JAKARTA, PelitaJabar — Sistem Informasi Peta Peruntukan Lahan Perkebunan atau Si Perut Laper masuk nominasi Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2019, yang digelar Kementerian Pendayagunaan Negara Aparatur dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) RI.
“Di Jawa Barat ini kami masih mendapati ada sampai 78 ribu hektar lahan ‘nganggur.’ Mengapa? Karena warganya tidak hafal mau menanam apa, jenis apa, laku apa tidak,” kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat mempresentasikan inovasi Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat itu kepada tim panel independen di Ruang Rapat Sriwijaya I KemenPAN-RB, Jakarta, Senin (8/7).
Dalam presentasinya, Tanah Pasundan mempunyai lahan subur. Potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Sebab, kesalahan menanam komoditas, menyebabkan kerusakan lingkungan. Contoh menanam sayuran di wilayah pegunungan yang dapat mengakibatkan longsor.
Menurutnya, dengan Si Perut Laper, para pelaku pertanian dapat menyesuaikan jenis komoditas dengan kondisi lahan serta waktu penanaman. Dia berharap link-and-match tersebut dapat meningkatkan jumlah produksi sekaligus melestarikan lingkungan.
“Sebelum dan sesudah (aplikasi Si Perut Laper) sangat signifikan. Sebelumnya, tanah nganggur sekarang sangat bermanfaat, sebelumnya warga tidak ada kerjaan sekarang sibuk di kebun, sebelumnya lingkungan rusak, sekarang lebih baik,” katanya.
Si Perut Laper sendiri menampilkan informasi kesesuaian lahan dan komoditas mulai dari lahan sesuai (S1), cukup sesuai (S2), kurang sesuai (S3), dan tidak sesuai (N). Tak hanya itu, Si Perut Laper juga dirancang untuk memperlihatkan faktor pembatas untuk kelas lahan di luar S1.
Nilai plus Si Perut Laper lainnya adalah mampu memberikan solusi rekayasa faktor pembatas melalui rekomendasi pengelolaan lahan secara mekanik dan vegetative.
Kehadiran Si Perut Laper berkorelasi positif terhadap peningkatan penggunaan lahan tanam S1. Sebelum Si Perut Laper hadir, pada 2015, sebanyak 80% (390.534 Ha) dari luas tanam 488.167 Ha, komoditas perkebunan ditanam pada lahan diluar S1. Setelah Si Perut Laper hadir, pada 2016 sampai saat ini, terjadi peningkatan arah pemanfaatan lahan S1 sebesar 40% dan penurunan arah pemanfaatan lahan S2 dan S3 sebesar 60%.
Selain itu, Pemdaprov Jawa Barat menginstruksikan para perangkat desa untuk menyampaikan informasi terkait penggunaan Si Perut Laper kepada para petani, atau warga desa, melalui infrastruktur digital yang ada di desa.
“Aplikasi ini bottom-up. Jadi, ada penyuluh desa terlibat, kepala desa terlibat, kepala dinas terlibat, pebisnis, tidak hanya petani, bahkan nanti hasil kebunnya bisa juga dijual secara digital,” ucap Emil.
“Intinya dengan teori PENTAHELIX menghadirkan sila kelima. Harapannya, dari Si Perut Laper jadi ‘Si Perut Kenyang’,” lanjutnya.
Sementara, Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jawa Barat, Dody Firman Nugraha, Si Perut Lapar akan memberikan layanan informasi secara detail.
“Kami informasikan sampai pasokan air dan perhitungan akomodasi operasional di lahan itu. Kami juga informasikan lahan yang memang tidak memungkinkan untuk dijadikan lahan perkebunan,” ucapnya.
Untuk tahap awal, Disbun Jawa Barat baru menyediakan informasi lahan garapan enam komoditas, di antaranya kopi, tembakau, karet, teh, kakao, dan cengkeh. Namun, Dody menargetkan seluruh komoditas akan masuk dalam sistem informasi tersebut.
“Kami berharap, program ini bisa benar- benar menjadi unggulan dari Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Ketika program ini hanya ada satu-satunya di Indonesia dan bisa menjadi percontohan di Indonesia,” pungkasnya.
Dari 1.200 inovasi se-Indonesia, Si Perut Laper masuk dalam penjaringan 99 nominasi terbaik. Mal