Untuk Kursi RI-2, Tokoh Sunda Lakukan Konsolidasi Nasional

- Penulis

Sabtu, 28 April 2018 - 20:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Loading


Loading

BANDUNG PelitaJabar- Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

Pilpres 2019, merupakan momentum bagi orang Sunda yang meliputi Jabar-Banten, untuk tampil ke pentas kepemimpinan nasional. Paling tidak untuk mengisi posisi wakil presiden.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Inilah yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Sunda melalui sejumlah tokohnya, untuk mengambil posisi kursi kepemimpinan di kancah nasional.

Ketua Umum Gentra, Robi Nurhadi, mengingatkan bahwa pada Pilpres 2019 Sunda ini sudah saatnya untuk turun gunung, menempatkan kader-kader terbaiknya untuk bisa ambil posisi dalam kepemimpinan nasional.
Dikatakan Robi, bahwa selama ini orang Sunda terlalu santun dalam berpolitik. Padahal sebagai salah satu lumbung suara terbesar nasional, Jabar-Banten yang secara kultur merupakan suku Sunda, sudah selayaknya mendapatkan tempat di level nasional.

“Sunda jangan sampai hanya jadi kekuatan kedua, jangan jadi bahan bancakan. Pilpres 2019, kita turun gunung. Situasi sekarang ini, Orang Sunda harus sudah ikut menyelamatkan Indonesia,” tandas Robi Nurhadi Jum’at (27/4).

Gentra yang selama ini konsen terhadap pengkaderan, sudah intensif selama 3 tahun menggalang masyarakat dan elit Sunda, agar kepemimpinan nasional tidak diambil alih proxy-nya asing dan aseng.

“Proses regenerasi mempertimbangkan itu. Berharap kader Sunda jadi RI-2. Posisi RI-2 bukan sesuatu yang tidak beralasan, tapi hal yang realistis. Jumlah pemilih Sunda lebih besar kekuatannya dibanding parpol,” ujar Ketua Umum Gentra yang memiliki 10 juta kadernya yang tersebar se-Asia Tenggara.

Selama ini elit nasional, termasuk yang duduk di pucuk pimpinan partai politik terkesan mengabaikan eksistensi orang Sunda. Padahal menurut Robi Nurhadi, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, ini masalah kemauan politik elit nasional dalam penempatan kader-kader Sunda yang potensial.

“Ini soal kemauan politik, soal penempatan. Bukan masalah elektabilitas atau popularitas. Kita punya nilai tawar yang riil, terutama dari sisi jumlah pemilih,” terang Robi.

Di sisi lain, memang selama ini menurut Robi Nurhadi, orang Sunda masih memegang sikap politik santun. Beda dengan tokoh-tokoh dari daerah lain yang lebih berani untuk mengedepankan kekuasaan dalam setiap kontestasi.

“Permasalahan kita, politik Sunda terlalu santun. Kita terlalu santun untuk mengambil kekuasaan. Santun berpolitik. Beda dengan yang lain. Bagi mereka kekuasaan menjadi hal yang penting untuk dikedepankan,” paparnya.

Incar RI-2

Pilpres 2019, momentum orang Sunda untuk mengakhiri sikap berdiam diri ketika diabaikan secara politik. Menurut Robi Nurhadi, Sunda akan mengingatkan elit nasional di Pilpres 2019 nanti, untuk mengambil porsi dalam kepemimpinan nasional.

“2019 saatnya Sunda
mengingatkan untuk mengambil porsi tadi. Siapapun capres atau parpol yang ngambil RI-2 dari Sunda, komunitas Sunda akan memberikan dukungan ke capres itu. Ini hasil kesepakatan seluruh kaukus Sunda yang sudah intensif selama 3 tahun digalang,” jelasnya.

Sunda akan lebih menghargai terhadap kedewasaan dan kesadaran menghargai dari elit-elit nasional, dengan tidak melihat Jabar-Banten sebelah mata dan hanya dijadikan sebatas lumbung suara saja.

“Kami senang kalau ada capres yang memiliki kesadaran bahwa Sunda atau Jabar-Banten, bukan hanya dilihat sebagai kantong suara belaka. Tapi dewasa, ditimbang rasa,” ujar Robi.
Ditambahkan Robi, bahwa capres yang tidak mengambil RI-2 dari tokoh Sunda, akan rugi. Gentra bersama seluruh komunitas dan elemen Sunda yang lain sudah sepakat, akan memberikan suara hanya kepada capres yang mengambil RI-2 dari Sunda saja. Meskipun ini akan terjadi pro-kontra.

