Generasi millenial dan zillenial kini memenuhi wilayah Indonesia.
Terdapat 69,38% termasuk millenial dan 74,83% termasuk zillenial. Dimana millenial merupakan pemuda yang lahir diantara tahun 1981-1996.
Sedangkan zillenial adalah pemuda yang lahir diantara tahun 1997-2012.
Artinya dua generasi tersebut berada pada rentang usia 10-40 tahun. Usia yang masih produktif dalam beraktivitas.
Namun, beban generasi ini begitu berat, terutama di tengah himpitan ekonomi yang tak menentu.
Mereka dipaksa untuk bersekolah dengan jadwal yang padat, materi yang menumpuk, agar dapat melanjutkan ke perguruan tinggi yang favorit.
Setelah itu, ditekan dengan perkuliahan yang sibuk, agar terbiasa ketika bekerja nantinya. Sehingga tujuan akhir dari kuliah, tak lain menjadi buruh (pekerja di perusahaan asing atau perusahaan dalam negeri).
Konsep ini sudah ditanamkan pada semua level generasi.
Tak heran, timbullah generasi ‘sandwich’ di Indonesia. Yang jumlah populasinya begitu banyak.
Lantas, apakah generasi sandwich itu? Adakah pengaruhnya kepada perekonomian negeri ini?
Kemungkinan ada, sebab mereka akan menanggung beban yang dahsyat demi keluarganya.
*Pengertian Generasi Sandwich*
Generasi sandwich adalah sebutan bagi orang-orang tertentu yang umumnya berusia matang alias produktif (setengah tua) yang memiliki peran ganda.
Yaitu bertanggung jawab terhadap anaknya yang masih tinggal bersama di rumah dan juga bertanggung jawab atas orang tua serta mertuanya.
Diketahui, lebih dari 50 juta warga Indonesia di usia produktif tergolong generasi sandwich.
Mereka terimpit beban ekonomi yang tak mudah.
Potret ini tertangkap dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 9-11 Agustus 2022.
Hasilnya menunjukkan sebanyak 67% responden mengaku menanggung beban sebagai generasi sandwich.
Sehingga, diperkirakan terdapat 56 juta jiwa kategori generasi sandwich dari total jumlah seluruh penduduk Indonesia 206 juta jiwa. (bps.go.id, 21/08/2022).
Berdasarkan jurnal yang dikeluarkan Schlesinger dan Raphael pada 1993, generasi sandwich berawal pada tahun 1981 di California. Dimana ada batasan subjek dengan kategori usianya. Yakni perempuan yang berada di middle age berada di kisaran usia 45-65 tahun.
Dan penelitian pun menetapkan batasan khusus, yakni kategori tanpa membatasi usia diatas 18 tahun. Memiliki tanggung jawab menjaga atau merawat orang tua serta mertuanya.
*Peran Generasi Sandwich*
Menurut ahli Aging dan Elder Care dari Amerika Serikat bernama Carol Abaya, terdapat tiga peran yang setidaknya melekat pada generasi sandwich. Yaitu:
1. Generasi Sandwich Tradisional
Kelompok yang terdiri dari orang dewasa berusia sekitar 40-50 tahun. Mereka berada diantara orang tua yang telah lanjut usia dan anak-anak yang membutuhkan dukungan keuangan.
2. Club Sandwich Generation
Kelompok yang terdiri dari orang lanjut usia, sekitar usia 50-60 tahun. Mereka terjepit antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak yang mulai dewasa dan kehadiran cucu. Selain itu, kelompok ini bisa termasuk usia sekitar 30-40 tahun. Keadaannya di antara anak yang lebih muda, orang tua lanjut usia, dan kakek nenek.
3. Open Face Generation
Kelompok ini merujuk kepada siapa saja yang secara profesional terlibat ke dalam perawatan lanjut usia. Dan termasuk ke dalam salah satu dari ciri-ciri yang ada pada orang dalam generasi sandwich.
4. Sandwich Family
Kelompok ini berada di usia pertengahan. Mereka akan merasa terhimpit, karena mau tak mau harus menghidupi dua generasi dari sisi finansial. Termasuk untuk kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan layanan kesehatan, maka orang itu termasuk ke dalam sandwich family.
