YOGYAKARTA, seberapa jauh anda mengeksplor daerah ini?
Bagi para wisatawan, baik domestik maupun asing, belum lengkap rasanya jika tak mengunjungi Kota Gudeg, Yogyakarta. Selain warganya dikenal ramah, kota ini menyimpan beragam destinasi wisata yang indah, serta ragam makanan yang bikin kita nagih.
Tak hanya itu, kota Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati ini kaya akan seni.
Yogyakarta juga menyimpan sejarah sebagai kota juang, dimana masyarakatnya mampu mempertahankan konsep tradisional dan Budaya Jawa.
Memiliki 6 perguruan tinggi negeri dan 156 perguruan tinggi swasta, bahkan kampus terbanyak, jadi tak salah jika Yogyakarta disebut sebagai kota pelajar. Terlebih Universitas Gajah Mada (UGM) yang telah mendunia.
Filosofi Jawa Yogya adalah ‘ SakMadyo’ artinya tidak suka menonjolkan diri, dimana masyarakatnya dikenal manut (patuh).
Budaya Jawa yang merupakan warisan terbesar di Indonesia, terdapat di kota ini. Salah satu pusat budaya Jawa yang kental adat istiadatnya serta ragam budaya dan tradisinya, yakni kekuatan.
Jika anda perhatikan papan papan nama jalan di yogyakarta, huruf Jawa dijumpai di semua jalan dikota ini temasuk pada Papan nama jalan yang sangat terkenal, di jalan malioboro.
Sekedar informasi, Yogyakarta juga menjadi Kota pelopor penggunaan papan nama jalan dan penambahan huruf asli budaya setempat.
Bicara Kota Yogya memang tidak ada habisnya. Salah satu sentral seni adalah Gerabah. Penulis berkunjung ke pusat produksi Gerabah di daerah kasongan.
Dalam perjalanan, sayup-sayup alunan lagu Jawa yang menenangkan jiwa, berhembus dari rumah penduduk. Pukulan gamelan pun menghiasi hampir disetiap sudut kota, itu menandakan salah satu ciri khas kota ini.
Masih penasaran?
Penulis kali ini mengunjungi keraton. Keraton Yogya, berasal dari akulturasi 3 budaya besar yaitu Islam, Hindu dan China. Tak heran jika dikeraton ditemukan beragam simbol seperti candi, kaligrafi dan patung naga.
Simbolisme naga terdapat dalam arsitektur Keraton kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yakni pada Candra Sengkala. Lebih spesifiknya adalah Sengkala Memet Berupa Dwi Naga Rasa Tunggal.
Setelah puas mengelilingi Keraton, penulis melanjutkan untuk memburu oleh-oleh khas Yogyakarta seperti Gudeg, Bakpia Patok, Yangko, Wedang Uwuh dan juga batik. Setelah mendapat semuanya, kita beralih ke jelajah wisata.
Ya, banyak destinasi menarik di Yogyakarta. Sebut saja pantai sinden di Girisubo Gunungkidul, Curug Luweng Sampang, Gumuk Pasir Parangkusumo, pantai watu lumbung dan masih banyak wisata lainnya.
Masing masing tempat, punya keasikan tersendiri. Cobain aja sendiri ya, biar ga penasaran.
Nah, karena waktu makan sudah tiba, penulis sempat mencicipi Gudeg mbok Lindu, soto pak Min Klaten dan sate klatak pak Pong Bantul.
Yogya juga terkenal sebagai kota Batik dunia. Karena itu, penulis mengunjungi kampung batik Giriloyo untuk melihat proses pembuatan batik tulis.
Batik tulis adalah karya seni yang memiliki filosofi, proses waktu yang lama serta tingkat kerumitan yang cukup sulit. Corak yang dipilih pelanggan memiliki arti dan filosofi, maka tak heran harga satu batik tulis di kampung batik Giriloyo ini mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Perjalanan penulis kali ini benar benar berbeda. Selain menambah ilmu dan wawasan baru, Field Trip juga untuk memenuhi tugas sebagai syarat menempuh pendidikan Magister Manajemen Inovasi di STEMBI Bandung.
Field Trip atau karya wisata menjadi mata kuliah wajib. Penulis memilih pulau Jawa untuk perjalanan tiga proinsi kali ini tepatnya Yogyakarta, Malang Jawa Timur dan Banten.
Yogyakarta menjadi fokus utama penulis mengobservasi Sosial dan Budayanya. Kesan yang tertinggal dibenak penulis adalah pulau Jawa kaya akan tradisi, kental adat budayanya dan penuh filososfi.
Akhirnya, selesai sudah perjalanan yang penulis lalui 22 Januari lalu. Rasanya belum puas dan tak ingin kembali, karena kota ini membuat kita Ngageni. ***