“Capres yang tidak mengambil RI-2, akan rugi. Akan kehilangan suara Sunda. Pro-kontra pasti ada. Yang kontra paling 10 %. Selebihnya 80 % ditambah suara ngambang 10 % insya Allah pro. Gentra yang mengorganisir ini semua,” tegasnya.

Kontrak politik bagi elit Sunda yang naik jadi capres, akan disiapkan. Demi anak cucu dan masa depan Indonesia, menurut Robi, elit Sunda yang jadi capres atau cawapres, harus berani dan tegas mengusir pengusaha asing yang tidak menguntungkan.

“Orang Sunda yang naik, kontrak politiknya, siapapun pengusaha asing yang tidak menguntungkan, kita out. Ini tentang nasib anak cucu kita. Sunda untuk Indonesia dan Sunda untuk peradaban dunia yang lebih baik,” pungkasnya.

Dengan DPT Jabar 32,8 juta ditambah Banten 8 juta, serta sejumlah elit Sunda yang cukup kredibel di level nasional dan internasional, RI-2 untuk elit dari Jabar-Banten, memang patut diperhitungkan oleh elit parpol di pusat. (Nasa)

BANDUNG PelitaJabar- Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

Pilpres 2019, merupakan momentum bagi orang Sunda yang meliputi Jabar-Banten, untuk tampil ke pentas kepemimpinan nasional. Paling tidak untuk mengisi posisi wakil presiden.

Inilah yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Sunda melalui sejumlah tokohnya, untuk mengambil posisi kursi kepemimpinan di kancah nasional.

Ketua Umum Gentra, Robi Nurhadi, mengingatkan bahwa pada Pilpres 2019 Sunda ini sudah saatnya untuk turun gunung, menempatkan kader-kader terbaiknya untuk bisa ambil posisi dalam kepemimpinan nasional.
Dikatakan Robi, bahwa selama ini orang Sunda terlalu santun dalam berpolitik. Padahal sebagai salah satu lumbung suara terbesar nasional, Jabar-Banten yang secara kultur merupakan suku Sunda, sudah selayaknya mendapatkan tempat di level nasional.

“Sunda jangan sampai hanya jadi kekuatan kedua, jangan jadi bahan bancakan. Pilpres 2019, kita turun gunung. Situasi sekarang ini, Orang Sunda harus sudah ikut menyelamatkan Indonesia,” tandas Robi Nurhadi Jum’at (27/4).

Gentra yang selama ini konsen terhadap pengkaderan, sudah intensif selama 3 tahun menggalang masyarakat dan elit Sunda, agar kepemimpinan nasional tidak diambil alih proxy-nya asing dan aseng.

“Proses regenerasi mempertimbangkan itu. Berharap kader Sunda jadi RI-2. Posisi RI-2 bukan sesuatu yang tidak beralasan, tapi hal yang realistis. Jumlah pemilih Sunda lebih besar kekuatannya dibanding parpol,” ujar Ketua Umum Gentra yang memiliki 10 juta kadernya yang tersebar se-Asia Tenggara.

Selama ini elit nasional, termasuk yang duduk di pucuk pimpinan partai politik terkesan mengabaikan eksistensi orang Sunda. Padahal menurut Robi Nurhadi, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, ini masalah kemauan politik elit nasional dalam penempatan kader-kader Sunda yang potensial.

“Ini soal kemauan politik, soal penempatan. Bukan masalah elektabilitas atau popularitas. Kita punya nilai tawar yang riil, terutama dari sisi jumlah pemilih,” terang Robi.

Di sisi lain, memang selama ini menurut Robi Nurhadi, orang Sunda masih memegang sikap politik santun. Beda dengan tokoh-tokoh dari daerah lain yang lebih berani untuk mengedepankan kekuasaan dalam setiap kontestasi.

“Permasalahan kita, politik Sunda terlalu santun. Kita terlalu santun untuk mengambil kekuasaan. Santun berpolitik. Beda dengan yang lain. Bagi mereka kekuasaan menjadi hal yang penting untuk dikedepankan,” paparnya.

