BANDUNG, PelitaJabar – Permasalahan yang dialami pekerja migran Indonesia (PMI) di negara penempatan cukup pelik dan tak bisa ditangani sepenuhnya oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Dibutuhkan sinergi dengan kementerian dan lembaga.
BP2MI telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Sindikat Pengiriman Ilegal Pekerja Migran Indonesia untuk memerangi kejahatan perdagangan orang, namun kewenangannya terbatas. Untuk mempermudah menangani permasalahan PMI diperlukan dukungan kementrian dan lembaga terkait.
“Dengan kewenangan yang masih terbatas saya coba membuat situasi ini dengan melahirkan satgas. Satgas ini bersifat internal di BP2MI. Kemudian, kementrian dan lembaga kita ajak secara koordinatif, semua pihak tentu diberikan mandat undang-undang, bagaimana semua pihak mengambil peran,” papar Kepala BP2MI Benny Rhamdani, usai Rakornas BP2MI di Hotel Intercontinental, Bandung, Jawa Barat, Jumat, (8/10/2021).
Banyak permasalahan yang dihadapi oleh PMI di negara penempatan, di antaranya pemutusan kerja sepihak, diperjualbelikan dari satu majikan ke majikan lain, anak buah kapal (ABK) yang mengalami tindak kekerasan kemudian dilempar ke laut untuk menghindari masalah hukum.
“Kalau ini dibiarkan, negara seolah diposisikan tak berdaya. Bahkan, negara dianggap melakukan pembiaran. Padahal, negara ini menjadikan hukum sebagai panglima. Negara ini memiliki pemerintahan dengan aparatur negara yang diberikan kewenangan kuat oleh undang-undang dalam hal penegakan hukum,” kata Benny.
Lebih lanjut, dia menyoroti sindikat penempatan ilegal yang saat ini terkesan tak tersentuh oleh hukum.
“Yang lebih ideal kita startnya nanti tahun 2022. Aspek-aspek pencegahan itu yang penting dilakukan sebelum mereka ditempatkan di negara penempatan. Tapi ketika kita melakukan pencegahan, siapa otak di balik penempatan ilegal ini juga harus dicari, karena ini bisnis kotor. Ini bisnis yang dimodali dengan uang yang cukup besar. Dan semua pihak banyak yang menikmati,” tegasnya.
BP2MI menurut Benny, berharap ketidakadilan yang dialami PMI dihadapi dengan cara yang tidak biasa karena termasuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
“Kita tidak ingin hanya memenjarakan secara fisik para pelaku, diseret secara pidana. Tapi juga uang dan kekayaan hasil kejahatan ini harus disita atas nama negara,” tambahnya.
Dalam rakornas dibahas sinergi BP2MI beserta kementrian dan lembaga untuk memerangi sindikat penempatan ilegal. Juga dilakukan penandatangan nota kesepahaman antara BP2MI dengan Kepolisian RI, Kejagung, dan PPATK. ***