GARUT, PelitaJabar – Permasalahan kelangkaan pupuk subsidi, seakan menjadi hal klasik yang selalu saja terulang dan semakin jauh dari kejelasan di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Garut.
Faktornya, diduga adanya penyalahgunaan dan penyelewengan yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab seperti oknum distributor (penyalur) yang menjual harga pupuk subsidi tersebut melebihi HET.
Padahal, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 pada pertengahan tahun 2022 lalu.
Menurut Yogie Iskandar, Ketua DPD Pemuda Nasionalis Kabupaten Garut, langkanya pupuk subsidi ini dipasaran jangan hanya dilihat dari permintaan pasokan atau kuota saja. Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Bupati Garut Helmi Budiman beberapa waktu lalu, harus dilihat secara objektif.
‘Jangan-jangan ada penyelewengan dan disalahgunakan dalam pendistribusian oleh oknum distributor. Bahkan hasil studi dilapangan terjadi penjualan diatas harga HET,’ Kata Yogie, Kamis 23 Februari 2023.
Menurutnya, aparat Penegak Hukum saat ini jangan hanya berbicara tentang prosedur pengawasan semata, tapi harus melakukan penindakan terhadap distributor yang diduga sengaja menyelewengkan penyaluran yang tidak tepat sasaran.
‘Jika memang fakta di lapangan seperti itu, produsen pupuk harus berani mengambil sikap dan langkah berupa pencabutan izin distribusi terhadap distributor yang nakal ini, lakukan penyelidikan dan penyidikan supaya para petani tidak menjerit karena harga di pasaran begitu tinggi, akibatnya tidak bisa bertani karena pupuk yang langka,’ ucapnya.
Sanksi Hukum
Dikatakan, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 21 Tahun 1959 tentang Ancaman Hukuman Terhadap Tindak Pidana Ekonomi.
Alasannya, karena dalam Penjelasan Umum Perpu No. 21 Tahun 1959, didasarkan pada kenyataan di mana ancaman-ancaman hukuman terhadap tindak pidana ekonomi (UUTPE), dirasa masih sangat ringan bila dibandingkan akibat yang ditimbulkan.
‘Upaya untuk mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi, satu-satunya jalan dengan memperberat ancaman pidana dalam UUTPE,’ tandasnya.
Dijelaskan, pelanggar dibidang pidana ekonomi diancam hukuman penjara atau kurungan selama-lamanya dan denda setinggi-tingginya 30 kali jumlah yang ditetapkan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
‘Pasal 2 melanjutkan, apabila perbuatan tersebut dapat menimbulkan kekacauan dibidang perekonomian, maka pelanggar dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara selama-lamanya 20 tahun dan hukuman denda 30 kali jumlah yang ditetapkan dalam Undang-undang Darurat tersebut,’ pungkasnya. Jang