Incar RI-2

Pilpres 2019, momentum orang Sunda untuk mengakhiri sikap berdiam diri ketika diabaikan secara politik. Menurut Robi Nurhadi, Sunda akan mengingatkan elit nasional di Pilpres 2019 nanti, untuk mengambil porsi dalam kepemimpinan nasional.

“2019 saatnya Sunda
mengingatkan untuk mengambil porsi tadi. Siapapun capres atau parpol yang ngambil RI-2 dari Sunda, komunitas Sunda akan memberikan dukungan ke capres itu. Ini hasil kesepakatan seluruh kaukus Sunda yang sudah intensif selama 3 tahun digalang,” jelasnya.

Sunda akan lebih menghargai terhadap kedewasaan dan kesadaran menghargai dari elit-elit nasional, dengan tidak melihat Jabar-Banten sebelah mata dan hanya dijadikan sebatas lumbung suara saja.

“Kami senang kalau ada capres yang memiliki kesadaran bahwa Sunda atau Jabar-Banten, bukan hanya dilihat sebagai kantong suara belaka. Tapi dewasa, ditimbang rasa,” ujar Robi.
Ditambahkan Robi, bahwa capres yang tidak mengambil RI-2 dari tokoh Sunda, akan rugi. Gentra bersama seluruh komunitas dan elemen Sunda yang lain sudah sepakat, akan memberikan suara hanya kepada capres yang mengambil RI-2 dari Sunda saja. Meskipun ini akan terjadi pro-kontra.

“Capres yang tidak mengambil RI-2, akan rugi. Akan kehilangan suara Sunda. Pro-kontra pasti ada. Yang kontra paling 10 %. Selebihnya 80 % ditambah suara ngambang 10 % insya Allah pro. Gentra yang mengorganisir ini semua,” tegasnya.

Kontrak politik bagi elit Sunda yang naik jadi capres, akan disiapkan. Demi anak cucu dan masa depan Indonesia, menurut Robi, elit Sunda yang jadi capres atau cawapres, harus berani dan tegas mengusir pengusaha asing yang tidak menguntungkan.

“Orang Sunda yang naik, kontrak politiknya, siapapun pengusaha asing yang tidak menguntungkan, kita out. Ini tentang nasib anak cucu kita. Sunda untuk Indonesia dan Sunda untuk peradaban dunia yang lebih baik,” pungkasnya.

Dengan DPT Jabar 32,8 juta ditambah Banten 8 juta, serta sejumlah elit Sunda yang cukup kredibel di level nasional dan internasional, RI-2 untuk elit dari Jabar-Banten, memang patut diperhitungkan oleh elit parpol di pusat. (Nasa)

BANDUNG PelitaJabar- Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

Pilpres 2019, merupakan momentum bagi orang Sunda yang meliputi Jabar-Banten, untuk tampil ke pentas kepemimpinan nasional. Paling tidak untuk mengisi posisi wakil presiden.

Inilah yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Sunda melalui sejumlah tokohnya, untuk mengambil posisi kursi kepemimpinan di kancah nasional.

Ketua Umum Gentra, Robi Nurhadi, mengingatkan bahwa pada Pilpres 2019 Sunda ini sudah saatnya untuk turun gunung, menempatkan kader-kader terbaiknya untuk bisa ambil posisi dalam kepemimpinan nasional.
Dikatakan Robi, bahwa selama ini orang Sunda terlalu santun dalam berpolitik. Padahal sebagai salah satu lumbung suara terbesar nasional, Jabar-Banten yang secara kultur merupakan suku Sunda, sudah selayaknya mendapatkan tempat di level nasional.

“Sunda jangan sampai hanya jadi kekuatan kedua, jangan jadi bahan bancakan. Pilpres 2019, kita turun gunung. Situasi sekarang ini, Orang Sunda harus sudah ikut menyelamatkan Indonesia,” tandas Robi Nurhadi Jum’at (27/4).

Gentra yang selama ini konsen terhadap pengkaderan, sudah intensif selama 3 tahun menggalang masyarakat dan elit Sunda, agar kepemimpinan nasional tidak diambil alih proxy-nya asing dan aseng.

“Proses regenerasi mempertimbangkan itu. Berharap kader Sunda jadi RI-2. Posisi RI-2 bukan sesuatu yang tidak beralasan, tapi hal yang realistis. Jumlah pemilih Sunda lebih besar kekuatannya dibanding parpol,” ujar Ketua Umum Gentra yang memiliki 10 juta kadernya yang tersebar se-Asia Tenggara.

