TIDAK ada yang instan. Semuanya dimulai dari nol. Berbagai tantangan dan rintangan, dijalani dengan penuh keihlasan. Berbekal niat ingin membantu kedua orangtua, apapun pekerjaan dilakoni, mulai dari loper koran, jual pulsa hingga bisnis belut.
Itulah sekilas gambaran seorang Nova Restu Illahi, anak pertama dari empat bersaudara pasangan Suherman dan Neni Apriani, tanpa malu sedikitpun, berjuang keras demi mengangkat harkat martabat keluarga.
“Dari dulu saya sudah suka bisnis. Malah sejak kuliah, selain jadi loper koran, dagang pulsa juga. Nah, karena saya aktif di BEM kampus, temen temen sering beli pulsa sama saya,” kenang pria kelahiran Juni 1990 ini saat PJ mengunjungi rumahnya, di Baleendah Kabupaten Bandung, Selasa (21/09/2021).
Pria ganteng berkulit putih ini mengisahkan, pernah juga berbisnis skin guard HP, yang saat itu produknya dari Tangerang. Karena paling laku, lalu dia berpikir, kenapa nggak bikin sendiri saja, tentu keuntungannya lebih besar. Akhirnya Nova memutar otak, mencari digital printing, mendesain sendiri, dan produksi.
“Hasil jualan Skin Guard, akhirnya bisa kebeli HP sendiri. Saya malah dipanggil teman-teman dengan sebutan pingme, artinya kalau perlu apa apa ping aja, begitu kira kira,” sebut alumni SMA 2008.
Pengalamannya, salah satu ormas memesan Skin Guard 2000 pcs, biasanya cetak di Tangerang 90 ribuan, cetak sendiri cuma menghabiskan 40 ribuan. Rasanya pegang duit satu-dua juta wih, gimana gitu, senang banget,” ucap pria yang asik diajak bicara ini sambil tertawa.
Usaha lain yang pernah digelutinya, bisnis biner (lapisan buku), bantal foto, celana jeans, hingga belut. Karena dulu belum banyak medsos, Nova menshare dan mencari info di Kaskus.
“Saat usaha celana jeans, harganya itu sekitar 75 ribuan, tapi saya bisa jual hingga 400 ribu untuk dikirim ke Bali. Lalu, jenuh di celana, berpikir usaha apalagi nih, kebetulan saat itu lagi ramai bantal foto, coba main di bantal, namun lagi lagi ga bertahan lama, karena mungkin hanya momen tertentu saja. Lalu beralih ke bisnis belut, eh, bukannya untung malah rugi karena kurang paham dunia belut, jadi banyak yang mati,” tambah suami Anggun Purnama Dewi ini lagi sembari tertawa lebar.
Lalu pada 2016, alumnus LPKIA jurusan Teknik Informatika angkatan 2008-2011 ini mencoba peruntungan jualan online busana anak anak. Pakaiannya diambil di pasar Andir, lalu dijual lagi ke pasar – pasar tumpah.
“Istri bilang, kalau beli terus, untungnya sedikit, akhirnya bikin sendiri. Bikin desain, lalu tawarin ke online, fb, ig, alhamdulillah banyak yang pesen, padahal modelnya biasa-biasa, namun responnya luar biasa,” ujar pria yang hobi sepedaan ini.
Bermula saat itu, ada pesanan 40 pcs, lalu tawarin ke tukang jahit, namun tidak ada yang mau, karena sedikit. Hingga akhirnya ada tetangga yang mau jahit. Itupun setelah dirinya dan istri memelas, memohon mohon.
“Pesanan terus berdatangan dari berbagai kota, lalu ada yang nawarin bahan dari Korea, tapi ambil ke Tangerang. Pesanan terus berdatangan, mulai 300, 400, hingga ribuan pcs. Ketika itu ada pesanan 3000 pcs, Karena tukang jahit tidak menerima lagi order, akhirnya coba beli mesin jahit dari hasil jual motor. Kebetulan dapat harga murah, mesin obras juga, harusnya Rp 11 juta, kita tawar, dikasih Rp 7 juta,” papar pria dua anak ini.
Lalu, Nova mengenang saat membeli bahan kain ke Tangerang, dirinya dicuekin, bahkan tidak ada yang mau melayani, karena hanya beli dua tiga rol, sementara yang datang belanja kesana, order puluhan ton.
“Apapun saya lakukan, supaya dapat kain. Alhamdulillah karena berbagai usaha akhirnya dapat. Berkat perputaran uang, sekarang bisa beli bahan ber ton ton. Oh ya, kita dikenal sebagai produsen celana jangkar, setahun bisa produksi 1,5 juta pcs, itu dulu, sekarang produksi antara 10 -20 ribu. Ketika lebaranpun, masih saja ada yang order. Kontrakan katakan nilainya 300 juta, tapi isinya (celana jangkar–red) melebihi Rp 700 juta bahkan bisa sampai miliaran, itu tahun 2017-2018,” tuturnya.
Berkah dari celana jangkar, beberapa karyawannya seperti tukang jahit bisa membeli mesin, bahkan tukang sablon bisa membeli rumah.
“Nova sendiri alhamdulillah bisa bikin konveksi sendiri, karyawan sekitar 40, belum termasuk makloon ada 40 titik. Sekarang lagi produksi topi dan celana,” ujar pemilik brand Celana Anshor, Celana UNO.
Menurutnya, tidak perlu takut rejeki hilang, karena semua sudah ada yang mengatur. Yang penting jujur.
“Dulu kita pyur produsen, reseller yang dagang, celana Anchor, UNO Kids, artinya Anggun Nova, plesetannya Usaha Nova. Mungkin karena niat awalnya ingin membantu orang tua, alhamdulillah bisa sebesar ini. Padahal konveksi rumahan ribuan, saat pandemi muncul, banyak yang tumbang, alhamdulillah kita tetap survive,” jelas pebisnis muda ini lagi.
Saat PPKM, dia mengaku paling parah, dimana keuangan banyak terpakai untuk berobat. Malah dia berpikir, sempat deg degan, sepertinya UNOKIDS ini akan tutup.
“Kembali lagi mungkin dari niat, dan kita hidup harus bermanfaat bagi orang lain, alhamdulillah, setiap hari Allah memberikan karunianya kepada Nova dan keluarga. Yang paling penting adalah menjaga kepercayaan, dan bagaimana mengelola uang dengan baik dan amanah,” pungkasnya. Miftahul Akmal