IMPLEMENTASI Kurikulum Merdeka (IKM) sudah berjalan 8 bulan sejak diluncurkan pada 11 Februari 2022 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim.
Kurikulum Merdeka ini merupakan lebih ringkas, sederhana, dan lebih fleksibel untuk bisa mendukung learning loss recovery akibat pandemi Covid-19.
Hakikat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak.
‘Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita’.
Untuk mengimplementasikannya perlu pemahaman atas nilai dan penumbuhan karakter yang ditempuh melalui pembelajaran yang bermakna, mengondisikan ekosistem dan budaya sekolah yang sehat, diperlukan peran guru sebagai teladan, dan lingkungan keluarga serta masyarakat yang memperkuat penumbuhan nilai-nilai dan budi pekerti peserta didik.
Dalam Kurikulum Merdeka sudah memfasilitasi pembelajaran yang memerdekakan dan dirancang untuk pembelajaran yang lebih relevan dan bermakna. Selain itu, juga untuk menumbuhkan potensi siswa secara holistik.
Namun, masih ditemukan belenggu-belenggu dalam proses pembelajaran, seperti:
1. Aturan standar proses yang kaku dan terlalu teknis;
2. Malpraktik pembelajaran tatap muka (PTM) bukan sebagai feedback untuk perbaikan pembelajaran, tapi sekadar sebagai syarat angka kredit, taat aturan dan membangun tirani berpikir, bukan proses yang memerdekakan siswa;
3. Asesmen hanya of learning (menguji), bukan sebagai for learning (untuk perbaikan pembelajaran) dan as learning (sebagai bagian dari learning journey).
Untuk itu, diperlukan arah transformasi pembelajaran yang intinya bahwa belajar itu harus memerdekakan, dimana proses pembelajaran yang membawa siswa lebih dekat dengan kenyataan, menyajikan pengetahuan secara kritis dan reflektif.
Selanjutnya memosisikan guru sebagai fasilitator untuk memimpin dan mendorong proses pembelajaran. Pembelajaran yang berkembang seiring dengan perubahan zaman.
Di abad 21 ini, pembelajaran tidak hanya berpusat pada kemampuan kognitif, tetapi juga mencakup sejumlah keterampilan personal dan sosial. Keterampilan tersebut dikenal dengan istilah 4C Pembelajaran Abad 21; critical thinking, creativity, collaboration, dan communication.
Yang harus dihindari adalah sebutan isomorphic mimicry, yaitu proses adopsi suatu praktik baik yang sebenarnya hanya terbatas pada bentuk atau prosedurnya tanpa memahami akar permasalahan yang ingin dipecahkan melalui praktik baik tersebut, di antaranya :
- Kurikulum Merdeka didesain untuk mendorong praktik pembelajaran yang menumbuhkan kemerdekaan berpikir dan budi pekerti yang baik. Implementasinya (IKM) akan menjadi
isomorphic mimicry jika disikapi hanya sekadar perubahan dokumen, tapi tidak terjadi perubahan cara belajar.
- Platform Merdeka Mengajar (PMM) dibuat untuk membantu para guru (yang membutuhkan) belajar dan menerapkan proses pembelajaran yang lebih baik. Jumlah sekolah yang akses Platform Merdeka Mengajar (PMM) adalah indikator awal keberhasilan PMM, tapi belum menjadi indikator keberhasilan transformasi pembelajaran di sekolah.
- Kelengkapan sarana prasarana sebagai kamuflase mutu sekolah.
- KKM disalahgunakan sebagai kamuflase ketuntasan belajar siswa.
- Akreditasi sekolah berbasis pada ketaatan administratif (administrative compliance) sebagai kamuflase mutu sekolah.
Sehingga, perlu dipastikan dalam Merdeka Belajar ini perserta didik benar-benar belajar. Karena, sekolah merupakan salah satu cara melaksanakan pendidikan.
Di dalamnya ada usaha sadar dan terencana untuk memfasilitasi serta mewujudkan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan harus ada pembelajaran sebagai proses perolehan atau modifikasi informasi, pengetahuan, pemahaman, sikap, nilai, keterampilan, atau perilaku melalui pengalaman dan latihan.
Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa diperlukan:
1. Peningkatan sumber daya, baik berupa sarana-prasarana maupun tenaga pendidik hendaknya tidak berhenti pada pengadaan, melainkan perlu memastikan bahwa sumber daya tersebut memang memberi manfaat serta membangun mindset bahwa tanggung jawab guru berfokus pada peserta didik. Dengan cara ini, secara internal guru akan lebih termotivasi melaksanakan tanggung jawabnya.
2 Komunitas pemerhati dan penggerak pendidikan dapat turut serta mendukung inovasi pendidikan.
3. Partisipasi dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, orang tua, guru, dan siswa hal yang penting untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran.
Sumber : Catatan Refleksi untuk Transformasi Pembelajaran, Materi dari Bapak Totok Suprayitno (Analis Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)