GARUT, PelitaJabar – Rencana kenaikan bantuan keuangan partai politik (parpol) di Kabupaten Garut tahun anggaran 2026 memunculkan perdebatan hangat.
Besaran dana hibah yang semula Rp2.500 per suara sah, kini tengah dibahas menjadi Rp5.000 per suara sah dalam pembahasan Rancangan APBD 2026. Kenaikan ini secara normatif memang memiliki pijakan hukum.
Regulasi mengenai pendanaan parpol diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 mengenai Partai Politik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah juga telah menerbitkan PP Nomor 5 Tahun 2009 yang kemudian diperbaharui menjadi PP Nomor 1 Tahun 2018, sebagai dasar mekanisme penyaluran dana APBN/APBD untuk parpol.
Di tingkat daerah, kebijakan teknis berpegang pada Permendagri Nomor 36 Tahun 2018 dan penyempurnaannya lewat Permendagri Nomor 78 Tahun 2020.
Namun, landasan hukum ternyata tidak otomatis membuat masyarakat dan pemerhati kebijakan menerima rencana kenaikan tersebut.
Dudi Supriadi, pemerhati kebijakan publik di Garut, menilai, rencana tersebut tidak selaras dengan kondisi fiskal daerah.
Ia mengingatkan, sebelum disahkan, kebijakan ini juga harus mendapatkan persetujuan gubernur dan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
“Kenaikan dana parpol di Garut belum tepat, apalagi ketika Transfer Keuangan Daerah 2026 mengalami pemangkasan. Pemerintah daerah harus memastikan dulu belanja urusan wajib dan pelayanan dasar terpenuhi,” ujar Dudi menjawab PJ, Minggu 16 November 2025.
Menurutnya, jika pun kenaikan tetap dilakukan, maka itu harus dibarengi dengan reformasi tata kelola keuangan partai politik.
Transparansi, akuntabilitas, dan pencegahan politik transaksional wajib menjadi syarat mutlak.
“Jangan sampai dana publik dipakai tanpa pengawasan yang kuat. Kenaikan anggaran harus dibarengi peningkatan integritas pengelolaan keuangan parpol,” tambahnya.
Dudi juga mengingatkan, Garut masih menghadapi berbagai persoalan mendesak yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Mulai dari kerusakan infrastruktur jalan, layanan publik yang perlu perbaikan, hingga fasilitas kesehatan yang belum memadai.
“RSUD dr. Slamet Garut masih kekurangan sarana dan prasarana. Jalan-jalan banyak yang rusak. Belum lagi urusan pendidikan dan sosial. Dalam kondisi seperti ini, parpol harus lebih legewo dan berempati,” tegasnya.
Dikatakan, parpol semestinya menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat dengan memastikan anggaran publik diprioritaskan.
Dudi menutup dengan kritik menohok.
Esensi keberadaan parpol adalah mewakili masyarakat, bukan justru mendahulukan kepentingan internal organisasi.
“Seyogianya parpol lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat daripada menambah anggaran untuk dirinya sendiri. Masyarakat ingin merasakan wakil rakyat benar-benar bekerja untuk mereka.” pungkasnya. Jang









