Bandung, PelitaJabar — Ada sebuah adagium yang belakangan menjadi sangat popular dan banyak dihadirkan dalam pelbagai perbincangan, adagium itu berbunyi “inovasi atau mati”. Kalimat ini memang sangat sederhana. Namun ia memiliki daya cukup kuat untuk menggetarkan kesadaran siapapun yang tengah berada dalam zona nyaman.
Kemunculan adagium ini tak bisa dilepaskan dari konteks sosial historis yang melingkupi. Konteks itu ialah proses disrupsi. Proses disrupsi, perubahan radikal yang sanggup menggoncangkan tatanan sosial hingga ke akar-akarnya, tengah dan akan terus berlangsung. Perubahan ini dipicu berbagai macam faktor. Salah stau yang paling kuat ialah derasnya arus perkembangan teknologi digital.
Tak mengherankan jika kemudian frasa ‘disrupsi digital’ menjadi lebih sering muncul dibandingkan disrupsi-disrupsi yang disebabkan faktor lain. Ia sering hadir dalam topik-topik obrolan ringan atau dibahas dalam seminar studi-studi sosial kontemporer sekalipun. Arus digitalisasi ini memang berjalan sedemikian kencang. Keberadaannya seolah-olah merepresentasikan semangat zaman di masa awal abad ke-21.
Ciri paling vulgar dari proses disrupsi ini bisa dilihat dengan mulai ditinggalkannya segala rupa pengaplikasian teknologi konvensional. Salah satu fenomena paling sederhana dari aktivasi-aktivasi teknologi baru ini maujud dalam penggunaan ponsel pintar. Berdasarkan laporan e-Marketer, pengguna aktif ponsel pintar di Indonesia akan tumbuh dari 55 juta orang pada 2015 menjadi 100 juta orang pada 2018. Pengguna internet juga meningkat, diprediksi mencapai 123 juta orang tahun ini, dari 2017 sebanyak 112 juta orang.
Preferensi masyarakat yang lebih menjatuhkan pilihan pada teknologi termutakhir ini memang sangat bisa dipahami. Tawaran kepraktisan ponsel pintar menjadi salah satu alasan paling kuat yang sanggup menjelaskan gejala migrasi penggunaan teknologi ini.
Banyaknya khalayak yang terserap dalam model penggunaan teknologi ini mau tak mau menjadi bahan permenungan bagi para pelaku bisnis yang mengandalkan khalayak sebagai pasar utamanya. Tak terkecuali industri perbankan yang amat mengandalkan kepercayaan publik sebagai salah satu kapital utamanya. Apalagi di tengah kemunculuan pelbagai aplikasi fintech yang kerap dianggap bakal memperkecil ceruk pasar perbankan.
Hasil Digital Banking Survey of Indonesian Banks 2018 yang dilakukan PwC Indonesia mengemukakan bahwa 66% bankir eksekutif senior di sejumlah lembaga perbankan mengindikasikan bahwa mereka telah mengembangkan strategi digital sebagai bagian dari strategi perusahaan di masa depan.
“Kami mendapati bahwa sebagian besar bank di Indonesia, mulai dari Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank-bank joint venture, bank-bank lokal, bank-bank BUMN, dan bank-bank Syariah telah mengikut sertakan sejumlah inisiatif digital sebagai bagian dari strategi perusahaan mereka, di mana sekitar 66% responden survei mengindikasikan demikian,” kata Technology and Risk Consulting Leader PwC Indonesia, Chairil Tarunajaya.
bank bjb sebagai salah satu perbankan yang selalu kontinyu melakukan inovasi menatap kehadiran arus digitalisasi ini dengan kacamata positif. Spirit perubahan ini diwujudkan dalam berbagai tataran, dari mulai budaya perusahaan secara internal, maupun peramuan produik-produk untuk dipasarkan secara eksternal.
Dalam budaya perusahaan, bank bjb melangkah mantap dengan memasukkan unsur inovasi menjadi salah satu nilai perusahaan menggantikan intelegensia. Unsur inovasi ini dimasukkan dalam gugusan corporate values melalui rumusan GO SPIRIT yang merupakan perwujudan dari Service Excellence, Professionalism, Integrity, Respect, Innovation, Trust.
Perubahan rumusan GO SPIRIT lewat masuknya unsur inovasi ke dalam tata nilai perusahaan ini tidak dilakukan tanpa pertimbangan. bank bjb telah terlebih dahulu melakukan berbagai riset dan analisis terhadap situasi perkembangan industri perbankan terkini di Indonesia maupun secara global. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa arus digitalisasi produk perbankan menjadi sebuah keniscayaan agar bank bisa terus bertahan dan berkembang di tengah era disrupsi.
Lewat gugusan nilai perusahaan tersebut, para karyawan bank bjb diminta untuk tidak cepat puas atas pencapaian yang telah dilakukan dan terus beranjak dari zona nyaman sehingga insan-insan perbankan bisa memberikan gagasan-gagasan inovatifnya untuk mendorong bisnis bank bjb.
