BANDUNG, PelitaJabar – Sidang lanjutan kasus narkotika di Pengadilan Negeri Bandung Selasa 24 September 2024, didepan hakim Intan Panji, terdakwa Ryry Azhary, dalam perkara pidana narkotika dengan nomor kasus 422/Pid.Sus/2024, menyampaikan pledoi yang menegaskan dirinya sebagai korban konspirasi.
Dalam nota pembelaan yang disusun tim penasihat hukumnya, Ryry disebut hanya menjadi korban dalam sebuah kejadian yang melibatkan keluarganya dan pihak kepolisian.
Sidang yang melibatkan Ryry yang berprofesi sebagai penjual lumpia itu, menghadirkan pledoi dari pihak penasihat hukum terdakwa, dengan tegas menolak tuduhan keterlibatan Ryry dalam tindak pidana narkotika.
Delapan Penasihat hukum Ryry, salah satunya bernama Marco Van Basten Malau SH mengklaim, Ryry hanyalah korban dari konspirasi yang lebih besar, melibatkan dugaan kesalahan dalam prosedur penangkapan dan barang bukti yang tidak jelas kepemilikannya.
Ryry Azhary, didakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jaksa Penuntut Umum menuduh Ryry terlibat dalam kepemilikan dan penguasaan narkotika jenis sabu seberat 38,6871 gram.
Namun, dalam pledoi yang dibacakan oleh tim penasihat hukum, Ryry menyatakan ia hanya membantu membersihkan kontrakan milik kakaknya, Roby Sonjaya alias RS atas permintaan kepolisian.
Kronologi Penangkapan
Marco Van Basten Malau SH dalam pledoinya menyebutkan, pada 23 Maret 2024, Ryry diminta untuk membersihkan kontrakan kakaknya setelah terjadi penggerebekan oleh Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Bandung.
Penasihat hukum menyatakan Ryry diawasi beberapa anggota kepolisian selama melakukan pembersihan.
Dua hari kemudian, atas perintah pemilik kontrakan, Ryry diminta mengosongkan kontrakan tersebut.
Saat hendak membuang sampah, Ryry ditangkap oleh polisi dan dituduh terlibat dalam kepemilikan narkotika yang ditemukan saat Ryry membuang sampah.
Penasihat hukum menekankan, kontrakan tersebut sudah berada di bawah pengawasan kepolisian sejak 20 Maret 2024, dan segala aktivitas Ryry di dalam kontrakan diawasi pihak kepolisian.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum mengajukan argumen, bahwa Ryry tidak memiliki kontrol atau keterlibatan dalam penemuan narkotika yang diklaim sebagai barang bukti oleh pihak kepolisian.
Saksi Meringankan
Pledoi Marco Van Basten Malau SH juga menyertakan berbagai kesaksian yang meringankan terdakwa.
Salah satu saksi, Wahyati, yang membantu Ryry membersihkan kontrakan, menyebutkan polisi berada di lokasi saat mereka bekerja.
Polisi juga memerintahkan mereka berhenti membersihkan untuk olah tempat kejadian perkara (TKP) lebih lanjut.
Selain itu, tes urine Ryry yang dilakukan setelah penangkapannya menunjukkan hasil negatif, menguatkan pembelaan bahwa Ryry tidak memiliki hubungan dengan narkotika.
Bahkan, tim penasihat hukum menyoroti kejanggalan dalam proses penangkapan, di mana tidak ada bukti transaksi narkotika atau keterlibatan Ryry dalam distribusi narkotika.
Analisis Hukum
Dalam analisis hukumnya, tim penasihat hukum menolak dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Mereka berargumen bahwa semua unsur yang diajukan, baik dalam dakwaan Pasal 114 ayat (2) maupun Pasal 112 ayat (2), tidak terbukti dalam persidangan.
Pihak pembela juga menekankan asas “In Dubio Pro Reo,” di mana dalam kasus keraguan, harus diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa.
Penasihat hukum memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan Ryry dari segala tuntutan hukum.
Mereka juga meminta agar hak-hak terdakwa dipulihkan, termasuk memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan dan mengembalikan barang-barang yang disita yang bukan merupakan barang bukti terkait tindak pidana narkotika.
Sidang akan terus berlanjut dengan penjatuhan vonis oleh Majelis Hakim.
Kasus ini menjadi perhatian publik, pasalnya ada dugaan Ryry menjadi tumbal alias konspirasi konspirasi yang melibatkan oknum penegak hukum serta prosedur penyidikan yang dipertanyakan oleh pihak terdakwa.