Selama ini elit nasional, termasuk yang duduk di pucuk pimpinan partai politik terkesan mengabaikan eksistensi orang Sunda. Padahal menurut Robi Nurhadi, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, ini masalah kemauan politik elit nasional dalam penempatan kader-kader Sunda yang potensial.

“Ini soal kemauan politik, soal penempatan. Bukan masalah elektabilitas atau popularitas. Kita punya nilai tawar yang riil, terutama dari sisi jumlah pemilih,” terang Robi.

Di sisi lain, memang selama ini menurut Robi Nurhadi, orang Sunda masih memegang sikap politik santun. Beda dengan tokoh-tokoh dari daerah lain yang lebih berani untuk mengedepankan kekuasaan dalam setiap kontestasi.

“Permasalahan kita, politik Sunda terlalu santun. Kita terlalu santun untuk mengambil kekuasaan. Santun berpolitik. Beda dengan yang lain. Bagi mereka kekuasaan menjadi hal yang penting untuk dikedepankan,” paparnya.

Incar RI-2

Pilpres 2019, momentum orang Sunda untuk mengakhiri sikap berdiam diri ketika diabaikan secara politik. Menurut Robi Nurhadi, Sunda akan mengingatkan elit nasional di Pilpres 2019 nanti, untuk mengambil porsi dalam kepemimpinan nasional.

“2019 saatnya Sunda
mengingatkan untuk mengambil porsi tadi. Siapapun capres atau parpol yang ngambil RI-2 dari Sunda, komunitas Sunda akan memberikan dukungan ke capres itu. Ini hasil kesepakatan seluruh kaukus Sunda yang sudah intensif selama 3 tahun digalang,” jelasnya.

Sunda akan lebih menghargai terhadap kedewasaan dan kesadaran menghargai dari elit-elit nasional, dengan tidak melihat Jabar-Banten sebelah mata dan hanya dijadikan sebatas lumbung suara saja.

“Kami senang kalau ada capres yang memiliki kesadaran bahwa Sunda atau Jabar-Banten, bukan hanya dilihat sebagai kantong suara belaka. Tapi dewasa, ditimbang rasa,” ujar Robi.
Ditambahkan Robi, bahwa capres yang tidak mengambil RI-2 dari tokoh Sunda, akan rugi. Gentra bersama seluruh komunitas dan elemen Sunda yang lain sudah sepakat, akan memberikan suara hanya kepada capres yang mengambil RI-2 dari Sunda saja. Meskipun ini akan terjadi pro-kontra.

“Capres yang tidak mengambil RI-2, akan rugi. Akan kehilangan suara Sunda. Pro-kontra pasti ada. Yang kontra paling 10 %. Selebihnya 80 % ditambah suara ngambang 10 % insya Allah pro. Gentra yang mengorganisir ini semua,” tegasnya.

Kontrak politik bagi elit Sunda yang naik jadi capres, akan disiapkan. Demi anak cucu dan masa depan Indonesia, menurut Robi, elit Sunda yang jadi capres atau cawapres, harus berani dan tegas mengusir pengusaha asing yang tidak menguntungkan.

“Orang Sunda yang naik, kontrak politiknya, siapapun pengusaha asing yang tidak menguntungkan, kita out. Ini tentang nasib anak cucu kita. Sunda untuk Indonesia dan Sunda untuk peradaban dunia yang lebih baik,” pungkasnya.

Dengan DPT Jabar 32,8 juta ditambah Banten 8 juta, serta sejumlah elit Sunda yang cukup kredibel di level nasional dan internasional, RI-2 untuk elit dari Jabar-Banten, memang patut diperhitungkan oleh elit parpol di pusat. (Nasa)

BANDUNG PelitaJabar- Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

BANDUNG PelitaJabar- Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

BANDUNG PelitaJabar-

 Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.
Setelah Umar Wirahadikusumah, para tokoh Sunda seakan tenggelam dari konstelasi kepemimpinan nasional. Jangankan untuk calon Presiden, untuk calon Wakil Presiden saja saja minim. Terakhir 2004, sempat muncul nama Agum Gumelar sebagai Cawapresnya Hamzah Haz. Namun setelah itu, sampai dengan 2014, tidak pernah lagi muncul tokoh Sunda yang ikut dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

Pilpres 2019, merupakan momentum bagi orang Sunda yang meliputi Jabar-Banten, untuk tampil ke pentas kepemimpinan nasional. Paling tidak untuk mengisi posisi wakil presiden.

