
BELUM lama ini pemerintah mengumumkan kebijakan efisiensi anggaran. Pemerintah beralasan, efisiensi anggaran perlu dilakukan guna mengatasi jumlah pengeluaran negara yang membengkak.
Hal ini dipertegas dengan pernyataan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal yaitu Arief Wibisono.
Dia mengungkapkan sudah sejak lama anggaran belanja negara digunakan secara tidak efisien dan dia juga menambahkan kementerian/lembaga baru akan memboroskan anggaran setiap akhir tahun.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, sudah sewajarnya Presiden Prabowo Subianto melakukan efisiensi belanja negara untuk tahun anggaran 2025.
Benarkah bahwa efisiensi anggaran mampu menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan keuangan negara atau malah menjadi ancaman? Alih-alih menjadi solusi, efisiensi anggaran justru menimbulkan ancaman baru di tengah-tengah masyarakat.
Efisiensi anggaran berdampak pada sejumlah program, seperti pendidikan dan kesehatan.
Kemenkeu, membatalkan penawaran beasiswa tahun ini sebagai imbas dari pemangkasan anggaran, padahal beasiswa ini baru saja dibuka pada 10 Januari 2025.
Selain itu ratusan ribu penerima KIP kuliah terancam putus kuliah, sulit dibayangan jika anggaran pendidikan dipangkas maka kualitas pendidikan di Indonesia akan semakin terpuruk. Karena saat anggaran belum dipangkas saja masih banyak warga tidak mengenyam pendidikan yang layak.
Lembaga kesehatanpun tidak luput dari pemangkasan anggaran, selama ini saja pembiayaan kesehatan selalu membuahkan polemik. Terlebih sejak ada sistem JKN dan BPJS Kesehatan yang bukannya makin meringankan, tetapi malah membebani rakyat.
Apa jadinya pembiayaan kesehatan jika anggarannya dipangkas? Ya sudah pasti rakyat akan sulit mendapatkan jaminan dan pelayanan kesehatan yang layak.
Selain lembaga pendidikan dan kesehatan, efisiensi anggaran juga menyebabkan PHK karyawan dibeberapa perusahaan atau lembaga. Lembaga televisi dan penyiaran misalnya, diketahui bahwa TVRI dan RRI melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK sejumlah jurnalis maupun kontributornya di daerah.
Pengurangan karyawan di dua lembaga penyiaran ini jelas akibat dari keputusan pemerintahan Prabowo Subianto melakukan efisensi anggaran melalui intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.
Itu hanya segilintir masalah yang ditimbulkan akibat kebijakan efisiensi anggaran, hal ini membuktikan bahwa efisiensi anggaran bukanlah solusi yang tepat melainkan ancaman nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
Selain itu hal ini juga membuktikan bahwa pemerintah Prabowo selama ini telah melakukan pemborosan anggaran, belanja yang tidak penting, dan belanja yang tidak prioritas.
Pemangkasan anggaran tanpa perubahan mendasar terhadap tata kelola anggaran hanya akan menjadi kebijakan populis sarat pencitraan yang tidak akan mewujudkan kemaslahatan rakyat.
Saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah solusi yang hakiki solusi yang benar-benar mampu mengatasi setiap permasalahan bukan solusi pragmatis yang justru akan menimbulkan masalah baru.
Hanya Islamlah yang mampu menjadi solusi terkhusus dalam masalah ekonomi yang bukan sebatas tataran konsep, melainkan terealisasi melalui politik ekonomi Islam yang dijalankan oleh pemimpinnya. Wallahualam bissawab.
foto : kompasiana