Perhelatan Pekan Paralympik Daerah (Peparda) VI tahun 2022 Jawa Barat tak terasa hanya satu hari lagi sebelum ditutup 30 November ini.
Menyisakan 2 cabang olahraga renang dan atletik, karena memang banyak memainkan nomor pertandingan.
Sejak dibukanya Peparda 22 November lalu di hotel Nuanza, beberapa cabor telah menyelesaikan pertandingannya yaitu voli duduk, tenismeja, menembak, panahan, angkat berat, tenis kursi roda, goal ball, catur, judo dan bulutangkis.
Beberapa atlet yang berasal dari 27 Kabupaten dan Kota pun sudah ada yang kembali ke daerahnya.
Bahkan hotel yang menjadi penginapan duta-duta atlet difabel terbaik se-Jawa Barat itu sudah banyak yang kosong.
Atlet ada yang membawa pulang medali emas, perak atau perunggu. Ada pula yang pulang membawa kekecewaan.
Kenapa..?
Mungkin kecewa disebabkan lawan yang tadinya sudah diprediksi akan ketemu bakal dapat dikalahkan, ternyata bertemu dengan lawan yang tak dikenalnya yang berasal dari luar Jawa Barat.
Mungkin saja dari nun jauh di sana paling Timur Papua, DKI Jakarta dan provinsi lainnya di pulau Jawa. Atau atletnya yang berasal dari provinsi di Sumatera.
Ada pula yang kecewa karena tadinya meyakini dirinya akan membawa emas, tiba-tiba dijegal oleh atlet elit dan utama yang diperbolehkan Technical Delegate (TD) turun di kelas pemula dengan melakukan drawing lebih satu kali.
Entahlah. Ada yang menyebutnya persoalan yang muncul di Peparda VI di Kabupaten Bekasi hanyalah fenomena biasa atau juga bisa disebut sebuah dinamika dalam hajat multi event.
Gak tahu iya atau tidak. Gak kali ya..? Karena ada daerah yang merasa dirugikan.
Tapi kentara terlihat di cabang olahraga atletik, banyak atlet-atlet (maaf) kulit hitam bermain di Peparda Kabupaten Bekasi. Mereka terlihat cuek tapi serius memperkuat tuan rumah Bekasi atau beberapa daerah lainnya.
Berlari cepat tak terkalahkan merebut medali emas untuk menggapai bonus.
Bahkan penonton berseloroh di Stadion Wibawa Mukti kalau Peparda Bekasi rasa Peparnas. Tentunya karena kehadiran tamu-tamu atlet non Jabar tersebut.
Bukan tidak boleh, apalagi dilarang, tidak.
NPCI Jawa Barat selaku induk organisasi difabel pasti sudah membuat rambu-rambu atau aturan yang tegas dan mengikat. Siapa pun atlet luar Jabar yang turun di Peparda, harus bersedia membela Jawa Barat di Peparnas Sumut tahun 2024 nanti.
Itu kuncinya. Itu pasti dibuktikan dengan secarik kertas yang disebut fakta integritas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Siapa yang tak kenal Supriatna Gumilar? Ketua NPCI Jabar yang tidak bisa diajak kompromi, tegas, keras dan disiplin.
Lihat saja bagaimana ketika ada temuan atlet normal bermain di Peparda ini, kang Supri langsung melakukan jumpa pers dan memberikan pernyataan tegas akan membekukan NPC Kabupaten dan Kota yang berbuat.
Wakil ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya yang akrab disapa Gus Ahad memuji dan memberikan acungan jempol.
Sikap keras, tegas dan disiplin yang dilakukan Supriatna terhadap atlet normal bertanding di Peparda Kabupaten Bekasi semoga berlanjut pada ketegasan Kang Supri, yang juga anggota DPRD Kabupaten Ciamis dari partai PAN ini.
Pada kesalahan yang mungkin saja dilakukan panitia klasifikas, Tim keabsahan, Bidang pertandingan, TD, panitia pelaksana dan bidang lainnya.
Sehingga muncul efek jera guna diperbaiki pada perhelatan Pekan Paralympik Daerah empat tahun mendatang di Kota Bogor tahun 2026. Sehingga tidak ada lagi daerah yang dirugikan.
Daerah peserta Peparda pasti “puyeng” karena harus mempertangungjawabkan uang rakyat yang dipakainya.
Pemerintah tentu saja menggelontorkan uang dengan harapan NPC daerahnya mampu memberikan prestasi olahraga, tapi kalau sudah kongkalikong dilapangan, lalu menggagalkan target daerah, itu sangat menyakitkan.
Gagal berprestasi karena faktor X, jelas akan membuat para petinggi NPC di daerah Kabupaten dan Kota ‘putar otak untuk menjelaskan ke pemerintah juga masyarakat.
Semoga Peparda mendatang semakin baik dan profesional. Salam Olahraga dan Salam Sportifitas. ****