Inilah yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Sunda melalui sejumlah tokohnya, untuk mengambil posisi kursi kepemimpinan di kancah nasional.

Ketua Umum Gentra, Robi Nurhadi, mengingatkan bahwa pada Pilpres 2019 Sunda ini sudah saatnya untuk turun gunung, menempatkan kader-kader terbaiknya untuk bisa ambil posisi dalam kepemimpinan nasional.
Dikatakan Robi, bahwa selama ini orang Sunda terlalu santun dalam berpolitik. Padahal sebagai salah satu lumbung suara terbesar nasional, Jabar-Banten yang secara kultur merupakan suku Sunda, sudah selayaknya mendapatkan tempat di level nasional.

“Sunda jangan sampai hanya jadi kekuatan kedua, jangan jadi bahan bancakan. Pilpres 2019, kita turun gunung. Situasi sekarang ini, Orang Sunda harus sudah ikut menyelamatkan Indonesia,” tandas Robi Nurhadi Jum’at (27/4).

Gentra yang selama ini konsen terhadap pengkaderan, sudah intensif selama 3 tahun menggalang masyarakat dan elit Sunda, agar kepemimpinan nasional tidak diambil alih proxy-nya asing dan aseng.

“Proses regenerasi mempertimbangkan itu. Berharap kader Sunda jadi RI-2. Posisi RI-2 bukan sesuatu yang tidak beralasan, tapi hal yang realistis. Jumlah pemilih Sunda lebih besar kekuatannya dibanding parpol,” ujar Ketua Umum Gentra yang memiliki 10 juta kadernya yang tersebar se-Asia Tenggara.

Selama ini elit nasional, termasuk yang duduk di pucuk pimpinan partai politik terkesan mengabaikan eksistensi orang Sunda. Padahal menurut Robi Nurhadi, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, ini masalah kemauan politik elit nasional dalam penempatan kader-kader Sunda yang potensial.

“Ini soal kemauan politik, soal penempatan. Bukan masalah elektabilitas atau popularitas. Kita punya nilai tawar yang riil, terutama dari sisi jumlah pemilih,” terang Robi.

Di sisi lain, memang selama ini menurut Robi Nurhadi, orang Sunda masih memegang sikap politik santun. Beda dengan tokoh-tokoh dari daerah lain yang lebih berani untuk mengedepankan kekuasaan dalam setiap kontestasi.

“Permasalahan kita, politik Sunda terlalu santun. Kita terlalu santun untuk mengambil kekuasaan. Santun berpolitik. Beda dengan yang lain. Bagi mereka kekuasaan menjadi hal yang penting untuk dikedepankan,” paparnya.

Incar RI-2

Pilpres 2019, momentum orang Sunda untuk mengakhiri sikap berdiam diri ketika diabaikan secara politik. Menurut Robi Nurhadi, Sunda akan mengingatkan elit nasional di Pilpres 2019 nanti, untuk mengambil porsi dalam kepemimpinan nasional.

“2019 saatnya Sunda
mengingatkan untuk mengambil porsi tadi. Siapapun capres atau parpol yang ngambil RI-2 dari Sunda, komunitas Sunda akan memberikan dukungan ke capres itu. Ini hasil kesepakatan seluruh kaukus Sunda yang sudah intensif selama 3 tahun digalang,” jelasnya.

Sunda akan lebih menghargai terhadap kedewasaan dan kesadaran menghargai dari elit-elit nasional, dengan tidak melihat Jabar-Banten sebelah mata dan hanya dijadikan sebatas lumbung suara saja.

“Kami senang kalau ada capres yang memiliki kesadaran bahwa Sunda atau Jabar-Banten, bukan hanya dilihat sebagai kantong suara belaka. Tapi dewasa, ditimbang rasa,” ujar Robi.
Ditambahkan Robi, bahwa capres yang tidak mengambil RI-2 dari tokoh Sunda, akan rugi. Gentra bersama seluruh komunitas dan elemen Sunda yang lain sudah sepakat, akan memberikan suara hanya kepada capres yang mengambil RI-2 dari Sunda saja. Meskipun ini akan terjadi pro-kontra.

