GARUT, PelitaJabar – Mengajar di pedalaman daerah, tak menyurutkan semangat para guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Putra Hanjuang Garut untuk terus berjuang memberikan layanan pendidikan bermutu bagi para peserta didik.
Apalagi dalam pembelajaran daring di masa pandemi ini, berada di pelosok daerah menjadi tantangan tersendiri bagi tujuh tenaga pendidik SLB Putra Hanjuang. Terlebih, tidak semua peserta didik berasal dari keluarga mampu.
Fahmi Ikhsan Nurhakim, seorang guru memutar otak agar peserta didiknya tetap bisa melakukan pembelajaran daring secara optimal.
“Kendala kita dalam pembelajaran daring ini adalah alat (handphone). Karena, tidak semua orang tua siswa memiliki alat telekomunikasi,” ungkap Fahmi saat ditemui di sekolah, Jalan Hanjuang, Bungbulang, Kabupaten Garut, Jumat (27/11/2020).
Akhirnya, dia berhasil menciptakan wifi mandiri di sekolah. Bahkan, menurutnya, wifi mandiri ini merupakan yang pertama di daerah tersebut.
Tantangan Home Visit
Selain menyediakan fasilitas internet gratis, para guru juga menyambangi rumah-rumah siswa (home visit) yang tidak mempunyai sarana penunjang pembelajaran daring.
Namun tidak sedikit tantangan yang dihadapi para pahlawan tanpa tanda jasa itu. Salah satunya adalah medan.
“Karena medan yang terjal, saya tidak sanggup membawa kendaraan (motor) sendiri. Makanya, saya ajak Pak Fahmi untuk sama-sama mendatangi rumah siswa, biar ada yang bantu,” tutur Ajah yang mengajar siswa kelas VI SDLB dan XII SMALB ini.
Bahkan, tambahnya, sebelum pembelajaran daring, para guru berinisiatif mengumpulkan siswa dalam satu titik, kemudian dijemput.
“Kami khawatir karena akses rumah siswa ke sekolah sangat berat. Pernah, saat itu saya menjemput siswa tunadaksa yang rumahnya di belakang gunung. Nah, saat menemukan jalan menanjak dan curam, saya mendorong motor, sedangkan siswa yang saya jemput itu berjalan merangkak ke atas,” ungkap Fahmi.
Hal ini, menurut Ajah dan Fahmi, demi mewujudkan misi sekolah, yakni Mengoptimalkan bimbingan terhadap anak berkebutuhan khusus dan Terwujudnya kemandirian anak berkebutuhan khusus dengan bimbingan guru yang optimal.
“Kami melakukan semua ini untuk memenuhi hak dan kebutuhan pendidikan peserta didik. Sesuai amanat Ibu (Kepala Sekolah), kita harus terus berusaha memberikan pendidikan yang bermutu bagi anak-anak,” ujar Ajah.
Begitupun dengan keinginan Kepala SLB Putra Hanjuang, Siti Maryam, dimana para guru harus membekali keterampilan peserta didik sesuai bakat dan kemampuan mereka.
Kepala sekolah, lanjut Ajah, terus mendorong para guru untuk mengasah bakat dan keterampilan peserta didik.
“Ibu selalu menekankan kepada kami agar jangan lelah berusaha untuk mengembangkan bakat anak-anak. Ikut saja dulu (perlombaan/ kompetisi), menang atau kalah bagaimana nanti,” ungkapnya.
Motivasi yang diberikan Ibu Kepala Sekolah membuahkan hasil manis. Beragam prestasi berhasil diraih para peserta didik. Stigma anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak bisa berprestasi, dipatahkan oleh beliau.
Tidak ada kata menyerah bagi Siti yang juga pendiri SLB Putra Hanjuang untuk memenuhi hak pendidikan ABK. Karena, menurutnya, semua orang berhak mendapatkan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam Pasal 10 Undang-undang No. 8 Tahun 2016 bahwa penyandang disabilitas memiliki hak memperoleh pendidikan.
Yang lebih membanggakan, salah seorang guru, Diana Shanty berhasil menjadi juara Terbaik I Tingkat Nasional “Lomba Guru dan Kepsek SLB Berdedikasi dan Berinovasi Tahun 2020 di Masa Covid-19” yang digelar oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Pendidikan Menengah (Dikmen), dan Pendidikan Khusus (Diksus) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Rury Yuliatri