGESAHAN Revisi Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUUP3) oleh DPR dalam agenda rapat paripurna Selasa 24 Mei 2022, berpotensi rugikan buruh.
Hal itu lantaran latar belakang revisi UUP3 itu sendiri adalah putusan MK 25 Nopember 2021 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja (UU Cipta kerja) cacat secara formil, sehingga dinyatakan inkonstitusionalitas bersyarat.
Undang-undang itu ditolak oleh para buruh lantaran mengandung point-point yang merugikan mereka.
Bahkan justru memuluskan jalan investor untuk meraih keuntungan. Sementara peran buruh dipinggirkan.
Hal ini terlihat dari banyak pasal dalam undang-undang tersebut yang berisi menggenjot investasi.
Karenanya, semua hal yang dianggap menghambat investasi harus dihilangkan dengan cara membuat regulasi baru menggantikan regulasi lama.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan cluster ketenagakerjaan dalam regulasi lama dianggap kurang menarik minat investor, karena tingginya upah buruh dan banyaknya tuntutan buruh.
Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Cipta Kerja, formula perhitungan upah minimum pekerja dapat dihitung berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi sesuai pasal 88D UU Cipta Kerja.
Penggunaan frasa ‘dapat’ dalam penetapan upah buruh minimum Kabupaten atau Kota, sangat merugikan buruh. Lantaran penetapan UMK bukan kewajiban, sehingga bisa saja Gubernur tidak menetapkan UMK yang berakibat pada upah murah.
Nah yang dilakukan DPR bukan memperbaiki Undang-Undang Cipta kerjanya yang merugikan buruh dan banyak diprotes itu, malah mencari dasar hukum agar bisa membenarkan proses berlakunya undang-undang tersebut.
Oleh karena itu para buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia mengagendakan aksi demo 15 Juni mendatang, merespon pengesahan RUUP3 ini.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal dalam konferensi pers 4 Juni lalu menyebut , RUUP3 bagi partai buruh hanyalah akal-akalan hukum bukan kebutuhan hukum.
Maksudnya adalah memasukkan kembali pembahasan omnibuslaw tentang sebuah metode yang dibenarkan dalam pembentukan undang-undang.
Solusi
Jika dicermati, sejatinya kezaliman regulasi ini lahir dan akan berulang dari sistem sekuler yang menjadi lahan subur menumbuhkan model pemerintahan korporatokrasi.
Harapan perubahan mendasar hanya akan terwujud jika sistem sekuler ditinggalkan dan mencari sistem alternatif yang benar.
Sistem alternatif dimaksud adalah sistem Islam.
Sistem yang datang dari Dzat Pencipta manusia yang mengetahui kebutuhan, permasalahan manusia beserta solusinya.
Dan Dzat yang Maha Adil yang tentu saja hukum-hukumnya akan adil bagi semua manusia baik muslim maupun non-muslim.
Jaminan pemenuhan seluruh kebutuhan dasar rakyat termasuk kebutuhan sekundernya baik individu maupun kelompok merupakan hak seluruh rakyat yang menjadikan kewajiban bagi negara untuk memenuhinya.
Meski jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar dan sekunder seluruh rakyat menjadi tanggung jawab negara tetapi jaminan tersebut diberikan melalui mekanisme syariat.
Jaminan kebutuhan dasar dan sekunder bisa diwujudkan dengan bekerja bagi pria dewasa yang mampu.
Bagi anak-anak, wanita, dan orang tua, jaminan diberikan oleh laki-laki dewasa yang mampu dan berkewajiban menanggung nafkah mereka.
Jika tidak ada keluarga yang menanggungnya, maka kerabat atau tetangga dekat berkewajiban membantunya. Kalau itu juga tidak ada, maka negaralah yang berkewajiban menanggungnya.
Karena itu negara punya kewajiban membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi seluruh rakyat.
Adapun kebutuhan dasar kolektif seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi rakyat, negara berkewajiban menyediakannya dengan biaya murah bahkan gratis.
Terkait buruh, ada beberapa rukun yang wajib diperhatikan agar tidak menimbulkan perselisihan.
Pertama, dua pihak yang berakad yaitu buruh dan majikan.
Kedua, ijab kabul dari dua belah pihak. Yakni buruh sebagai pemberi jasa dan majikan atau perusahaan sebagai penerima manfaat atau jasa.
Ketiga, upah tertentu dari majikan atau perusahaan. Keempat, jasa atau manfaat tertentu dari pekerja atau buruh.
Akad yang sudah disepakati wajib dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Buruh wajib memberikan jasa sebagaimana yang disepakati.
Ia pun terikat dengan jam kerja maupun jenis pekerjaan.
Sebaliknya majikan atau perusahaan wajib mendeskripsikan kepada pekerja tentang jenis pekerjaannya, waktu kerjanya dan besaran upah dan hak-hak mereka.
Islam menetapkan upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah, tapi besaran upah harus sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja.
Negara wajib turun tangan menyelesaikan perselisihan antara buruh dan majikan atau perusahaan, termasuk dalam masalah upah.
Negara tidak boleh memihak salah satu pihak. Negara harus menyelesaikan permasalahan kedua belah pihak secara adil sesuai ketentuan syariat Islam.
Wallahu a’lam bi showab.