“Capres yang tidak mengambil RI-2, akan rugi. Akan kehilangan suara Sunda. Pro-kontra pasti ada. Yang kontra paling 10 %. Selebihnya 80 % ditambah suara ngambang 10 % insya Allah pro. Gentra yang mengorganisir ini semua,” tegasnya.

Kontrak politik bagi elit Sunda yang naik jadi capres, akan disiapkan. Demi anak cucu dan masa depan Indonesia, menurut Robi, elit Sunda yang jadi capres atau cawapres, harus berani dan tegas mengusir pengusaha asing yang tidak menguntungkan.

“Orang Sunda yang naik, kontrak politiknya, siapapun pengusaha asing yang tidak menguntungkan, kita out. Ini tentang nasib anak cucu kita. Sunda untuk Indonesia dan Sunda untuk peradaban dunia yang lebih baik,” pungkasnya.

Dengan DPT Jabar 32,8 juta ditambah Banten 8 juta, serta sejumlah elit Sunda yang cukup kredibel di level nasional dan internasional, RI-2 untuk elit dari Jabar-Banten, memang patut diperhitungkan oleh elit parpol di pusat. (Nasa)

Pilpres 2019, merupakan momentum bagi orang Sunda yang meliputi Jabar-Banten, untuk tampil ke pentas kepemimpinan nasional. Paling tidak untuk mengisi posisi wakil presiden.


Inilah yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Sunda melalui sejumlah tokohnya, untuk mengambil posisi kursi kepemimpinan di kancah nasional.

Ketua Umum Gentra, Robi Nurhadi, mengingatkan bahwa pada Pilpres 2019 Sunda ini sudah saatnya untuk turun gunung, menempatkan kader-kader terbaiknya untuk bisa ambil posisi dalam kepemimpinan nasional.
Dikatakan Robi, bahwa selama ini orang Sunda terlalu santun dalam berpolitik. Padahal sebagai salah satu lumbung suara terbesar nasional, Jabar-Banten yang secara kultur merupakan suku Sunda, sudah selayaknya mendapatkan tempat di level nasional.

“Sunda jangan sampai hanya jadi kekuatan kedua, jangan jadi bahan bancakan. Pilpres 2019, kita turun gunung. Situasi sekarang ini, Orang Sunda harus sudah ikut menyelamatkan Indonesia,” tandas Robi Nurhadi Jum’at (27/4).

Gentra yang selama ini konsen terhadap pengkaderan, sudah intensif selama 3 tahun menggalang masyarakat dan elit Sunda, agar kepemimpinan nasional tidak diambil alih proxy-nya asing dan aseng.

“Proses regenerasi mempertimbangkan itu. Berharap kader Sunda jadi RI-2. Posisi RI-2 bukan sesuatu yang tidak beralasan, tapi hal yang realistis. Jumlah pemilih Sunda lebih besar kekuatannya dibanding parpol,” ujar Ketua Umum Gentra yang memiliki 10 juta kadernya yang tersebar se-Asia Tenggara.

Selama ini elit nasional, termasuk yang duduk di pucuk pimpinan partai politik terkesan mengabaikan eksistensi orang Sunda. Padahal menurut Robi Nurhadi, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, ini masalah kemauan politik elit nasional dalam penempatan kader-kader Sunda yang potensial.

“Ini soal kemauan politik, soal penempatan. Bukan masalah elektabilitas atau popularitas. Kita punya nilai tawar yang riil, terutama dari sisi jumlah pemilih,” terang Robi.

Di sisi lain, memang selama ini menurut Robi Nurhadi, orang Sunda masih memegang sikap politik santun. Beda dengan tokoh-tokoh dari daerah lain yang lebih berani untuk mengedepankan kekuasaan dalam setiap kontestasi.

“Permasalahan kita, politik Sunda terlalu santun. Kita terlalu santun untuk mengambil kekuasaan. Santun berpolitik. Beda dengan yang lain. Bagi mereka kekuasaan menjadi hal yang penting untuk dikedepankan,” paparnya.

Incar RI-2

Pilpres 2019, momentum orang Sunda untuk mengakhiri sikap berdiam diri ketika diabaikan secara politik. Menurut Robi Nurhadi, Sunda akan mengingatkan elit nasional di Pilpres 2019 nanti, untuk mengambil porsi dalam kepemimpinan nasional.

“2019 saatnya Sunda
mengingatkan untuk mengambil porsi tadi. Siapapun capres atau parpol yang ngambil RI-2 dari Sunda, komunitas Sunda akan memberikan dukungan ke capres itu. Ini hasil kesepakatan seluruh kaukus Sunda yang sudah intensif selama 3 tahun digalang,” jelasnya.