Selain melalui budaya perusahaan, penanaman spirit inovasi ini juga dilakukan lewat aplikasi dari lingkungan internal perusahaan. Bentuk apresiasi ini salah satunya maujud dalam pemberian penghargaan kepada karyawan-karyawan inovator dalam event bank bjb Innovation Award yang dihelat setiap tahun.
Dalam berbagai pertemuan yang dilkukan para direksi maupun karyawan bank bjb pun ajakan untuk selalu berinovasi ini selalu didengungkan tiada henti. Menatap tahun 2019 mendatang, salah satu BPD terbaik di tanah air ini juga telah merancang fokus kerja untuk terus mempetajam produk-produk digital mereka.
“Kita akan fokus ke digitalisasi. Kita akan mengeluarkan proyek-proyek aplikasi baru yang digitalize di tahun 2019. Semuanya harus benar-benar matang untuk mendorong performa bisnis bank bjb di masa depan. Digitalisasi ini harus menjadi arus utama melihat perkembangan industri perbankan yang saat ini mengarah kepada digitalisasi,” kata Direktur Operasional bank bjb, Fermiyanti, beberapa waktu lalu.
Dari segi produk, bank bjb juga memiliki produk uang elektronik berupa kartu e-money dan telah mengeluarkan Bandung Smart Card bekerjasama dengan pemerintah beberapa waktu lalu. Langkah penerbitan uang elektronik dalam pelbagai variannya ini merupakan cara yang ditempuh bank bjb untuk mendukung visi cashless society di masa depan.
Selain itu, bank bjb juga telah bekerjasama dengan sejumlah merchant-merchant secara nasional untuk penggunaan mesin pembayaran Electronic Data Capture (EDC). Dengan cara ini, nasabah akan dimudahkan dalam melakukan transaksi pembayaran hanya dengan cara menggesekkan kartu ATM sebagai platform e-banking.
Dalam produk mobile banking, bank bjb telah memiliki layanan bjb Digi yang menjadi salah satu andalan dalam transaksi digital. Bersama bjb Digi, segala kebutuhan nasabah dapat dipenuhi melalui satu genggaman. Pasalnya, bjb Digi memberikan beragam layanan strategis seperti kemudahan layanan transaksi, membeli pulsa, pembayaran listrik dan pajak, Go Pay, tiket pesawat, pembayaran biaya perguruan tinggi hingga mutasi rekening.
Tahun 2019 mendatang, sejumlah fitur bjb Digi ini akan dipercanggih. bjb Digi ini bakal didesain menjadi produk yang lebih memudahkan dan menarik pengguna dengan tingkat keamanan yang juga diperketat. Lewat Unit Electronic Banking, bank bjb juga berencana mengembangkan produk layanan uang elektronik berbasis server yang akan terkoneksi dengan tabungan untuk memudahkan transaksi. Dengan integrasi tersebut, diharapkan nasabah tidak perlu lagi repot melakukan transaksi isi ulang atau top up.
Selanjutnya, bank juga akan melakukan perluasan kerjasama dengan merchant penyedia jasa transaksi menggunakan uang elektronik sehingga jangkauannya semakin meluas. Pengembangan self services automatic machine turut akan dilakukan. Mesin pelayanan otomatis memungkinkan nasabah membuka rekening tanpa harus mendatangi kantor cabang dan akan disimpan di sejumlah ruang publik.
“Adopsi teknologi adalah pengendali dari seluruh Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. Bukan hanya mengetahui namun harus melakukan pemutakhiran teknologi. Saya punya mimpi pada tahun 2018 hingga 2020, bank bjb menjadi transactional banking. Tinggalkan kredit beresiko tinggi namun hadapi kredit beresiko rendah,” kata Direktur Utama bank bjb Ahmad Irfan.
bank bjb, menurut Irfan, harus mampu mengikuti tren perkembangan zaman. Perkembangan zaman saat ini yang didominasi oleh kehadiran generasi milenial dan generasi Z harus bisa dilihat sebagai tantangan bagi perubahan. Paradigma yang positif dan adaptif terhadap perubahan ini menjadi sebuah keniscayaan bagi perusahaan yang ingin berumur panjang.
Generasi milenial dan generasi Z juga dipandang sebagai kelompok yang memiliki kecerdasan dalam memilih produk-produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Pada gilirannya, kedua generasi ini juga berpotensi untuk menjadi marketing produk-produk yang mereka pergunakan melalui promosi terhadap orang-orang di sekitanya. Karena itu, pengerjaan produk yang bakal dipasarkan harus menerapkan teknologi paling mutakhir dan memudahkan.
“Bank harus mengikuti tren yang berkembang. Artinya bank akan ketinggalan jika tidak melakukan pemutakhiran teknologi. Adaptasi teknologi tidak dapat ditawar. Generasi sebelumnya sebentar lagi akan hilang. Maka mau tidak mau perbankan harus dapat mengikuti generasi penerus agar produknya dapat bertahan. Ini permintaan pasar maka perbankan harus mengantisipasi,” kata dia. **