Selebihnya, peran tersebut tentunya tak lepas dari fungsinya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Himpitan ekonomi tentu menjadi kendala tersendiri bagi generasi sandwich.
Terasa dari kenaikan harga bahan bakar minyak, berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok, menjadikan harus bekerja keras demi meraih kecukupan materi.
Usia yang masih produktif mengharuskan generasi sandwich ini memutar otak agar berinovatif dalam bekerja ataupun membuka usaha.
Karena bebannya untuk menghidupi kedua orang tuanya, keluarganya, dan mertuanya.
*Dampak dan Solusi dalam Islam*
Tekanan generasi sandwich akan lebih terasa di tengah himpitan ekonomi yang semakin terguncang.
Maka, dampaknya generasi sandwich yang didalamnya banyak pemuda akan mengalami depresi berat.
Menurut Tantan Hermansah, sosiolog dari Universitas Islam Negeri Jakarta, akumulasi tekanan yang dialami oleh generasi sandwich bisa meledak menjadi frustrasi sosial.
Sebab, mereka dipaksa untuk bekerja keras seperti mesin tanpa pernah mencapai tingkat kesejahteraan yang memadai.
Penghasilan mereka habis untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya dan keluarga besarnya. Pada saat yang sama, mereka menyaksikan pameran gaya hidup mewah di media sosial yang memberi stimulasi pada kesenangan dan hedonisme.
Begitulah ketika peran pemuda tergerus akibat pekerjaan dan tanggung jawab yang berlebihan.
Mereka tidak diberi kesempatan untuk mempelajari agamanya, dan mendalami kitab sucinya. Sehingga, depresi akan semakin mudah mengancam mereka.
Menurut ahli geostrategi Institute Muslimah Negarawan, Dr. Fika Komara menyatakan fenomena generasi sandwich mencerminkan frustrasi sosial akibat himpitan ekonomi.
Karena ekonomi makin sulit, sedangkan serbuan nilai-nilai liberal juga makin kencang menyerbu gaya hidup masyarakat Muslim.
Semuanya diakibatkan penerapan sistem ekonomi kapitalisme di banyak negeri Islam, memaksa keluarga muslim untuk fokus hanya pada perjuangan memenuhi kebutuhan dasar keluarga mereka akibat kesenjangan dan kemiskinan yang terus dipelihara oleh sistem kufur ini.
Walhasil, semuanya terfokus pada satu orang, tetapi tanggungannya banyak.
Sehingga, solusinya dengan menyadarkan generasi sandwich ini untuk mengetahui tujuan hakikatnya hidup di dunia.
Ditambah dengan peran negara yang tegas dalam menjalankan aturan, terutama dalam hal perekonomian.
Sebab, saat ini negara begitu abai dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.
Tetapi, sebaliknya memberikan karpet merah pada sektor privat untuk mengurusi layanan publik untuk umat.
Produk hukum Islam dilecehkan dan lebih senang dengan hukum buatan sendiri. Sistem ekonomi didasarkan atas riba.
Sistem sosialnya mentah-mentah meniru peradaban Barat yang dipenuhi paham kebebasan syahwat.
Akhirnya, seyogianya negara menjadi pelayan bagi rakyatnya dnegan memenuhi kebutuhan dasar. Sehingga, manusia bisa bertumbuh dan berkembang lalu terbukalah potensi akalnya dan perhatiannya pada masalah-masalah besar umat.
Mereka akan menjelma menjadi manusia yang mampu mengukir prestasi dan karya peradaban yang lebih besar, sehingga masyarakat terus berjalan dalam keluhuran dan kemuliaan.
Darisanalah pemuda akan menjadi generasi terbaik, yang menjalani kehidupan untuk ketaatan kepada Rabb-nya.
Ekonominya diatur langsung oleh negara dengan aturan Islam, sehingga bisa diraih dengan mudah dan tidak terlampaui mahal. Dengan demikian, kehidupan rakyat menjadi sejahtera, dan sentosa.
Wallahu’alam bishshawab