Sunda akan lebih menghargai terhadap kedewasaan dan kesadaran menghargai dari elit-elit nasional, dengan tidak melihat Jabar-Banten sebelah mata dan hanya dijadikan sebatas lumbung suara saja.

“Kami senang kalau ada capres yang memiliki kesadaran bahwa Sunda atau Jabar-Banten, bukan hanya dilihat sebagai kantong suara belaka. Tapi dewasa, ditimbang rasa,” ujar Robi.
Ditambahkan Robi, bahwa capres yang tidak mengambil RI-2 dari tokoh Sunda, akan rugi. Gentra bersama seluruh komunitas dan elemen Sunda yang lain sudah sepakat, akan memberikan suara hanya kepada capres yang mengambil RI-2 dari Sunda saja. Meskipun ini akan terjadi pro-kontra.

“Capres yang tidak mengambil RI-2, akan rugi. Akan kehilangan suara Sunda. Pro-kontra pasti ada. Yang kontra paling 10 %. Selebihnya 80 % ditambah suara ngambang 10 % insya Allah pro. Gentra yang mengorganisir ini semua,” tegasnya.

Kontrak politik bagi elit Sunda yang naik jadi capres, akan disiapkan. Demi anak cucu dan masa depan Indonesia, menurut Robi, elit Sunda yang jadi capres atau cawapres, harus berani dan tegas mengusir pengusaha asing yang tidak menguntungkan.

“Orang Sunda yang naik, kontrak politiknya, siapapun pengusaha asing yang tidak menguntungkan, kita out. Ini tentang nasib anak cucu kita. Sunda untuk Indonesia dan Sunda untuk peradaban dunia yang lebih baik,” pungkasnya.

Dengan DPT Jabar 32,8 juta ditambah Banten 8 juta, serta sejumlah elit Sunda yang cukup kredibel di level nasional dan internasional, RI-2 untuk elit dari Jabar-Banten, memang patut diperhitungkan oleh elit parpol di pusat. (Nasa)

up to 40% off

Komentari

Berita Terkait

Ratusan Pengendara Sumringah Terima Takjil dari Pokja PWI
Punya 9 Juta Views Mala Beberkan Rahasia Cari Cuan di Bulan Puasa
Efisiensi Anggaran, Solusi atau Ancaman
Kholid Abdullah Harras Sebut Korupsi Terbentuk Sejak Usia Dini
Sejarah Dodol Cina Yang Selalu Hadir Saat Imlek
Terpeliharanya Jiwa Manusia Dibawah Panji Islam
Terselip Propaganda dalam Drama Korea
Ngggak Perlu Pusing, Begini Cara Urus Barang Tertinggal di Stasiun

Berita Terkait

Rabu, 5 Maret 2025 - 17:23 WIB

Ratusan Pengendara Sumringah Terima Takjil dari Pokja PWI

Rabu, 19 Februari 2025 - 15:42 WIB

Punya 9 Juta Views Mala Beberkan Rahasia Cari Cuan di Bulan Puasa

Senin, 17 Februari 2025 - 12:05 WIB

Efisiensi Anggaran, Solusi atau Ancaman

Sabtu, 15 Februari 2025 - 21:56 WIB

Kholid Abdullah Harras Sebut Korupsi Terbentuk Sejak Usia Dini

Rabu, 29 Januari 2025 - 21:13 WIB

Sejarah Dodol Cina Yang Selalu Hadir Saat Imlek

Berita Terbaru

FEATURED

Minta Wisatawan Jangan Nyampah di Bandung

Selasa, 1 Apr 2025 - 17:56 WIB

FEATURED

KAI Siagakan Petugas Medis di Sejumlah Stasiun

Selasa, 1 Apr 2025 - 17:38 WIB

FEATURED

Ribuan Karyawan KAI Kerja Ekstra Selama Idulfitri 1446 H

Selasa, 1 Apr 2025 - 17:28 WIB

FEATURED

Pemkot Bandung Perketat Pengawasan Pendatang

Selasa, 1 Apr 2025 - 17:08 WIB

FEATURED

Farhan-Erwin Shalat Idulfitri di Masjid Agung Al-Ukhuwah

Senin, 31 Mar 2025 - 20:36 WIB